Pekanbaru, (Independensi.com) – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru yang dipimpin Dr Salomo Ginting SH,MH dalam sidang yang digelar Selasa (15/8), menolak seluruh eksepsi (keberatan) yang diajukan Daniel Sitorus (57) Direktur Utama PT Danora Agro Prima (DAP) dan Direktur Utama PT Danora Kakao Internasional (DKI).
Daniel Sitorus terdakwa kejahatan perbankan yang diduga menggelapkan uang nasabah warga Pekanbaru hingga Rp 25 miliar itu, sidangnya akan dilanjutkan pada hari Selasa (22/8), dengan agenda mendengarkan saksi-saksi di persidangan.
Sidang agenda putusan sela yang digelar secara on line itu, dipimpin hakim ketua Dr Salomo Ginting SH,MH dengan hakim anggota masing – masing Iwan Irawan SH, MH dan Ahmad Fadil SH,MH, sedangkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Deddy Iwan Budiono SH.
Majelis hakim dalam pertimbangannya menegaskan, bahwa dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sudah disusun dengan cermat, jelas dan lengkap. Sementara eksepsi yang diajukan terdakwa melalui kuasa hukumnya, menurut majelis telah masuk ke dalam materi pokok perkara, bukan syarat formil dakwaan.
Berdasarkan pertimbangan itu, majelis hakim memutuskan menolak eksepsi yang diajukan kuasa hukum terdakwa Daniel Sitorus keseluruhannya, kata Salomo Ginting seraya memerintahkan JPU untuk melanjutkan pemeriksaan perkara dengan menghadirkan saksi-saksi ke persidangan pekan depan. .
Sebagaimana diketahui dalam persidangan sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Deddy Iwan Budiono SH dalam dakwaannya menyebutkan, kejahatan investasi yang dilakukan Daniel Sitorus terjadi medio November 2018 hingga Desember 2019 silam.
Berawal pada Januari 2018, terdakwa selaku Direktur Utama PT DAP yang bergerak di bidang penggilingan biji coklat, eksport lemak coklat dan coklat bubuk, membutuhkan tambahan modal untuk pengembangan usaha perusahaan.
Untuk mendapatkan tambahan modal, terdakwa memiliki ide untuk menghimpun dana dari masyarakat. Dikarenakan PT DAP bukan perusahaan yang bergerak di bidang jasa keuangan dan bukan perusahaan go public, maka untuk menyamarkan penghimpunan dana masyarakat, terdakwa membuat semacam instrumen investasi penempatan dana masyarakat diberi nama Medium Term Note (MTN) PT DAP.
Untuk memasarkan MTN PT. Danora Agro Prima tersebut kepada masyarakat, terdakwa menggandeng PT Danamas Citra Indocapital melalui saksi Amir Hani Marhutala Sitorus. Kemudian, Amir mencari mitra untuk memasarkan deposito MTN PT DAP.
Selanjutnya saksi Amir mempertemukan terdakwa dengan Siva Jonggono, Komisaris Utama PT Cakrawala Investasi Gemilang (CIG), Arwi Nahauwi (Direktur PT CIG), Jerry (Komisaris PT CIG) dan Edison, untuk membahas terkait penghimpunan dana dari masyarakat menggunakan deposito MTN.
Melalui pola MTN PT DAP itu, terdakwa menjanjikan keuntungan berupa bunga yang tinggi yaitu sebesar 10 persen. Setelah pertemuan tersebut, selanjutnya pada tanggal 2 Maret 2018 PT Danamas Citra Indocapital yang diwakili Rudy Soetanto selaku Direktur dan PT CIG yang diwakili Arwi Nahauwi selaku Direktur, menandatangani perjanjian kerjasama.
Perjanjian kerjasama itu pada pokoknya berisi kerjasama antara PT Danamas Citra Indocapital sebagai pihak yang menyediakan instrumen investasi berupa MTN yang diterbitkan PT DAP dengan PT CIG yang memberikan jasa untuk membangun, mengembangkan dan mengelola tim pemasaran MTN PT DAP.
Adapun target dana yang dihimpun dari masyarakat yaitu sebesar Rp1 triliun /tahun. Kemudian sekitar Juli 2018, terdakwa melakukan perubahan perseroan yang menerbitkan MTN dari sebelumnya PT DAP menjadi PT Danora Kakao Internasional (DKI).
Alasannya, akan dipergunakan untuk Go Publik (IPO) sehingga perlu di bentuk perusahaan baru yang khusus untuk menampung penempatan dana dari para nasabah. Hingga akhirnya, terdakwa melalui tim pemasaran sejak November 2018 hingga Nopember 2019, aktif memasarkan deposito MTN PT DKI di Pekanbaru.
PT DKI mengajak masyarakat Pekanbaru untuk menempatkan dananya. Sedikitnya ada enam (6) orang nasabah di Pekanbaru yang berhasil digaet terdakwa melalui tim pemasarannya untuk menanamkan dana ke PT DKI.
Diantaranya, Natalia Napitupulu, Meli Novriyanti, Agus Yanto Manaek Purba, Elida Sumarni Siagian, Oki Yunus Gea dan Aryanti. Tidak tanggung-tanggung, total dana yang dihimpun terdakwa dari nasabahnya itu sebanyak Rp 25 miliar.
Saat itu terdakwa berjanji, bagi nasabah menempatkan sejumlah dana untuk jangka waktu tertentu yaitu 6 bulan, 1 tahun atau 2 tahun dengan tingkat bunga dalam rate tetap yang lebih tinggi, dibandingkan bunga deposito bank pada umumnya yaitu yang berkisar antara 5 – 6 persen per tahun.
Sedangkan penempatan dana melalui produk deposito MTN PT DKI akan mendapatkan bunga 10 persen / tahun yang dibayarkan setiap bulan dan setelah sampai jatuh tempo uang yang ditempatkan akan dikembalikan 100 persen.
Sehingga, deposito MTN PT DKI seolah-olah produk investasi ini aman dan telah memiliki ijin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan memiliki kantor dan pabrik coklat di Jakarta serta memiliki jaminan aset di Bali yang sudah di APHT kepada PT CIG.
Sebagai bukti penempatan dana, nasabah akan diberikan bilyet MTN yang didalamnya terdapat sistem perpanjangan otomatis terhadap MTN yang telah jatuh tempo. Untuk lebih meyakinkan para calon nasabah, tim pemasaran terdakwa yakni Agustina, Edison dan Jerry menunjukkan satu lembar contoh bilyet MTN PT Danora atas nama nasabah lain.
Bilyet itu ditandatangani oleh terdakwa Daniel Sitorus selaku Direktur PT DKI. Awalnya para nasabah yang menempatkan dananya di PT DKI, setiap bulannya sampai dengan bulan Februari 2020 menerima bunga sesuai dengan yang dijanjikan yaitu bunga 10 persen.
Namun belakangan, ternyata produk deposito MTN yang diterbitkan oleh PT DKI itu, tidak memenuhi kriteria obligasi di Pasar Modal dan tidak memenuhi kriteria Surat Berharga Komersial di Pasar Uang. Artinya, MTN yang diterbitkan PT DKI dan yang telah dijual kepada enam nasabah di Pekanbaru sebesar Rp 25 miliar, harus memperoleh izin dari pimpinan OJK.
Akibatnya, sebagaimana diatur dalam Pasal 16 Undang-Undang Perbankan, untuk dapat melakukan penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tersebut, PT DKI harus memperoleh izin usaha sebagai bank dari Pimpinan OJK.
Perbuatan terdakwa bersama tim pemasarannya Agustina, Jerry dan saksi Edison dalam menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dilakukan tanpa memiliki izin usaha dari pimpinan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Atas perbuatan terdakwa itu, JPU menjeratnya dengan tiga pasal berlapis. Pertama, Pasal 46 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan jo.
Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP. Kedua, Pasal 378 KUHP tentang penipuan jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Ketiga, pasal 372 KUHP tentang Penggelapan jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
(Maurit Simanungkalit)