Pekanbaru- Wakil Ketua DPRD Riau Syafaruddin Poti dikenal sebagai tokoh yang konsisten memperjuangkan kepentingan petani sawit, baik petani sawit di daerah asalnya, Kabupaten Rokan Hulu (Rohul) maupun di seluruh Provinsi Riau.
Salah satu bukti nyata perjuangan Poti bagi kepentingan petani sawit, adalah ketika kader PDI Perjuangan itu menggagas panitia khusus (pansus) terkait konflik lahan perkebunan yang melibatkan petani dan perusahaan di Riau.
Gagasan ini terlontar pada 2021. Pembentukan pansus ini diharapkan Poti dapat menyelesaikan konflik lahan petani sawit dengan korporasi, seperti yang terjadi di Kabupaten Kuantan Singingi.
Karena keteguhan sikap membela petani sawit, Poti pun diberikan amanah untuk memimpin Dewan Pimpinan Daerah Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASIndo) Kabupaten Rokan Hulu periode 2021-2026.
Setelah dilantik, Poti pun memperjuangkan program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) yang dia nilai kurang tersosialisasikan kepada masyarakat Rokan Hulu.
Lalu pada 2022, Syafaruddin Poti meminta Bupati se-Riau menyurati Presiden Joko Widodo untuk menghentikan kebijakan larangan ekspor minyak sawit mentah (CPO). Poti menilai, larangan ekspor itu telah merugikan para petani sawit.
Poti juga mendorong para bupati untuk menghimpun petani swadaya agar bermitra dengan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) di sekitar mereka. Hal ini dilakukan Poti, karena sebagian perusahaan PKS tak menerima tandan buah segar (TBS) kelapa sawit petani.
Tak hanya itu, Poti juga mendorong Pemerintah Provinsi Riau untuk membuat Perda yang bisa mengakomidir kemitraan petani sawit dengan PKS.
Poti meminta hal itu, karena masih banyak petani sawit yang belum mampu berkebun dengan hasil yang optimal.
Poti juga menilai, banyak petani yang masih kebingungan pada harga sawit yang tidak sejalan dengan hukum pasar. Poti berharap, Perda itu nantinya bisa memberikan perhatian khusus bagi petani untuk dapat menghasilkan tandan buah yang sesuai permintaan.
Dengan begitu, harga yang diterima petani bisa lebih baik, sesuai dengan harga yang ditetapkan oleh pemerintah.
Pembelaan Poti pada para petani berlanjut. Pada 2023, Poti meminta Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Riau untuk melakukan tera ulang timbangan buah kelapa sawit di Pabrik Kelapa Sawit yang ada Riau.
Hal itu menurut Poti perlu dilakukan agar buah kelapa sawit yang dijual petani ke PKS betul-betul sesuai dengan beratnya. Dengan begitu, para petani sawit tak dirugikan oleh timbangan yang tak pas.
Poti juga mendesak Dinas Perkebunan Provinsi Riau untuk menetapkan harga TBS kelapa sawit yang berasal dari petani swadaya. Sebab, Poti mengetahui bila selama ini petani swadaya menjual TBS kelapa sawitnya jauh dari harga yang ditetapkan Dinas Perkebunan.
Hal itu dikarenakan, Dinas Perkebunan hanya menetapkan harga TBS bagi petani yang merupakan mitra perusahaan. Padahal kalau petani kelapa sawit swadaya harga TBS-nya sama dengan pemerintah, kesejahteraannya akan meningkat.
Demikianlah konsistensi Syafaruddin Poti dalam membela petani.