Jakarta-Sekretaris Jendral DPP PA GMNI Dr Abdy Yuhana mengecam pembongkaran bangunan bersejarah Cagar Budaya Rumah Ema Idham atau Rumah Singgah Bung Karno di Jl. Ahmad Yani No. 12, Kelurahan Padang Pasir, Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat.
Abdy Yuhana menegaskan pembongkaran tersebut diduga bertentangan tidak hanya dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, namun juga dengan semangat merawat memori kolektif yang membentuk identitas kebangsaan.
Pihaknya mendukung penuh langkah-langkah hukum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku lantaran Rumah Singgah tersebut dilindungi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
“Harus ada tindakan hukum agar tidak menjadi preseden buruk bagi perlindungan cagar budaya lainnya yang telah ditetapkan oleh pemerintah,” kata anggota DPRD Jabar ini, Selasa (21/2).
Politisi PDI Perjuangan ini mengungkapkan salah satu syarat bangsa itu maju adalah adanya kebanggaan terhadap sejarahnya. Penulis Swedia, Juri Lina dalam bukunya Architect of Deception –The Concealed History of Freemasonry sudah mewanti-wanti akan pentinya arti sejarah bagi sebuah bangsa.
“Ada bahaya yang mengintai bila suatu bangsa melupakan atau tercerabut dari akar sejarahnya,” tuturnya.
Mengutip buku tersebut, Abdy menyebut ada tiga cara yang dilakukan pihak luar untuk melemahkan dan menjajah suatu negeri.
Pertama, kaburkan sejarahnya. Kedua, hancurkan bukti-bukti sejarahnya agar tidak bisa dibuktikan kebenarannya.
“Lalu yang ketiga, putuskan hubungan mereka dengan leluhurnya dengan mengatakan bahwa leluhurnya itu bodoh dan primitif,” ujarnya.
Ia mengungkap masih rendahnya kesadaran dan kepatuhan hukum masyarakat, termasuk kesadaran untuk turut menjaga dan melindungi keberadaan cagar budaya.
“Saya kira ini menjadi pekerjaan rumah untuk kita semua,” tandasnya.
Mengutip situs resmi Pemerintah Kota Padang, Rumah Ema Idham didirikan pada 1930 dan ditetapkan sebagai cagar budaya dengan Nomor Inventaris 33/BCBTB/A/01/2007.
Rumah Ema Idham pernah digunakan sebagai rumah tinggal sementara oleh Bung Karno selama tiga bulan pada 1942. Pada waktu itu Bung Karno yang sedang dalam perjalanan dari Bengkulu, akan dibuang ke luar Indonesia oleh sekutu Belanda.
Selama tinggal di sana, Soekarno menggunakan waktunya untuk menghimpun kekuatan melawan penjajah.
Dahulu, rumah tersebut merupakan rumah tinggal keluarga Dr Waworuntu. Pada waktu dijadikan rumah singgah Bung Karno, pemerintah Belanda takut presiden pertama RI itu dimanfaatkan oleh Jepang yang akan mendarat di Indonesia.
Maka dari itulah, Soekarno akan dibuang dari Bengkulu ke luar negeri. Namun, saat akan berangkat, kapal yang akan memberangkatkan Bung Karno rusak.
Pada akhirnya pemerintah Belanda meminta Presiden Soekarno menuju ke Padang dengan mengendarai gerobak sapi.