Denpasar (Independensi.com) – Wacana pembangunan Sekolah Bali Mandara yang akan berdiri di semua Kabupaten/Kota yang dikemukakan pasangan Koster-Giri terasa janggal dan bertolak belakang keputusan Wayan Koster terdahulu yang memberangus Sekolah Bali Mandara untuk orang miskin gara-gara kehabisan anggaran. Cagub Made Muliawan Arya (De Gadjah) menyindir bahwa wacana kedua Paslon tersebut hanya kemasan propaganda selama kampanye berlangsung saja dengan memanfaatkan isu keberlanjutan pembangunan Sekolah Bali Mandara.
Hal tersebut diungkapkan De Gadjah dalam debat kedua pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Bali 2024 yang berlangsung di The Meru, Sanur, pada Sabtu (9/11/2024), berbagai isu penting dibahas, termasuk kebijakan mengenai pendidikan.
Seperti diketahui, Sekolah Bali Mandara, yang dikenal dengan sistem berasrama untuk mendidik anak-anak Bali dari keluarga miskin, menjadi topik hangat dalam debat ini. Calon Wakil Gubernur Nomor Urut 2, I Nyoman Giri Prasta, menanggapi pertanyaan dari calon Gubernur nomor urut 1, Made Muliawan Arya (De Gadjah), terkait perubahan kebijakan pada era pemerintahan sebelumnya.
“Tidak ‘match’ antara ucapan saat kampanye dengan tindakan yang justru memberangus keberadaan Sekolah Bali Mandara,” kata De Gadjah.
De Gadjah mengingatkan bahwa selama masa jabatan Gubernur Wayan Koster 2018-2023, program sekolah berasrama ini sempat dibatalkan dengan alasan pembatasan anggaran dan pemerataan pendidikan. Namun, dalam kampanye saat ini, pasangan calon nomor urut 2 berjanji untuk melanjutkan dan memperluas program ini ke seluruh kabupaten/kota di Bali.
Menanggapi hal tersebut, Giri Prasta memastikan bahwa jika mereka terpilih, mereka akan mengembangkan sekolah Bali Mandara di setiap kabupaten/kota di Bali, bahkan dari tingkat SD hingga SMK. Giri menyatakan, “Kami akan gratiskan sekolah mulai dari SD, SMP, SMA, SMK, dan ini adalah janji yang akan kami penuhi,” serta menegaskan komitmennya terhadap pemerataan akses pendidikan yang lebih baik bagi masyarakat Bali.
Namun, De Gadjah menanggapi janji tersebut dengan skeptis, mengingat inkonsistensi kebijakan yang ada sebelumnya. De Gadjah mengatakan bahwa meskipun janji tersebut sering muncul dalam kampanye, pada kenyataannya kebijakan tersebut justru dihentikan selama masa jabatan pasangan calon sebelumnya. Ia juga menekankan pentingnya pengelolaan anggaran negara yang transparan dan bertanggung jawab. (hd)