Foto : tersangka kasus dugaan penyelewengan dana desa Pucakwangi saat digelandang petugas Kejaksaan Negeri Lamongan Jawa Timur menuju ke Lapas.

Diduga Selewengkan Dana Desa, Kades dan Kaur Pucakwangi Babat Lamongan di Penjara

Loading

LAMONGAN (Independensi.com) – Kejaksaan Negeri (Kejari) Lamongan, Jawa Timur, menahan kepala desa (kades) beserta bendaharanya. Karena diduga melakukan korupsi berupa penyalahgunaan wewenang dalam mengelola keuangan desa. 

Kedua tersangka yang kini meringkuk di Lapas kelas IIB Lamongan, adalah BCK (35) Kades Pucakwangi, Kecamatan Babat dan YS (48) Kepala Urusan Keuangan yang merangkap sebagai bendahara Desa Pucakwangi.

Kasi Intel Kejari Lamongan, M Fadly Arby, mengatakan dalam kurun waktu tahun 2017 hingga tahun 2019 di Desa Puncakwangi telah terjadi tindak pidana korupsi berupa penyalahgunaan wewenang dalam mengelola keuangan Desa yang dilakukan oleh kedua tersangka.

“Akibat perbuatan tersangka yang diduga menyelahgunakan wewenang daam pengelolaan keuangan, mengakibatkan desa mengalami kerugian sebesar Rp 147.281.600,” ujarnya dalam keterangan persnya, Jumat (8/12).

Menurut Fadly, modus yang dilakukan tersangka adalah melakukan pembayaran dan pengeluaran uang kas desa tidak sesuai peraturan perundang-undangan. Karena tidak dilengkapi dengan bukti pertanggungjawaban, yang mengakibatkan desa mengalami kerugian lebih dari Rp 100 juta lebih.

“Sejumlah penyalahgunaan wewenang dalam mengelola keuangan desa, yang dilakukan tersangka. Yakni, mengambil kebijakan pembayaran pajak kegiatan pembangunan jalan rabat beton sendang dari Dana Desa Tahun 2018 dan menggunakan dana PAD Tahun 2018 sebesar Rp 21 juta yang pembayarannya tidak sesuai peruntukannya,” ungkapnya.

Selain itu lanjut Fadly, tersangka mengambil kebijakan pembayaran pajak PBB masyarakat desa dari dana PAD Tahun 2019 sebesar Rp 26.728.000 yang pembayarannya juga tidak sesuai peruntukannya.

“Tersangka juga melakukan pembelian meubelair, aksesoris dan pemeliharaan lainnya dari Dana ADD Tahun 2019 sebesar Rp 13.200.000 direalisasikan diluar kegiatan yang ditetapkan dalam APBDes,” imbaunya.

Dugaan penyalahgunaan wewenang lainnya adalah, tersangka melakukan pengeluaran dana ADD sebesar Rp 7.385.400 yang tidak ditemukan bukti pertanggungjawabannya. Tersangka juga meminjamkan uang PAD tahun 2017 dan 2018 Kepala Pengurus HIPPAM yang totalnya sebesar Rp 28.668.200,” urainya.

Padahal, sambung Fadly tidak ada ketentuan yang memperbolehkan uang PAD dipinjamkan kepada pihak ketiga dan tanpa ada perjanjian serta sampai saat ini belum dikembalikan.

“Bahwa tersangka menerima uang dari Bendahara Desa sebagaimana kuitansi tertanggal 02/01/2017 sebesar Rp 400 ribu, kuitansi bulan april 2017 sebesar Rp 13,8 juta, kuitansi tanggal 18/08/2017 sebesar Rp 20 juta, kuitansi tanggal 16/01/2018 sebesar Rp 5 juta dan Rp 39,2 juta akan tetapi tidak ada pertanggungjawabannya,” paparnya.

“Berdasarkan keterangan dari tersangka, uang tersebut diberikan kepada tim pelaksana lapangan pekerjaan rabat beton akan tetapi tidak menerima uang tersebut,” tukasnya.

Fadly menambahkan masih banyak penyalahgunaan wewenang dalam mengelola keuangan desa lainnya yang dilakukan tersangka. Hal itu akan terus dikembangkan oleh pihaknya, sehingga penahanan terhadap tersangka dilakukan.

“Kedua tersangka ini, ada dalam berkas perkara yang berbeda,” tutup Fadly. (Dol)