Somya Dorong Pengawasan Dalam Persidangan Terdakwa A.A. Ngurah Oka

Loading

Denpasar (Independensi.com) – Sungguh malang nasib Anak Agung Ngurah Oka yang didakwa atas dugaan pemalsuan silsilah namun ironisnya dari fakta persidangan bahwa seluruh saksi-saksi tidak ada satupun yang menerangkan secara terperinci mengenai tuduhan perbuatan pidana yang telah dilanggarnya. Bahkan pencabutan sepihak tandatangan dalam dokumen Silsilah oleh mantan camat kota Denpasar A.A. Gede Risnawan Denpasar Selatan pada 27 September 2025 silam dilakukan setelah pensiun dari jabatannya tersebut yang berpotensi mengangkangi ketentuan UU No. 30 Tahun 2014 tentang Undang-Undang Administrasi Pemerintahan.

Polemik tersebut mencuat setelah kesaksian camat kota Denpasar Selatan A.A. Gede Risnawan Denpasar Selatan di persidangan Anak Agung Ngurah Oka yang didakwa atas dugaan pemalsuan silsilah (Pasal 263) pada Selasa (12/2/2025) lalu di PN Denpasar.

JPU menuntut Terdakwa Ngurah Oka dengan dakwaan Pasal 263 KUHP dengan dugaan Pemalsuan Dokumen Silsilah Waris, namun kuat dugaan penetapan status hukumnya penuh dengan rekayasa serta penuh dengan kejanggalan.

Terlepas dari kesemuanya itu, Tindakan mantan camat tersebut berpotensi mengangkangi ketentuan UU No. 30 Tahun 2014 tentang Undang-Undang Administrasi Pemerintahan.

“Seperti diketahui UU No. 30 Tahun 2014 yang mengatur bahwa keputusan tata usaha negara hanya dapat dibatalkan melalui mekanisme resmi, seperti putusan pengadilan atau proses administratif oleh pejabat berwenang saat ini, maka faktanya status SHM tetap sah, Silsilah juga masih sah,” terang I Made Somya Putra, SH. MH.

Risnawan mengklaim bahwa tanda tangan dalam silsilah dicabut, Pencabutan tanda tangan setelah bertahun-tahun berlalu, tanpa dasar hukum yang jelas, dapat dikategorikan sebagai penyalahgunaan wewenang serta berpotensi melanggar hukum administrasi negara maupun pidana.

“Namun Ironisnya pula hal tersebut terjadi di hari yang sama pasca mantan Camat Denpasar Selatan, Anak Agung Gede Risnawan diperiksa oleh pihak kepolisian pada 27 September 2023 silam namun di hari yang sama pula dirinya mencabut keabsahan tanda tangan pada surat pernyataan silsilah waris yang akhirnya malah membuat Klien saya A.A. Ngurah Oka statusnya menjadi tersangka,” ujar Somya.

Menurutnya, Pencabutan tanda tangan terjadi setelah bertahun-tahun berlalu, tanpa dasar hukum yang jelas dan tentunya dapat dikategorikan berpotensi sebagai penyalahgunaan wewenang serta berpotensi melanggar hukum administrasi negara maupun pidana.

“Tindakan mantan camat Risnawan tersebut cenderung bersifat subjektif karena hanya berdasarkan screenshot foto-foto yang berasal dari berkas penyidik berdasarkan permohonan silsilah waris atas leluhurnya I Gusti Gde Raka Ampug di Banjar Jero Kepisah,” tukas Somya.

Permohonan pernyataan ini pada mulanya direstui sebab faktanya kaling (Kepala Lingkungan) dan lurah dalam kesaksiannya juga telah menyatakan mendengar dan mengetahui bahwa I Gust Raka Ampug dari Jro Kepisah adalah orang tua terdakwa dan faktanya Kaling dan Lurah pun tidak pernah meminta untuk mencabut tanda tangannya.

Kepolisian, Pengadilan Tinggi dan Komisi Yudisial (KY) harus menelusuri kejanggalan di peradilan ini terkait dari pencabutan surat pernyataan PP ppn secara sepihak atas dari Mantan Camat Denpasar Selatan, Anak Agung Gede Risnawan yang terjadi pada 27 September 2023 yang akhirnya tak dipungkiri beberapa jam kemudian malah menjadikan kliennya A.A. Ngurah Oka menjadi tersangka padahal sudah ada suatu keputusan pengadilan meski di kasus yang lain yang menyatakan bahwa I Gusti Gde Raka Ampug adalah orang yang sama. Meskipun dia berdalih bahwa pencabutan tandatangan dalam silsilah yang dicabutnya terjadi perbedaan ejaan dan huruf huruf (I Gst, Gde atau tanpa awalan huruf I) dalam permohonan pensertifikatan namun kesemua lokasi permohonan berada di Banjar Jero Kepisah.

“Dengan banyaknya kejanggalan Kasus ini, dan jawaban dari saksi-saksi yang dihadirkan tidak relevan maka, sejatinya kasus ini tidak layak untuk dipersidangkan sebab hanya menjadi ‘sampah’ di peradilan, Majelis Hakim yang mulia semestinya membebaskan terdakwa dari segala tuntutan karena dipastikan tidak ada suatu perbuatan hukum (mens rea) yang dilakukan terdakwa,” pungkas Somya. sejatinya kasus ini tidak layak untuk dipersidangkan sebab hanya menjadi sampah di persidangan, Majelis Hakim yang mulia semestinya membebaskan terdakwa dari segala tuntutan karena dipastikan tidak ada suatu perbuatan hukum pidana (mens rea) yang dilakukan terdakwa,” pungkas Somya. (hd)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *