Hal itu dikemukakan Direktur YLBH FT, Andi Fajar Yulianto, pasalnya lahan yang sedianya sebagai lokasi fasum pemakaman warga. Tiba-tiba terpasang papan bertuliskan larangan, untuk digunakan sebagaimana semestinya.
“Jadi saat ada warga Perum GPR meninggal kemarin, Jumat (20/9/2024) siang. Tiba-tiba di lokasi fasum makam dipasang papab larangan, akhirnya warga GBR pun bingung saat akan memakamkan jenazah,” ujarnya, Sabtu (21/9).
Menurut Fajar, pemasangan papan itu ditengarai baru dilakukan oleh pihak pengembang saat mengetahui ada warga Perum GPR yang meninggal. Sehingga, dipasanglah papan bertuliskan larangan agar jenazah tidak dimakamkan di lahan fasum.
“Kami sudah cek papan nama itu, ternyata baru dipasang PT Megatama. Karena cor yang digunakan untuk penguat kaki papan nama, masih terlihat baru semennya masih tampak basah. Ini tindakan tidak manusiawi,” tegas legal warga GPR ini dengan nada geram.
Melihat temuan itu, Fajar menambahkan pihaknya langsung berkoordinasi dengan pihak Camat Kebomas, Babinsa dan tokoh masyarakat setempat. Akhirnya semua sepakat, untuk memakamkan jenazah warga GPR di fasum sesuai siteplan untuk makan sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh Pemkab Gresik.
“Setelah adanya kesepakatan bersama itu, Jumat malam hari akhirnya jenazah kami makamkan di lokasi fasum,” imbaunya.
Lebih lanjut Fajar menyampakan, jika PT Megatama tidak terima lalu membongkar jasad yang telah dimakamkan tentu akan ada konsekuensinya.
“Silahkan dibongkar jasad yang dikubur itu, jika ingin berhadapan dengan masyarakat dan hukum,” tukasnya.
Sikap yang diambil pihaknya bersama sejumlah pihak terkait, sambung Fajar bukan semena-mena. Namun, berdasarkan rapat bersama dengan sejumlah pihak terkait waktu itu. Hingga menghasilkan keputusan, bahwa posisi fasum makam warga Perumahan GPR sesuai siteplan perumahan.
“Persoalan tersebut sempat terjadi 2 kali perubahan, setelah kepemilikan perumahan berpindah dari PT Titian yang dinyatakan pailit ke PT Megatama. Sehingga terjadi proses lelang oleh pihak bank, bahwa lokasi fasum makam warga Perum GBR baik di tahun 2015 maupun tahun 2022, tidak berubah dengan tata letaknya seluas 2.000 meter persegi,” tuturnya.
“Dalam kesepakatan rapat saat itu, dihadiri oleh Dinas Cipa Karya Perumahan dan Kawasan Permukiman (DCKPKP), Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Dinas Satpol PP, Bagian Hukum Pemkab Gresik dan Forkopimcam Kebomas, yang dipimpin oleh Camat Kebomas Tri Joko Efendi, pada 3 Juni 2024 lalu,” ungkapnya.
“Apa yang dilakukan PT Megatama ini, bentuk pelecehan terhadap kewibawaan Pemkab Gresik. Karena fasum yang telah ditetapkan sebagai tempat makam warga, dilanggarnya saat ada warga GPR meninggal. Ujug-ujug pihak pengembang langsung memasang papan larangan di lahan makam,” tandasnya. (Mor)