JAKARTA (IndependensI.com) – Kesehatan menjadi salah satu faktor utama dalam pelaksanaan haji.
Untuk mencegah terjadi masalah tersebut, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah menyediakan 70 ton obat. ”Kemenkes bawa 70 ton semua obat-obatan yang dibutuhkan oleh jemaah haji. Semua penyakit-penyakit kita bawa obatnya, kita punya,” kata Kepala Pusat Kesehatan Haji Kemenkes, Eka Jusup Singka.
Dari jumlah tersebut, obat infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), obat batuk, flu, jantung, hipertensi hingga obat pengganti cairan karena suhu yang panas merupakan jenis obat yang paling banyak dibawa.
Sementara, mengingat cuaca di Tanah Suci yang panas, heatstroke menjadi penyakit yang paling dikhawatirkan pada pelaksanaan haji tahun ini.
Kemungkinan, kata Eka, penyakit ini terjadi karena suhu yang tinggi dan Mers-CoV yang penularannya melalui unta. ”Prediksi yang kita khawatirkan adalah heatstroke. Stroke akibat panas. Cuaca panas tahun lalu 53 derajat celsius. Tahun ini kemungkinan sama,” beber dia.
Jika dibandingkan dengan tahun lalu, penyakit yang paling banyak terjadi adalah batuk, ISPA, flu dengan pasien rawat jalan. Ada pula pasien rawat inap dengan kebanyakan penyakit gangguan pernapasan seperti pneumonia. Sementara untuk penyakit penyebab kematian adalah jantung dan ISPA.
Eka mengatakan, tim Kemenkes akan mewaspadai penyakit-penyakit tersebut selama pelaksanaan haji tahun ini. Selain 70 ton obat yang disediakan, Kemenkes juga menyiagakan dokter umum, dokter spesialis serta tim kesehatan.
”Kami menyiapkan 5 dokter jantung, 6 dokter jiwa, 6 dokter paru, 1 dokter spesialis penerbangan, 2 dokter bedah, 2 anestesi, dan banyak dokter umum, ditambah tim promotif, preventif, dan tim gerak cepat,” jelasnya.
Bagi jemaah haji yang sakit, Kemenkes telah mengaturnya melalui kerja sama antara ketua regu dan ketua rombongan. Satu regu terdiri sekitar 10 orang. Ketua regu, tambah Eka, dimanfaatkan menjadi agen kesehatan supaya bisa menasehati jemaah agar menjaga kesehetan dan memahami kondisi tubuhnya masing-masing.
Kemenkes hanya bisa melakukan upaya-upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Karen itu, diharapkan ketika pelaksanaan haji di Tanah Suci tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. Terlebih saat ini jemaah haji kebanyakan manula berusia 50 tahun ke atas serta lebih dari 70%, mereka diharapkan dapat mengenali sendiri kondisinya.
”Kita sama-sama bekerja keras bagaimana melayani dengan baik. Jadi (jemah haji) jangan melakukan kegiatan yang tidak penting jadi fokus saja ibadah,” tandasnya.(BM/ist)