JAKARTA (Independensi.com) – Pengamat politik dan Pendiri Lembaga Survey Indonesia (LSI), Denny Januari Aly Ph.D, mengatakan, publikasi di jurnal imiah masih sangat rendah di Indonesia.
“Padahal semakin banyak populasi sebuah negara, seharusnya semakin banyak pula tulisan warga di negara itu dalam jurnal ilmiah,” kata Denny JA, Sabtu, 13 Februari 2021.
“Sayangnya kesimpulan ini tak berlaku di Indonesia,” tambah Denny.
Sebuah list rangking 196 negara disusun berdasarkan jumlah artikel yang dipublikasi dalam jurnal ilmiah.
Klasifikasi itu dibuat berdasarkan data dari Institute for Scientific Information’s Science Citation Index (SCI) dan Social Sciences Citation Index (SSCI).
Tiga populasi terbesar dunia menempati rangking 1, 2 dan 3 dalam jumlah paper akademik yang dipublikasi warganya. Yaitu China (528,263 tulisan ilmiah), Amerika Serikat (422, 808), dan India (135, 788).
“Indonesia adalah negara dengan jumlah populasi terbesar ke empat. Seharusnya Indonesia berada di rangking ke empat. Setidaknya jika merosot, seharus Indonesia tetap berada dalam rangking 10 besar,” kata Denny.
Namun data menunjukkan lain. Rangking Indonesia dalam menulis di jurnal ilmiah berada nomor 19.
Dengan jumlah populasi 270 juta, warga Indonesia di tahun 2018 hanya menyumbangkan 26,498 tulisan ilmiah.
Sementara penduduk Netherland, hanya 17, 28 juta. Itu hanya 1/16 total polulasi Indonesia. Jumlah penduduk Netherland bahkan lebih sedikit dari penduduk di Jawa Barat.
“Tapi sumbangan warganya dalam menulis di jurnal ilmiah di atas Indonesia: 30,457 tulisan ilmiah,” ujar Denny.
Membaca data itu, sebagai akademisi Indonesia, saya merasa bersalah.
“Disertasi untuk sah menjadi Ph.D adalah karya ilmiah yang terakhir. Itulah kritik yang sering disampaikan kepada akademisi Indonesia,” ucap Denny.
Selesai kuliah tingkat doktor, umumnya selesai pula ia menjadi akademisi.
Sang doktor, Ph.D, kemudian tenggelam menjadi intelektual publik dengan tulisan populer. Atau Ia menjadi penasehat kementrian.
Atau Ia menjadi komentator di tekevisi. Asongan menjadi panelis di sini dan di sana. Menjadi pejabat. Atau alih profesi.
Sang akademisi pun sirna sebagai akademisi. Ia tidak menyumbangkan tulisan akademis yang dimuat di jurnal ilmiah.
“Kritik ini pun berlaku untuk saya. Sudah sekitar 57 judul buku yang saya tulis. Sudah lebih dari 1000 paper riset saya dan teman-teman buat di Lingkaran Survei Indonesia dalam 15 tahun terakhir. Itu berkaitan dengan survei opini publik pilkada dan Pemilu,” ujar Denny.
Tapi seberapa banyak sumbangan tulisan saya pada jurnal akademik? Yang dimuat dalam peer to peer journal?
Yang publikasinya diseleksi oleh sesama akademisi internasional?
Untuk ilmu sosial, jurnal yang memiliki reputasi adalah yang berada dalam list SCORPUS.
Scopus kini menjadi database yang menyimpan dan membuat rangking journal akademik itu. Journal yang tak terdaftar dalam Scopus dianggap belum menjadi bagian jurnal akademik internasional.
“Untuk menebus rasa bersalah.
Sayapun berjumpa dan berdiskusi dengan Eriyanto. Ia pakar ilmu komunikasi UI. Ia juga lama menjadi peneliti senior di Lingkaran Survei Indonesia,” kata Denny.
“Kami pun menuliskan kisah Covid-19 di Indonesia dalam 11 paper akademik, untuk dimuat di Jurnal akademik.”
Jurnal akademik mempunyai nuansa yang berbeda. Yang dipentingkan di sana, bagaimana sebuah peristiwa atau kasus dapat menyumbang bagi pembentukan sebuah teori (theoritical building).
“Selesai sudah 11 paper akademik kami tulis dalam bahasa Inggris. Semua dibuat berdasarkan kasus Covid 19. Semua disusun dalam rangka theoritical building di bidang komunikasi politik,” ujar Denny.
Proses penulisan 11 paper ini memakan waktu kurang lebih setahun.
Sebagian data diambil dari survei LSI Denny JA. Kadang Eriyanto menjadi penulis pertama. Kadang saya menjadi penulis pertama.
Tulisan sudah dikirim kepada 11 jurnal akademik yang terdaftar di Scorpus. “Semoga semuanya bisa dipublikasi di tahun ini,” ujar Eriyanto optimis.
“Satu paper kami sudah dipublikasi. Tinggalah menunggu 10 paper lainnya.”
Ada ini link tulisan saya besama Eriyanto yang dimuat peer reviewed journal dalam daftar Scopus itu.
Ini studi mengenai discoure Covid-19, dari bulan November 2019-April 2020. Studi ini meriset evolusi discourse para tokoh (aktor pemerintah dan publik), dalam 1123 pernyataan yang terekam di media.
“Tulisan ini setidaknya mengobati rasa bersalah saya. Sekian lama absen dalam kontribusi tulisan di jurnal akademik internasional,” kata Denny.
Judul tulisan: Discourse Network of a Public Issue Debate: Study of Covid-19 Cases in Indonesia.(Aju)