JAKARTA (Independensi.com) – Pengamat hukum Abdul Fickar Hadjar menilai terpidana dua tahun penjara kasus korupsi cessie Bank Bali Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Soegiarto Tjandra yang sempat buron tidak sepatutnya mendapat remisi atau pengurangan hukum.
“Karena itu kalau Menteri Hukum dan HAM kritis seharusnya pemberian remisi selama dua bulan kepada Djoko Tjandra dibatalkan,” kata Fickar kepada Independensi.com, Minggu (22/8).
Dia mengakui remisi memang hak dari narapidana seperti diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1999 tentang Pemasyarakatan yang turunannya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor (PP) 99 Tahun 2021.
Namun, tuturnya, dalam PP Nomor 99 diatur juga pemberian remisi kepada narapidana yang merugikan negara seperti terorisme dan termasuk korupsi harus memenuhi syarat.
Antara lain, kata dia, berkelakuan baik, sudah menjalani 1/3 (sepertiga) hukuman, menjadi justice collabarator dan telah membayar denda. “Sementara dalam konteks Djoko Tjandra sesungguhnya tidak ada alasan untuk memberikannya remisi. Karena tidak memenuhi syarat berkelakuan baik,” ujarnya.
Masalahnya, ungkap Fickar, selain sebagai pelarian atau buronan, juga tindak pidana yang dilakukan sangat merugikan masyarakat. Apalagi, ujar dia, adanya perbuatan Djoko Tjandra bersama mantan jaksa Pinangki dan rangkaian penyuapan yang dilakukannya telah mengorbankan beberapa jenderal di kepolisian.
Oleh karena itu, tutur dia, patut diwaspadai apa alasan yuridis logisnya dari pemberian remisi tersebut. “Jangan sampai pertimbangan pemberian remisi non yuridis. Apalagi jika permainan uang. Ini jelas selain merusak sistem juga merusak birokrasi.”
Dikatakannya juga sangat mengada-ngada kalau alasan pemberian remisi karena Djoko Tjandra berkelakuan baik dan sudah menjalani sepertiga hukuman. “Jelas Ditjen Pemasyarakatan tidak peka terhadap rasa keadilan yang hidup di masyarakat,” ujar Fickar.
Ditjen Pemasyarakatan pada Kemenkum dan HAM melalui Kabag Humas dan Protokol Rika Apriantia sebelumnya membenarkan adanya pemberian remisi selama dua bulan kepada Joko Soegiarto Tjandra dalam rangka Hari Kemerdekaan RI ke-76.
Rika menyebutkan pemberian remisi sudah sesuai pasal 14 ayat 1 huruf (i) Undang-undang Nomor 12 tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan yang menyatakan narapidana berhak mendapatkan Remisi.
“Selain juga sesuai Pasal 34 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006,” kata Rika dalam keterangan tertulisnya, Kamis (19/8). Bunyi pasal dalam PP 28/2006 yakni Bagi Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme, narkotika dan psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat, dan kejahatan transnasional terorganisasi lainnya, diberikan Remisi apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut: a) berkelakuan baik; b) telah menjalani 1/3 (satu per tiga) masa pidana.
Dikatakan Rika kalau Joko Tjandra sudah menyandang status narapidana berdasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor: 12/K/PID.SUS/2009 Tanggal 11 Juni 2009 yang sudah memperoleh kekuatan hukum tetap.
“Joko Tjandra juga sudah menjalani 1/3 hukuman sejak 28 Maret 2021 dan ini remisi pertama bagi terpidana Joko Soegianto Tjandra yang memenuhi syarat adalah Remisi Umum Tahun 2021,” kata Rika.(muj)