Diduga Gelapkan Uang Nasabah Rp 25 Miliar, Daniel Sitorus Diadili

Loading

Pekanbaru – (Independensi.com) – Sidang dugaan kejahatan perbankan dengan cara menggelapkan uang enam (6) nasabah warga Pekanbaru sebesar Rp 25 miliar, Daniel Sitorus Direktur PT Danora Kakao Internasional (DKI) dan Direktur PT Danora Agro Prima (DAP), Kamis (3/8) digelar di Pengadilan Negeri Pekanbaru.

Sidang dengan agenda pembacaan eksepsi (keberatan-red) terdakwa melalui penasehat hukumnya Elza Syarief Law Firm, dipimpin majelis hakim   Dr Salomo  Ginting SH,MH, dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Deddy Iwan Budiono SH.

Sementara terdakwa Daniel Sitorus mengikuti  sidang dari Rutan Polda Riau di Pekanbaru.

Setelah pembacaan eksepsi dari kuasa hukum terdakwa selesai, hakim Dr Salomo  Ginting menanyakan kepada JPU apakah akan menanggapi (replik-red) eksepsi itu.

“Kami akan menanggapi lewat terlulis Yang Mulia,”kata Deddy. Menanggapi permintaan JPU, hakim kemudian menunda sidang pada Selasa (8/8) pekan depan, dengan agenda replik dari JPU.

Sebagaimana dakwaan JPU yang disampaikan pada sidang minggu lalu, investasi yang dilakukan Daniel ini terjadi medio November 2018 – Desember 2019 silam.

Awalnya, pada Januari 2018 terdakwa selaku Direktur Utama PT (DAP) yang bergerak di bidang penggilingan biji coklat, eksport lemak coklat dan coklat bubuk, membutuhkan tambahan modal untuk pengembangan usaha perusahaan.

Kemudian untuk mendapatkan tambahan modal, terdakwa memiliki ide untuk menghimpun dana dari masyarakat.

Dikarenakan PT DAP bukan perusahaan yang bergerak di bidang jasa keuangan dan bukan perusahaan go public, maka untuk menyamarkan penghimpunan dana masyarakat tersebut, terdakwa membuat semacam instrumen investasi penempatan dana masyarakat yang diberi nama Medium Term Note (MTN) PT DAP.

Untuk memasarkan MTN PT. Danora Agro Prima tersebut kepada masyarakat, terdakwa menggandeng PT Danamas Citra Indocapital melalui saksi Amir Hani Marhutala Sitorus. Kemudian, Amir mencari mitra untuk memasarkan deposito MTN PT DAP.

Selanjutnya saksi Amir mempertemukan terdakwa dengan Siva Jonggono, Komisaris Utama PT Cakrawala Investasi Gemilang (CIG), Arwi Nahauwi (Direktur PT CIG), Jerry (Komisaris PT CIG) dan Edison, untuk membahas terkait penghimpunan dana dari masyarakat menggunakan deposito MTN.

Melalui pola MTN PT DAP, terdakwa menjanjikan keuntungan berupa bunga yang tinggi yaitu sebesar 10 – 12 persen.

Setelah pertemuan tersebut, selanjutnya pada tanggal 2 Maret 2018 PT Danamas Citra Indocapital yang diwakili oleh Rudy Soetanto selaku Direktur dan PT CIG yang diwakili Arwi Nahauwi selaku Direktur, menandatangani perjanjian kerjasama.

Perjanjian kerjasama itu pada pokoknya berisi kerjasama antara PT Danamas Citra Indocapital sebagai pihak yang menyediakan instrumen investasi berupa MTN yang diterbitkan PT DAP dengan PT CIG yang memberikan jasa untuk membangun, mengembangkan dan mengelola tim pemasaran MTN PT DAP.

Adapun target dana yang dihimpun dari masyarakat yaitu sebesar Rp1 triliun pertahun.

Kemudian sekitar Juli 2018, terdakwa melakukan perubahan perseroan yang menerbitkan MTN dari sebelumnya PT DAP menjadi PT Danora Kakao Internasional (DKI).

Alasannya, akan dipergunakan untuk Go Publik (IPO) sehingga perlu di bentuk perusahaan baru yang khusus untuk menampung penempatan dana dari para nasabah.

  1. Hingga akhirnya, terdakwa melalui tim pemasarannya, maupun secara sendiri sejak November 2018 hingga Nopember 2019, aktif memasarkan deposito MTN PT DKI di Pekanbaru. PT DKI mengajak masyarakat untuk menempatkan dananya.

Sedikitnya ada enam orang nasabah di Pekanbaru yang berhasil digaet terdakwa melalui tim pemasarannya untuk menanamkan dana ke PT DKI.

Diantaranya, Natalia Napitupulu, Meli Novriyanti, Agus Yanto Manaek Pardede, Elida Sumarni Siagian, Oki Yunus Gea dan Aryanti Napitupulu. Tidak tanggung-tanggung, total dana yang dihimpun terdakwa dari nasabahnya itu sebanyak Rp 25 miliar.

Saat itu terdakwa berjanji, bagi nasabah menempatkan sejumlah dana untuk jangka waktu tertentu yaitu 6 bulan, 1 tahun atau 2 tahun dengan tingkat bunga dalam rate tetap yang lebih tinggi, dibandingkan bunga deposito Bank pada umumnya yaitu yang berkisar antara 5 – 6 persen per tahun.

Sedangkan penempatan dana melalui produk deposito MTN PT DKI akan mendapatkan bunga 10 persen per tahun yang dibayarkan setiap bulan dan setelah sampai jatuh tempo uang yang ditempatkan akan dikembalikan 100 persen.

Sehingga deposito MTN PT DKI seolah-olah produk investasi ini aman dan telah memiliki ijin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan memiliki kantor dan pabrik coklat di Jakarta serta memiliki jaminan aset di Bali yang sudah di APHT kepada PT CIG.

Sebagai bukti penempatan dana nasabah akan diberikan bilyet MTN yang didalamnya terdapat sistem perpanjangan otomatis terhadap MTN yang telah jatuh tempo.

Untuk lebih meyakinkan para calon nasabah, tim pemasaran terdakwa yakni Agustina, Edison dan Jerry menunjukkan satu lembar contoh bilyet MTN PT Danora atas nama nasabah lain. Bilyet itu ditandatangani oleh terdakwa selaku Direktur PT DKI.

Awalnya para nasabah yang menempatkan dananya di PT DKI,  setiap bulannya sampai dengan bulan Februari 2020 menerima bunga sesuai dengan yang dijanjikan yaitu bunga 10 persen.

Namun  belakangan, ternyata produk  deposito MTN yang diterbitkan oleh PT DKI itu, tidak memenuhi kriteria obligasi di Pasar Modal dan tidak memenuhi kriteria Surat Berharga Komersial di Pasar Uang.

Artinya,  MTN yang diterbitkan PT DKI dan yang telah dijual kepada enam nasabah di Pekanbaru sebesar Rp 25 miliar, harus memperoleh izin dari pimpinan OJK.

Akibatnya, sebagaimana diatur dalam Pasal 16 Undang-Undang Perbankan, untuk dapat melakukan penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tersebut, PT DKI harus memperoleh izin usaha sebagai bank dari Pimpinan OJK.

Perbuatan terdakwa bersama tim pemasarannya Agustina, Jerry dan saksi Edison dalam menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dilakukan tanpa memiliki izin usaha dari pimpinan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Atas perbuatan terdakwa itu, JPU menjeratnya dengan  tiga pasal berlapis. Pertama, Pasal 46 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP. Kedua, Pasal 378 KUHP tentang penipuan jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Ketiga, pasal 372 KUHP tentang Penggelapan jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

 (Maurit Simanungkalit)