Denpasar (Independensi.com) – Ada-ada saja motif dan perilaku orang dalam menjatuhkan karakter dan nama baik seseorang yang tujuannya mengarah ke tindakan pembunuhan karakter (character Assassination). Dan hal tersebut dialami oleh seorang Praktisi hukum Esther Hariandja, S.E., S.H., dirinya tidak menduga nama baiknya dan kredibilitasnya selaku Advokat dirugikan atas pemberitaan salah satu media, yaitu Indonesian News Tabloid Penyelidik Penegak Hukum Edisi 646/ Minggu, 11 November 2024 yang berjudul “Diduga WNA Australia dan Oknum Advokat Melakukan Kejahatan Intelektual untuk Kuasai Villa Milik WNI dengan Membuat Surat Palsu dan Memalsukan Tanda Tangan”.
Hal tersebut diberitakan secara gamblang dan jelas dalam salah satu Tabloid yang menyatakan, bahwa Esther Hariandja telah melakukan kejahatan intelektual.
Demikian disampaikan Managing Partner EHP Law Firm dibawah pimpinan Esther Hariandja, SE., SH., saat melakukan klarifikasi pers di Denpasar, Kamis, 28 November 2024.
“Saya tidak tahu menahu masalah ini. Kebetulan Tabloid ini keluarnya di 11 November 2024 dan foto yang terpampang di halaman depan ini telah terjadi pada tahun 2022 dengan materi yang berbeda dan tidak sama,” kata Esther Hariandja.
Menyikapi pemberitaan tersebut, Esther Hariandja merasa sangat keberatan atas timbulnya masalah ini, apalagi pekerjaannya menyangkut Advokat.
Untuk itu, Esther Hariandja bakal mengambil langkah hukum dengan meminta pertanggungjawaban media Indonesia News.
“Yang pasti kami akan melayangkan Surat Somasi dan membuat laporan ke Polda Bali atas pencemaran nama baik,” terangnya.
Anehnya, Esther Hariandja belum pernah sama sekali bertemu wartawan media tersebut, untuk dan dikonfirmasi terkait isi pemberitaan.
“Di foto itu, saya dulu berambut panjang, padahal aslinya sekarang berambut pendek dan disamping saya itu mantan klien,” tambahnya.
Sebelumnya, Esther Hariandja menceritakan kronologis kejadiannya bermula pada tahun 2022, saat pihaknya meng-handle salah satu kasus kliennya yang bermasalah dengan mantan istrinya atas perebutan villa dan hak asuh anaknya, seperti terpampang di tabloid pada waktu itu.
“Ditengah jalan, saya mundur dan partner saya yang masih melanjutkan kasus tersebut. Jadi, urusan berikutnya, saya sama sekali tidak tahu menahu,” ungkapnya.
Meski demikian, hingga saat ini, Esther Hariandja belum pernah mengunjungi kantor redaksi Tabloid yang berposisi di Surabaya, Jawa Timur, untuk memberikan hak jawab klarifikasi dan juga belum melaporkan kasusnya ke Dewan Pers. Bahkan, susunan redaksi Tabloid tersebut sudah dicek berulang-ulang, tapi tidak ada satupun yang dikenal.
“Saya belum laporkan itu, karena saya sedang fokus dengan kasus-kasus yang lainnya. Jadi, kita berbagi tugas. Saya langsung somasi. Untuk hak jawab dan laporkan ke Dewan Pers, itu rencananya baru akan kami lakukan setelah ini,” paparnya.
Tak hanya itu, Esther Hariandja mengganggap kasus ini sebagai pencemaran nama baik dan fitnah. Apalagi, tabloid ini disebarkan secara sengaja di parkiran dan mall-mall diantaranya SideWalk Jimbaran Mall.
“Kebetulan kemarin saya dapat berita dari beberapa orang, itu mereka memberi info, bahwa tabloid ini disebarkan secara sengaja didepan kaca mobil yang sedang parkir. Saya tidak tahu apa maksud dan tujuan, bahkan saya tidak ngerti,” sebutnya.
Oleh karena itu, Esther Hariandja meminta nama baiknya dikembalikan, karena kerjanya berhubungan dengan klien.
Apalagi, pencemaran nama baik adalah tindakan melanggar hukum, yang dapat merugikan korbannya.
Pencemaran nama baik dapat dilakukan dengan lisan, surat atau media sosial.
“Unsur-unsur pencemaran nama baik adalah Menyerang kehormatan atau nama baik orang lain, Menuduh melakukan suatu perbuatan, Menyiarkan tuduhan supaya diketahui umum,” ucapnya.
Sementara itu, lanjutnya sanksi untuk pelaku pencemaran nama baik diatur dalam KUHP dan UU 1/2023.
Disebutkan, berikut adalah beberapa sanksi yang dapat dikenakan:
Pasal 310 ayat (1) KUHP: Pencemaran nama baik dengan lisan, diancam dengan pidana penjara paling lama 9 bulan atau pidana denda paling banyak Rp4,5 juta
Pasal 310 ayat (2) KUHP: Pencemaran nama baik dengan surat atau gambar yang disiarkan, dipertunjukkan, atau ditempelkan, diancam dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 4 bulan atau pidana denda paling banyak Rp4,5 juta
UU ITE: Pencemaran nama baik melalui media sosial atau hal yang berhubungan dengan transmisi elektronik.
Jika korban pencemaran nama baik merasa dirugikan, dapat dituntut ganti kerugian melalui jalur perkara perdata di pengadilan.
“Dengan demikian, unsur-unsur Pencemaran Nama Baik atau penghinaan (menurut Pasal 310 KUHP) adalah:
Dengan sengaja;
Menyerang kehormatan atau nama baik;
Menuduh melakukan suatu perbuatan;
Menyiarkan tuduhan supaya diketahui umum,” tutupnya. (hd)