JAKARTA (IndependensI.com) – Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro pun menagatakan, Indonesia merupakan negara dengan penduduk yang begitu besar. Sehingga dibutuhkan pasokan vaksin Covid 19 yang sangat banyak dan tidak bisa hanya bergantung dari luar negeri.
“Kita ini negara dengan 260 juta penduduk. Otomatis kita tidak boleh bergantung sepenuhnya pada vaksin impor. Tentunya pemerintah juga concern terhadap pandemi ini agar dapat diselesaikan sesegera mungkin,” tuturnya dalam Webinar HUT Partai Golkar, Selasa (20/10/2020).
Oleh karena itu, lanjut Bambang, pemerintah menggunakan 2 jalur untuk pengadaan vaksin yang diyakini menjadi kunci dari masalah pandemi. Vaksin impor sendiri merupakan upaya pemerintah agar menyelesaikan permasalahan pandemi secepat mungkin.Sementara untuk Vaksin Merah Putih dipersiapkan untuk jangka menengah dan panjang.
Bambang menjelaskan, sebuah negara bisa terbebas dari pandemi jika melakukan vaksin terhadap 2/3 penduduknya. Artinya 180 juta penduduk RI wajib disuntik vaksin COVID-19.
Sementara itu setiap orang diwajibkan untuk disuntik sebanyak 2 kali vaksin. Oleh karena itu dibutuhkan sekitar 360 juta dosis vaksin COVID-19.
“Tidak ada sejarahnya kita melakukan vaksinasi se-massal ini dalam jangka waktu pendek,” tuturnya.
Selain itu vaksin yang disuntikkan tidak bisa bertahan seumur hidup di tubuh manusia. Oleh karena itu vaksinasi dilakukan secara berkala.
“Kemungkinan vaksin COVID-19 dari manapun tidak akan bertahan seumur hidup. Misalkan divaksin pada 2021 ada kemungkinan 2022 dan 2023 harus divaksin lagi. Karena virusnya juga tidak hilang. Oleh karena itu vaksin merah putih dikondisikan untuk jangka menengah panjang,” terangnya.
Sementara itu Direktur Utama Bio Farma Honesti Basyir menambahkan, untuk Vaksin Merah putih saat ini tengah dalam proses pengembangan prototype vaksin. Diperkirakan prototype itu baru bisa selesai di kuartal I-2021.
“Prototype itu akan diserahkan ke Bio Farma. Setelah itu kami melakukan uji pre klinis terhadap mamalia tertentu,” tuturnya.
Setelah itu, lanjut Honesti, baru dilakukan uji klinis mulai dari tahap I, tahap II dan tahap II. Proses panjang itu ditargetkan baru selesai pada periode kuartal II-IV 2022 dan baru bisa diproduksi secara massal.