JAKARTA (Independensi.com) – Penempatan BPJS Kesehatan dibawah Kementerian Kesehatan adalah sudah tepat. Hal ini seperti tercantum dalam Bab XIII Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan Pasal 425. Karena Kementerian Kesehatan adalah pelaksana kebijakan Presiden di bidang kesehatan.
Demikian ditegaskan Roy Pangharapan dari Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) di Jakarta, Jumat (12/5) meluruskan pemahaman yang salah dari oknum-oknum yang anti RUU Kesehatan yang sedang digodok DPR-RI.
Dalam Bab XIII RUU Kesehatan Pasal 425, dijelaskan bahwa BPJS Kesehatan tetap merupakan badan hukum publik dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Kesehatan.
“Justru RUU Kesehatan memastikan mekanisme kontrol dan tanggung jawab BPJS Kesehatan kepada Kementerian Kesehatan sebagai tangan presiden RI di bidang kesehatan. Ini pemahaman dasar bernegara yang mudah dipahami. Jangan salah mengerti dong,” jelas Roy Pangharapan.
Selama ini menurutnya banyak persoalan karena UU SJSN dan UU BPJS hanya mengatur BPJS Kesehatan bertanggung jawab langsung pada Presiden tanpa keterlibatan Kemenkes.
“Semua masalah ditagihnya ke presiden langsung, padahal ada Menkes sebagai pembantu presiden dalam bidang kesehatan hanya bisa nonton presidennya kelimpungan dengan berbagai tugas. Inikan gak bener dong,” ujarnya.
Soal dana BPJS menurutnya selama ini peserta penerima bantuan iuran (PBI) memang dibayar pemerintah pakai APBN dan APBD sebanyak 98 juta orang.
“Sementara peserta yang membayar iuran setornya ke BPJS. Yang gotong royong itu pemerintah, BPJS terima dana masyarakat tapi gak bisa audit pemerintah. Katanya independen tapi fasilitas kesehatan pakai milik negara. Ada banyak kesalahan yang merugikan dalam UU SJSN dan UU BPJS
Ia mengingatkan bahwa tenaga kesehatan adalah PNS yang melayani kesehatan. Tapi gaji mereka dibayar BPJS.
“Di era dokter BPJS ini dokter dibayar murah sehingga kualitas merosot. Alat kesehatan yang dibayar BPJS juga yang paling murah. Sehingga dokter mengeluh soal kualitas benang jahit yang dipakai ketika tindakan operasi beresiko pasien ausah sembuh,” jelasnya.
Sekarang saatnya menurut Roy Pangharapan, sistim jaminan kesehatan nasional dibenahi lewat RUU Kesehatan Omnibus Law agar rakyay mendapatkan Jaminan Kesehatan terbaik sampai sembuh.
Oleh karena itu menurutnya penting dimasukkan dalam UU Kesehatan pasal pembebasan iuran bagi pasien kelas 3, karena pemerintah yang menanggung semua pembiayaan di kelas 3 di RS Pemerintah Indonesia.
” Yang mau naik kelas bayar mandiri langsung atau bayar iuran BPJS mandiri. Pemerintah hanya siapkan dana kesehatan untuk seluruh rakyat 270 juta orang di kelas 3 dan puskesmas,”
“Kalau pakai itungan BPJS kelas 3 iurannya 35.000 x 270 juta sama dengan Rp 9,450 triliun katakan disediakan 10 trilun per tahun. Kan gak semua 270 juta orang sakit semua. Pengalaman Jamkesmas 2004-2009 hanya yerpakai 10%, atau 945 milyar doang. Setelah dipotong kapitasi puskesmas juga masih nyisa uang yang bisa kembali ke kas negara buat dipakai tahun depan lagi. Ketimbang sekaran dana BPJS Kesehatan gak bisa diaudit padahal uang pungutan dari rakyat, pelayanan kesehatan terus memburuk, pak Jokowi dikejar-kejar tanggung jawab. Bernegara jangan amatiran dong,” jelasnya.
Sehingga ABPN, APBD, setoran perusahaan dan iuran masyarakat diprioritaskan untuk pelayanan kesehatan masyarakat bukan untuk yang lain.
“Masak gaji direksi dan manajer BPJS sampai ratusan juta, bangun gedung mewah tapi pasieb terbengkalai negara mendiamkan? Wakil rakyat ngapain aja?” ujarnya. (frs)