Hal tersebut setelah adanya pertemuan bersama antara warga Perum GPR, Forkopicam Kebomas, Dinas Cipta Karya Perumahan dan Kawasan Pemukiman (DKCKP) Gresik dan Kepala Desa Prambanan serta pihak terkait lainnya. Namun, pihak pengembang (developer) PT Titian dan PT Megatama Bumi Permai tidak hadir.
Menurut Camat Kebomas Tri Joko Efendi, pertemuan atau rapat dilakukan untuk fasilitasi dan koordinasi dalam mencari titik temu yang solusitif terhadap persoalan fasum pemakaman warga Perum GPR agar terselesaikan sesuai ketentuan.
“Forum ini diselenggarakan dalam rangka menindaklanjuti surat dari YLBH Fajar Trilaksana bernomor 30.1/YLBHFT/SUM/III/2024, tanggal 30 April 2024 selaku kuasa hukum warga GPR dengan tujuan meklarifikasi terhadap penyelesaian tanah fasum makam agar ada kepastian secara hukum,” ujarnya, Rabu (3/7) malam.
“Melalui pertemuan ini, kami berharap persoalan fasum tidak terus berlarut-larut setelah adanya kepastian hukum dalam pemanfaatannya. Namun, disaat yang sangat penting ini pihak PT Titian dan PT Megatama selaku pengembang justeru tidak hadir,” katanya.
Sementara, Direktur YLBH Fajar Trilaksana, Andi Fajar menjelaskan bahwa pihak diberi kuasa oleh warga GPR untuk melakukan pendampingan secara hukum dalam memperjuangkan hingga menyelesaikan persoalan fasum makam itu.
“Kami diberi amanat melalui kuasa Khusus tanggal 16 April 2024 oleh warga GPR, untuk melakukan pendampingan memperjuangkan lahan fasum ini. Karena itu, kami langsung bergerak melakukan identifikasi dan langkah langkah startegis untuk menyelesaikannya secara hukum,” tuturnya.
Apalagi lanjut Andi, sebelumnya sudah ada kesepakatan bersama antara pihak warga GPR dengan pihak pengembang perumahan.
“Waktu itu warga GPR diwakili oleh Laily Rachmat dkk dan pihak pengembang PT. Megatama Bumi Permai telah menyanggupi fasum berupa tanah makam seluas 2000 M² yang telah dituangkan dalam Akta Notaris 02 tanggal 09 Maret 2015 dibuat oleh salah satu Notaris di Gresik bernama Arifin Hartanto, SH.MK.n.,” ungkapnya.
“Tujuan utama dari pertemuan ini adalah untuk memastikan bahwa fasum makam yang sebelumnya telah disepakati antara pengembang dan warga Perum GPR memiliki kepastian hukum. Sehingga, warga bisa mendapatkan hak-haknya sesuai dengan aturan atau ketentuan undang-undang terkait fasum makam,” tukasnya.
Andi menambahkan bahwa sesuai dengan apa yang disampaikan oleh pihak DKCKP, Dinas PMPTSP dan Bagian Hukum Pemkab Gresik dalam rapat. Penyediaan fasum makam di suatu kawasan perumahan atau pemukiman merupakan kewajiban pengembang untuk menyediakannya.
“Tidak hanya fasum, fasilitas sosial (fasis) jika merujuk pada aturannya juga wajib disediakan oleh pihak pengembang kawasan pemukiman. Jika itu tidak ada, tentunya izin usahanya patut dipertanyakan. Sebab sesuai dengan aturan hukum, izin apapun jika semua yang dipersyaratkan terpenuhi maka bisa diberikan atau dikeluarkan,” imbaunya.
“Persoalan fasum makam di Perum GPR, terkatung-katung persoalannya sejak tahun 2015. Karena pihak pengembang tidak kunjung memberikannya kepada warga, meski telah berkali-kali diminta warga. Akibatnya jika ada warga yang meninggal, meski sudah menetap di Perum GPR selama puluhan tahun tidak biaa menempati fasum yang sebelum telah disediakan hingga harus dimakamkan diluar atau ke daerah lain,” paparnya.
Sedangkan pihak Dinas CKPKP dan dinas PM PTSP melalui perwakilannya menjelaskan dalam forum rapat, bahwa posisi fasum makam di Perum GPR harusnya telah tersedia saat mengajukan izin untuk pengembangan perumahan sejak awal tahun 2010 silam.
“Dari segi perijinan untuk perumahan pertama kali oleh PT Titian, karena PT Titian pailit maka terjadi proses lelang oleh pihak Bank. Kemudian beralihlah ke PT Megatama. Bahkan, sesuai data yang ada diketahui ada 2 kali perubahan Site Plan di tahun 2015 dan 2022 Namun perubahan tersebut tidak merubah dari tata letak keberadaan fasum makam seluas 2000 M²,” terangnya.
“Jadi oleh karena semua data pendukung terkait fasum makam sudah jelas oleh pihak terkait, maka dalam hal serah terima, baik diserah terimakan atau tidak maka lahan sesuai site plan makam tersebut langsung bisa di manfaatkan oleh warga Perum GPR,” tandas Kuasa Hukum warga GPR Andi Fajar usai mendengarkan pemaparan dari pihak DPMPTSP dan DKCKP.
Untuk diketahui seperti yang diberitakan independensi.com sebelumnya, bahwa warga Green Prambangan Residen (GPR) Desa Prambangan, Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik, sejak perumahan aktif berpenghuni tahun 2015 hingga saat ini. Jika ada warga yang meninggal dunia tidak punya tempat pemakaman dan takut memakamkannya di lokasi fasum makam yang sebenarnya sudah ada.
Sehingga warga terpaksa harus melakukan pemakaman di tempat lain, atau terpaksa membawa pulang jenazah ke daerah asalnya. Namun, berkat perjuangan panjang warga GPR menemukan titik terang setelah mendapatkan penjelasan dari pihak-pihak terkait yang memiliki kepastian hukum dan mengikatnya sesuai dengan ketentuan. (Mor)