Presiden Prabowo Subianto. (ist)

Prabowo Siap Segera Lanjutkan Pemulihan Hak Korban dan Keluarga Korban 13 Kasus Pelanggaran HAM Berat

Loading

Jakarta, Independensi.com – Presiden Prabowo Subianto akan segera melanjutkan pemulihan hak korban dan keluarga korban 13 kasus pelanggaran HAM berat yang telah dirintis oleh Presiden Joko Widodo.

Untuk itu Presiden Prabowo Subianto akan segera mengeluarkan Keppres dan Inpres yang akan menjadi dasar hukum kelanjutan pemulihan korban dan tak keberulangan pelanggaran HAM.

Demikian Wakil Menteri HAM, Mugianto Sipin dalam Forum Publik Relawan Persatuan Nasional yang bertemakan “Proyeksi Indonesia Di Masa Depan Menurut Tokoh Reformasi 98” di Jakarta, Jumat 14 Februari 2025.

“Kami, pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka yang yang akan take over melanjutkan pemulihan korban dan keluarga korban kasus 13 pelanggaran HAM berat yang telah dirintis oleh Presiden Jokowi,” tegas Mugianto Sipin menjawab keraguan masyarakat.

Mugianto menjelaskan komitmen Presiden Prabowo Subianto bukan hanya memulihan hak-hak korban dan keluarga korban tapi juga memastikan tidak lagi terjadi keberulangan kasus pelanggaran HAM di Indonesia.

“Oleh karena itu dibentuklah kementerian HAM yang lebih besar tanggung jawabnya untuk fokus memastikan tidak lagi terjadi pelanggaran HAM di Indonesia,” tegasnya dalam acara yang dipandu oleh Ketua Umum Relawan Persatuan Nasional, Muhammad Ikhyar Velayati itu.

“Pemulihan hak korban tidak bisa ditunda-tunda lagi karena sebagian besar korban udah pada sepuh,” ujar Mugianto.

Mugianto mengatakan selama ini pelanggaran HAM disorot hanya pada konflik vertikal negara dan rakyat saja. Namun pelanggaran HAM yang lebih luas terjadi dimasyarakat dalam aspek Ecosoc (ekonomi, sosial dan budaya).

Pelanggaran HAM Hampir terjadi disemua aspek kehidupan masyarakat. Saat ini menjadi tugas Kementerian HAM untuk melakukan desiminasi dan penyadaran HAM pada semua kementerian dan lembaga pemerintah di pusat maupun di daerah, sipil maupun militer, swasta dan masyarakat luas.

“Jangan adalagi pelanggaran HAM di sektor kesehatan, pendidikan, ekonomi, sosial, budaya, antar agama, suku anak dalam, perempuan, anak, lingkungan hidup, hubungan industrial, pertanahan dan lain sebagainya. Semua menjadi tanggung jawab dan kewenangan pemerintah untuk memastikan HAM ada disetiap kepala orang Indonesia,” ujarnya.

Mugianto juga menjelaskan dalam waktu dekat akan dilakukan peresmian Memorial Living Park di Pidi, Aceh pada April 2025 sebagai peringatan agar jangan lagi terjadi pelanggaran HAM.

Kementerian HAM juga mendorong inisiasi masyarakat untuk membangun memorial serupa seperti di Kampus Universitas Atmajaya dan Universitas Trisakti.

“Di Surabaya ada monumen Herman Hendrawan dan Bimo Petrus Nugraha. Juga di Kalimantan Tengah dan Barat, Poso, Papua dan Ambon. Semua bertujuan sebagai peringatan agar tidak terjadi lagi,” paparnya.

Ia juga memastikan desminasi HAM akan masuk dalam kurikulum dan silabus sejak pendidikan dasar yang akan membawa peradaban baru bagi generasi akan datang.

“Semua ini tidak mungkin bisa dilakukan tanpa keterlibatan semua pihak, tanpa keterlibatan masyarakat. Oleh karena itu rakyat harus ikut bergerak terlibat dalan desiminasi HAM dari desa sampai kota, disemua sektor, jangan ada yang buta HAM!,” tegasnya.

Ia kemudian juga menjelaskan bahwa sedang dipersiapkan sistim audit HAM yang akan dijalankan disemua sektor pemerintah dan sektor privat dengan standar kesepakatan internasional, yang bisa menjadi rujukan bersama. Audit ini penting untuk memastikan semua pihak patuh dan menghormati HAM.

“Tentu saja semua akan merujuk pada preambule dan cita-cita kita bernegara yaitu menuju masyarakat adil makmur,” tegasnya.

Mendukung Efisiensi

Mugianto yang pernah menjadi korban pelanggaran HAM berat juga menegaskan bahwa Kementerian HAM mendukung efisiensi yang menjadi kebijakan Presiden Prabowo Subianto saat ini.

“Anggaran yang kita pakai saat ini adalah warisan dari alokasi dana direktorat jenderal HAM masa lalu yaitu Kemenham Rp 174 miliar. Setelah terkena efisiensi jadi Rp60 miliar. Dengan jumlah segitu kami tetap bekerja. Kami sedang mengajukan permohonan satu triliun lagi,” ujarnya.

Aan Rusdianto yang juga pernah menjadi korban pelanggaran HAM Berat bersama Mugianto dalam kesempatan yang sama terlihat manggut-manggut mendengarkan penjelasan Wakil Menteri HAM tersebut.

“Semua itu adalah kerja berat. Tapi kita pasti bisa. Jangan lupa kita tetap harus bersatu menghadapi masa depan yang lebih kompleks. Tidak mungkin Prabowo-Gibran bisa menyelesaikan sendiri dan menghadapi tantangan masa depan tanpa keterlibatan kita dan seluruh rakyat. Hanya ada satu jalan yaitu Persatuan Nasional!” tegas Aan Rusdianto yang saat ini menjabat Komisaris Pelindo.

Pengakuan Negara

Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, seperti diketahui sebelumnya Jokowi menyampaikan simpati dan empati kepada para korban dan keluarga korban.

“Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus, saya sebagai Kepala Negara Republik Indonesia mengakui bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa,” kata Jokowi, 11 Januari 2023.

Ada 12 kasus pelanggaran HAM berat yang diakuiJokowi. Mulai dari Peristiwa 1965-1966; Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985; Peristiwa Talangsari, Lampung 1989; Peristiwa Rumoh Geudongd an PosSattis, Aceh 1989; dan Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998.

Lalu Peristiwa Kerusuhan Mei 1998; Peristiwa Trisakti dan Semanggi I – II 1998-1999; Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999; Peristiwa Simpang KKA, Aceh 1999; Peristiwa Wasior, Papua 2001-2002; Peristiwa Wamena, Papua 2003; dan Peristiwa Jambo Keupok, Aceh 2003.

Jokowi menyampaikan simpati dan empati kepada para korban dan keluarga korban
“Saya dan pemerintah berusaha untuk memulihkan hak-hak para korban secara adil dan bijaksana, tanpa menegasikan penyelesaian yudisial,” kata Jokowi.

Pernyataan di atas disampaikan Jokowi setelah menerima laporan dari Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat (PPHAM).

Tim itu dibentuk Jokowi berdasar Keppres nomor 7 tahun 2022. Tim itu mempunyai tugas untuk melakukan pengungkapan dan upaya penyelesaian nonyudisial pelanggaran HAM berat masa lalu berdasarkan data dan rekomendasi yang ditetapkan Komnas HAM sampai 2020.

Tim juga bertugas merekomendasikan pemulihan bagi korban atau keluarganya dan merekomendasikan langkah untuk mencegah pelanggaran HAM tidak terulang di masa depan. Tim itu kemudian menyerahkan laporan akhir ke Jokowi.

Sepanjang sejarah republik, ini jadi pertama kali negara mengakui dan menyesali peristiwa pelanggaran HAM berat.

Beragam reaksi pun bermunculan. Ada yang mengkritisi, tak sedikit mengapresiasi. Kelompok yang mengkritisi menyorot cara negara dalam menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat lewat jalur nonyudisial.

Menurut mereka, mekanisme rekonsiliasi nonyudisial tidak menuntaskan kewajiban Indonesia dalam menyelesaikan kasus-kasus HAM berat di bawah hukum internasional.

Sebaliknya, ada juga publik yang mengapresiasi pengakuan negara yang diutarakan oleh presiden.

Apresiasi publik dapat dipahami mengingat langkah Jokowi tersebut jadi terobosan penting atas kebuntuan penyelesaian kasus HAM berat di masa lalu. Kebuntuan yang berlangsung sejak era Soeharto sampai Susilo Bambang Yudhoyono.

Namun, di atas semua hal, yang terpenting adalah respons positif dari korban dan keluarga korban pelanggaran HAM berat masa lalu.

Tugas Wakil Menteri HAM

“Saya dan pemerintah berusaha untuk memulihkan hak-hak para korban secara adil dan bijaksana, tanpa menegasikan penyelesaian yudisial,” kata Jokowi.

Pernyataan di atas disampaikan Jokowi setelah menerima laporan dari Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat (PPHAM).

Tim itu dibentuk Jokowi berdasar Keppres nomor 7 tahun 2022. Tim itu mempunyai tugas untuk melakukan pengungkapan dan upaya penyelesaian nonyudisial pelanggaran HAM berat masa lalu berdasarkan data dan rekomendasi yang ditetapkan Komnas HAM sampai 2020.

Tim juga bertugas merekomendasikan pemulihan bagi korban atau keluarganya dan merekomendasikan langkah untuk mencegah pelanggaran HAM tidak terulang di masa depan. Tim itu kemudian menyerahkan laporan akhir ke Jokowi.

Sepanjang sejarah republik, ini jadi pertama kali negara mengakui dan menyesali peristiwa pelanggaran HAM berat.

Beragam reaksi pun bermunculan. Ada yang mengkritisi, tak sedikit mengapresiasi. Kelompok yang mengkritisi menyorot cara negara dalam menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat lewat jalur nonyudisial.

Menurut mereka, mekanisme rekonsiliasi nonyudisial tidak menuntaskan kewajiban Indonesia dalam menyelesaikan kasus-kasus HAM berat di bawah hukum internasional.

Sebaliknya, ada juga publik yang mengapresiasi pengakuan negara yang diutarakan oleh presiden.

Apresiasi publik dapat dipahami mengingat langkah Jokowi tersebut jadi terobosan penting atas kebuntuan penyelesaian kasus HAM berat di masa lalu. Kebuntuan yang berlangsung sejak era Soeharto sampai Susilo Bambang Yudhoyono.

Namun, di atas semua hal, yang terpenting adalah respons positif dari korban dan keluarga korban pelanggaran HAM berat masa lalu.

Sebelumnya, Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai berbicara soal kasus pelanggaran HAM berat. Pigai mengatakan masalah penanganan kasus pelanggaran HAM berat akan diserahkan ke Wakil Menteri (Wamen) HAM Mugiyanto Sipin.

“Soal HAM berat saya perintahkan, mendelegasikan Pak Wamen untuk menangani. Jadi semua yang sudah lama dilakukan, sama akan dilanjutkan,” kata Pigai saat rapat di Komisi XIII DPR, Jakarta, Rabu (5/2/2025).

Dia mengatakan komitmen penyelesaian kasus HAM berat di era Presiden Jokowi dan Presiden Prabowo tetap sama. Instrumen penanganan pelanggaran HAM berat, seperti pemenuhan hak korban, bakal dilakukan.

“Soal HAM berat begini, pemerintah selama Pak Jokowi maupun Pak Prabowo sama, tidak ada beda. Apa yang dilakukan Presiden Jokowi maupun Presiden Prabowo sama, 12 kasus sama, restitusi korban, rekonsiliasi dan rehabilitasi sama,” kata dia.

Pigai mengaku sudah berkomunikasi dengan Kementerian Sosial dan Kementerian Kesehatan untuk mendukung hal tersebut. Terkait dasar hukumnya, kata Pigai, bakal diterbitkan berupa Keputusan Presiden (Keppres) atau Instruksi Presiden (Inpres).

“Tinggal kami hadirkan Keputusan Presiden aja dan Instruksi Presiden, kita bikin baru karena 2023 sudah selesai. Jadi kami harus bikin Inpres dan Keppres baru,” sebutnya. “Anggaran yang kita pakai saat ini adalah warisan dari alokasi dana direktorat jenderal HAM masa lalu yaitu Kemenham Rp 174 miliar. Setelah terkena efisiensi jadi Rp60 miliar. Dengan jumlah segitu kami tetap bekerja. Kami sedang mengajukan permohonan satu triliun lagi,” ujarnya.

Aan Rusdianto yang juga pernah menjadi korban pelanggaran HAM Berat bersama Mugianto dalam kesempatan yang sama terlihat manggut-manggut mendengarkan penjelasan Wakil Menteri HAM tersebut.

“Semua itu adalah kerja berat. Tapi kita pasti bisa. Jangan lupa kita tetap harus bersatu menghadapi masa depan yang lebih kompleks. Tidak mungkin Prabowo-Gibran bisa menyelesaikan sendiri dan menghadapi tantangan masa depan tanpa keterlibatan kita dan seluruh rakyat. Hanya ada satu jalan yaitu Persatuan Nasional!” tegas Aan Rusdianto yang saat ini menjabat Komisaris Pelindo. (eft)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *