Denny JA saat memberikan penjelasan agama dan spiritualitas di era Artificial Intelligence (AI) di Jakarta, Jumat (14/2/2025).

Pemikiran Denny JA Masuk Kurikulum Perguruan Tinggi: Agama di Era AI, Tantangan dan Transformasi

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Mulai semester genap tahun 2025, pemikiran Denny JA mengenai agama dan spiritualitas di era Artificial Intelligence (AI) akan menjadi bagian dari kurikulum di berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta di Indonesia.

Materi ini akan diajarkan baik sebagai mata kuliah mandiri maupun bagian dari mata kuliah yang sudah ada. Langkah ini menandai era baru dalam diskursus akademik tentang agama, yang kini dipandang dari perspektif kemajuan teknologi dan perubahan sosial.

Ahmad Gaus AF, Ketua Pelaksana Program Esoterika Fellowship Program (EFP), menjelaskan bahwa integrasi pemikiran Denny JA bertujuan untuk memberikan perspektif baru kepada mahasiswa tentang bagaimana peran agama dan spiritualitas berevolusi di tengah kemajuan AI.

“Denny JA menyoroti bahwa AI telah mendemokratisasi akses terhadap informasi agama, sehingga siapa pun dapat mengeksplorasi sejarah, tafsir alternatif, hingga kritik terhadap doktrin tanpa perantara otoritas keagamaan tradisional,” ujar Gaus.

Era AI: Agama, Ulama, dan Perubahan Paradigma

Menurut teori yang dikemukakan Denny JA, kehadiran AI berpotensi menggeser peran ulama, pendeta, dan biksu sebagai sumber utama pengetahuan agama. Situasi ini menantang peran pemuka agama untuk lebih reflektif daripada dogmatis.

Terdapat tujuh prinsip utama yang menjadi inti gagasan Denny JA mengenai agama di era AI:

1. Keyakinan Agama Tidak Berkorelasi dengan Kualitas Kehidupan Bernegara
Negara yang religius tidak otomatis lebih bahagia atau bebas korupsi. Sebaliknya, negara-negara Nordik yang cenderung sekuler memiliki indeks kebahagiaan dan integritas tinggi.

2. Agama Bertahan Bukan Karena Kebenaran Faktual, tetapi Makna Simbolis
Narasi agama sering kali bertentangan secara historis, tetapi tetap dipercaya karena menawarkan harapan dan identitas sosial.

3. Agama Bukan Lagi Satu-Satunya Panduan Hidup Bahagia dan Bermakna
Psikologi positif dan ilmu kebahagiaan menawarkan formula alternatif untuk hidup yang lebih bermakna, seperti konsep 3P + 2S (Personal Relationship, Positivity, Passion, Small Winning, Spirituality).

4. Era AI Mengubah Peran Otoritas Agama
Dengan akses informasi yang luas, individu menjadi lebih mandiri dalam menafsirkan iman mereka, mengurangi ketergantungan pada otoritas keagamaan tradisional.

5. Agama Semakin Menjadi Warisan Kultural Milik Bersama
Perayaan keagamaan kini dinikmati oleh semua orang, bukan hanya penganutnya. Meditasi, misalnya, yang berasal dari tradisi Hindu dan Buddha, kini digunakan oleh banyak orang tanpa memandang agama.

6. Tafsir Agama yang Bertahan Adalah yang Selaras dengan Hak Asasi Manusia
Tafsir yang mendukung kesetaraan dan kebebasan individu lebih bertahan dibanding tafsir yang mendukung diskriminasi atau perbudakan, yang kini ditinggalkan.

7. Komunitas adalah Kunci Sosialisasi Gagasan Spiritual Baru
Gagasan spiritual hanya akan bertahan jika didukung oleh komunitas yang merayakan nilai-nilai inklusif.

 

Teknologi sebagai Jembatan, Bukan Pengganti Spiritualitas

Menurut Gaus, pemikiran Denny JA tentu akan menuai kritik. Sebagian pihak menganggap gagasan ini terlalu menekankan rasionalitas dan perubahan sosial, tanpa cukup mempertimbangkan dimensi transendental agama.

Namun, Denny JA tidak bermaksud menggantikan agama dengan AI. Ia menyoroti bagaimana AI membantu manusia menggali pemahaman spiritual yang lebih luas.

Di biara sunyi Tibet, misalnya, AI membantu biksu menemukan makna tersembunyi dalam teks kuno. Kuil Kodaiji di Kyoto, Jepang, bahkan memperkenalkan Mindar, robot pendeta berbasis AI, untuk menyampaikan khotbah Buddha.

“Tapi teknologi tidak menggantikan doa,” ujar Gaus. “AI bukan ancaman bagi spiritualitas, melainkan lentera baru bagi pencarian batin.”

Dengan masuknya pemikiran ini ke dalam kurikulum, mahasiswa diharapkan dapat mengembangkan pemahaman yang lebih luas tentang peran agama dan spiritualitas di era digital.

Seperti yang dikatakan Denny JA: “Agama Warisan Kultural Milik Kita Bersama.”

Kini, pertanyaan reflektif pun muncul:
Di era AI, apakah agama akan kehilangan sakralitasnya, atau justru menemukan makna baru?.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *