JAKARTA (Independensi.com) – Pengamat hukum Kaspudin Nor mengatakan kasus dua oknum jaksa di Kejaksaan Negeri Bondowoso, Jawa Timur ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena diduga menerima suap dalam pengurusan perkara jelas telah mencoreng institusi Kejaksaan.
“Sekaligus memberikan warning kepada Kejaksaan jangan tidur atau terlena melupakan pengawasan dan pembinaan kepada jajarannya di saat kepercayaan publik sedang meningkat kepada kejaksaan,” tutur Kaspudin yang juga mantan anggota Komisi Kejaksaan (Komjak) kepada Independensi.com, Minggu (19/11/2023).
Kaspudin pun sangat menyayangkan terulangnya kembali perbuatan tercela seperti diduga dilakukan kedua oknum jaksa, ditengah upaya Kejaksaan Agung dipimpin Jaksa Agung Burhanuddin dalam mengembalikan dan meningkatkan kepercayaan publik.
“Karena setelah sekian tahun tidak terdengar. Tiba-tiba muncul kejadian di Kejari Bondowoso,” tuturnya seraya mengakui dalam dunia penegakan hukum berbagai godaan pasti dihadapi aparat penegak hukum termasuk aparat kejaksaan.
“Bisa saja karena digoda atau tergoda. Tinggal bagaimana responnya dari aparat penegak hukum menghadapi godaan tersebut, ” katanya seraya mengakui perbuatan tercela bisa juga dilakukan jaksa karena anggaran penanganan perkara minim.
“Karena saya ingat waktu masih tugas di Komjak, banyak satker-satker di lingkungan kejaksaan yang sampai menombok untuk menutupi biaya penanganan perkara,” ungkapnya.
Masalahnya, kata dia, ada satker di daerah tertentu yang sulit alat transportasinya untuk dapat memanggil atau menghadirkan seseorang misalnya untuk diperiksa sebagai saksi atau ahli di kejaksaan atau di pengadilan membutuhkan biaya yang cukup besar.
“Sehingga tidak menutup kemungkinan untuk menutupi biaya penanganan perkara maka ditutupi dari perkara lain yang berpotensi dilakukan dengan menyalahgunakan kewenangan dan tercela seperti menerima suap,” ujarnya.
Namun dia meyakini kasus di Bondowoso tidak akan menggerus kepercayaan publik kepada kejaksaan. “Kalau mengurangi sedikit kepercayaan publik, iya benar. Karena saya percaya masih banyak jaksa-jaksa bagus dengan kinerja baik dan juga memiliki integritas. Kecuali kalau kemudian terulang lagi,” katanya.
Masalahnya, tutur Kaspudin, tidak menutup kemungkinan kasus yang sama terjadi juga di satuan-satuan kerja lainnya di lingkungan kejaksaan. “Hanya saja ini yang terungkap, yang lain tidak.”
Kaspudin juga menyatakan mendukung dan menilai tindakan pimpinan Kejaksaan Agung untuk memecat sementara kedua oknum jaksa tersebut yaitu Kajari Bondowoso Puji Triasmoro dan Kasi Pidsus Alexander Kristian Diliyanto Silaen (AKDS) sudah tepat.
“Sudah tepat, sambil menunggu KPK bisa membuktikan atau tidak perbuatan keduanya itu di pengadilan. Jika terbukti tentu keduanya bakal dipecat sebagai PNS. Tapi kalau tidak terbukti maka harus dipulihkan,” kata dosen tetap Fakultas Hukum Universitas Satya Gama ini.
Kaspudin menyebutkan juga kasus di Bondowoso sebagai jeweran bagi Komjak yang kini jarang mengingatkan Kejaksaan sebagai mitranya untuk tetap meningkatkan pengawasan dan pembinaan kepada jajarannya melalui kegiatan sosialisasi.
“Kan Komjak dengan kejaksaan adalah mitra. Dalam arti kebaikan saling mengingatkan dan mendukung peningkatan kinerja atau supporting system dalam hal semangat kerja,” ujarnya.
Seperti diketahui KPK menangkap Kajari Bondowoso Puji Triasmoro dalam operasi tangkap tangan (OTT) dan menetapkannya sebagai tersangka karena diduga menerima uang sebesar Rp475 juta atas pengurusan perkara di Kejari Bondowoso.
Selain Puji juga dijadikan tersangka dan ditahan yaitu Kasi Pidsus Alexander Kristian Diliyanto Silaen . Serta dua dari pihak swasta yaitu Yossy S Setiawan dan Andhika Imam Wijaya selaku pengendali CV Wijaya Gemilang.(muj)