KUDUS – Menjelang Pemilihan Kepala Daerah Serentak (Pilkada) 2024 yang akan berlangsung pada November mendatang, suhu politik di berbagai daerah semakin memanas.
Sejumlah nama yang memiliki kedekatan dengan tokoh-tokoh penting nasional mulai muncul dalam bursa calon kepala daerah.
Salah satunya adalah Mawahib Afkar yang dipasangkan dengan Hartopo untuk bertarung di Pilkada Kabupaten Kudus.
Mawahib Afkar, adalah adik dari Nusron Wahid yang santer diisukan bakal menjadi menteri di kabinet Prabowo-Gibran. Muwahib Afikar sendiri kini tengah bertarung di Pilkada Kudus mengincar posisi sebagai Wakil Bupati Kudus.
Kombinasi politik ini memunculkan kekhawatiran di kalangan masyarakat terkait potensi penyalahgunaan jabatan kakaknya apabila Nusron resmi menjabat sebagai menteri di masa mendatang.
Pengamat Kebijakan Publik, Yanuar Wijanarko, menyoroti risiko tersebut dan mengingatkan agar pejabat negara tidak memanfaatkan jabatan mereka untuk mendukung salah satu calon dalam Pilkada.
“Jika ada pejabat yang memanfaatkan program pemerintah untuk memenangkan kandidat tertentu, hal ini melanggar aturan.Apalagi jika mengajak langsung untuk memilih, itu sudah bertentangan dengan UU Pemilu,” jelas Yanuar pada Jumat, 18 Oktober 2024, di Jakarta.
Menurut UU Pemilu No. 7, pejabat negara yang ingin terlibat dalam kampanye harus mengajukan izin cuti terlebih dahulu.
Jika melanggar, mereka bisa dijatuhi sanksi pidana hingga tiga tahun penjara dan denda sebesar Rp 36 juta.
“Setiap pejabat negara yang dengan sengaja membuat keputusan atau tindakan yang menguntungkan salah satu peserta pemilu bisa dikenakan hukuman tersebut,” tambahnya.
Sebagai informasi, Mawahib Afkar sebelumnya menjabat sebagai anggota Komisi E DPRD Jawa Tengah dari Fraksi Golkar.
Ia juga dikenal sebagai pengurus tim sepakbola Persiku Kudus bersama Nusron Wahid. Dalam Pilkada 2024 ini, Mawahib dan Hartopo didukung oleh koalisi partai besar, termasuk Golkar, Demokrat, Gerindra, serta PSI dan beberapa partai nonparlemen.