JAKARTA (IndependensI.com) – PSSI bikin kejutan usai lebaran. Tanpa bicara dengan peserta Gojek Traveloka Liga 1 2017, organisasi yang dipimpin Letjen Edy Rahmayadi itu seenaknya mengubah regulasi kompetisi.
PSSI meminta PT Liga Indonesia Baru (LIB) selaku operator mengubah regulasi pergantian pemain dari lima kembali menjadi tiga pemain. Selain itu, pemain pengganti yang ada di bangku cadangan juga kembali ke tujuh pemain dari sebelumnya sembilan pemain.
Alasan yang dijadikan patokan adalah telah terbentuknya timnas U-23 yang akan mengikuti kualifikasi Piala AFC U-23 dan SEA Games 2017. Kewajiban klub menurunkan tiga pemain U-23 minimal 45 menit pun tidak diberlakukan lagi terhitung mulai 3 Juli 2017 sampai berakhirnya SEA Games 2017 pada 30 Agustus 2017.
PT LIB lewat suratnya tertanggal 29 Juni 2017 yang ditanda tangani Direktur Utama Berlington Siahaan menambahkan aspek fairness kompetisi mengingat jumlah pemain yang dipanggil ke timnas U-23 tidak merata, dan untuk menjaga kualitas serta popularitas kompetisi sebagai alasan aturan itu dicabut!
“Entah ini hadiah lebaran atau lelucon. Regulasi kompetisi seenaknya diganti di tengah jalan. Bila semua bisa diubah semaunya buat apa ada regulasi?,” kata Akmal Marhali, Koordinator Save Our Soccer #SOS.
“Konsisten untuk tidak konsisten dalam penerapan regulasi. Mungkin inilah kehebatan kompetisi sepakbola Indonesia dibandingkan negara lainnya yang ingin dijaga. Mau dibawa ke mana sepakbola kita?”
Tidak konsistennya PSSI dan LIGA dalam menerapkan regulasi adalah penyakit kronis sepakbola nasional yang sudah akut. Sejak tahun 2008 ketika FIFA dan AFC mensosialisasikan Lisensi Klub Profesional dengan lima aspeknya (Legalitas, Infrastruktur, Keuangan, Supporting, dan Sumber Daya Manusia), sepakbola Indonesia selalu bersikap acuh. Akhirnya, kompetisi sepakbola nasional jalan di tempat.
“Bila sejak 2008 sepakbola Indonesia konsisten dan komitmen terhadap aturan, kompetisi kita sudah setara J-League Jepang dan Australian League,” kata Akmal.
“Tapi, kita lebih memilih untuk menabrak semua aturan demi kepentingan-kepentingan sesaat yang kadang tak masuk akal. PSSI lebih senang dengan kontroversi daripada prestasi. Sayangnya Pemerintah dalam hal ini (Kemenpora) melalui BOPI sebagai pengawas olahraga profesional seperti sudah kehilangan kekuatan untuk memberikan teguran dan peringatan,” Akmal menambahkan.
Sejatinya, pergantian pemain dari tiga kelima di awal musim sudah menjadi kotroversi. Maklum, kebijakan itu melanggar Law of The Game FIFA yang dikeluarkan The International Football Association Board 2016/2017. Dalam peraturannya terkait Kompetisi Resmi (Official Competitions), FIFA menyatakan “A maximum of three substitutes may be used in any match played in an official competition organised under the auspices of FIFA, confederations or national football associations.” (Maksimal tiga pergantian pemain yang bisa dilakukan dalam satu pertandingan pada kompetisi resmi yang digelar di bawah kendali FIFA, Konfederasi, maupun Asosiasi Sepakbola Nasional”.
Pada bagian penjelasan (explanation) juga dipaparkan bahwa “FIFA, confederations, and national football associations can allow up to maximum of five substitutes in all competitions except at the highest level.” (FIFA, Konfederasi, dan Asosiasi Sepakbola Nasional boleh mengizinkan maksimal lima pergantian pemain di semua kompetisi kecuali di level tertinggi.” “PSSI juga telah melanggar statutanya sendiri. Di pasal 8 Statuta PSSI tentang Law of The Game disebutkan PSSI dan tiap anggotanya melangsungkan permainan sesuai dengan Law of the Game yang dikeluarkan oleh IFAB,” kata Akmal.
Sejatinya, bukan soal pergantian lima pemain saja kebijakan PSSI menabrak aturan FIFA, AFC, bahkan statuta PSSI sendiri. Berpindah-pindahnya markas Perseru serui selama Ramadan juga sudah “menistakan” Regulasi Liga 1. Pasal 9 Statuta PSSI, menegaskan “Badan dan Ofisial PSSI harus menaati Statuta, peraturan-peraturan, instruksi-instruksi, keputusan-keputusan dan Kode Etik FIFA, AFC dan PSSI dalam kegiatannya.” Melanggar aturan, bisa berujung sanksi FIFA.
FIFA sendiri melalui suratnya saat PSSI mengajukan pergantian pemain dari tiga kelima di awal musim tidak dalam posisi merestui. Mereka meminta PSSI mengajukan proposal untuk dikaji tim dari FIFA yang akan turun langsung mengawasi rencana tersebut.
“Bisa jadi atau mungkin saja kembalinya pergantian pemain dari lima ketiga ini karena ada teguran dari FIFA. Atau bisa juga ini kepentingan kelompok tertentu. Sudah menjadi rahasia umum, kompetisi kita dikuasai beberapa kelompok yang membawa kepentingan masing-masing,” kata Akmal penuh tanda tanya.
“PSSI harus transparan memberikan penjelasan dengan gamblang agar tak menimbulkan polemik berkepanjangan. Karena transparansi adalah pengejawantahan dari jargon PSSI #Profesional dan #Bermartabat yang dicanangkan,” Akmal mengungkapkan.
Bikin kompetisi profesional kok coba-coba? Itu namanya gak profesional.