JAKARTA (IndependensI.com) – Wakil Presiden terpilih Ma’ruf Amin menjelaskan, tantangan untuk mengembangkan keuangan syariah di Indonesia. Hal itu tidak terlepas dari fatwa yang menjadi landasan hukum dalam menjalani konsep keuangan syariah. Dia melanjutkan, dalam menerbitkan fatwa berkaitan dengan keuangan syariah butuh proses yang tidak mudah.
“Membuat fatwa itu tidak mudah karena harus ada dasarnya, ada ayatnya, ada Qur’an-nya, harus ada pendapat para ulamanya,” katanya saat menggelar Halal Bihalal Dewan Syariah Nasional MUI dengan Mitra Strategis di bidang keuangan, di Hotel Grand Cempaka, Jakarta Pusat, Rabu (3/7/2019).
Satu hal lagi yang menjadi tantangan adalah ketika pedoman dalam membuat fatwa belum pernah ada maka harus dilakukan ijtihad, yaitu usaha mencari ilmu untuk memutuskan perkara yang tidak dibahas dalam Al Quran maupun hadis.
“Apabila belum ada maka harus ada semacam ijtihad. Kalau dulu itu belum ada landasannya, belum ada pedoman yang pernah ada maka kita buat pendapat yang baru, berarti harus lakukan ijtihad,” jelasnya.
Fatwa ini dibutuhkan mulai untuk industri keuangan hingga produk keuangan lainnya yang jadi landasan para pemangku kepentingan di bidang keuangan, termasuk oleh OJK yang menyangkut asuransi, pasar modal maupun perbankan, serta oleh BI tentang berbagai produk syariahnya. “Dan juga Kementerian Keuangan terutama menyangkut sukuk. Jadi sukuk ditetapkan berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional,” jelasnya.
Ma’ruf memaparkan, Indonesia hingga saat ini sudah menerbitkan 129 fatwa mengenai keuangan syariah. “Dewan Syariah Nasional oleh UU diberi kewenangan untuk menyusun fatwa-fatwa yang jadi landasan keuangan syariah dan bisnis syariah. Sekarang sudah terbitkan 129 fatwa menyangkut perbankan, asuransi, pasar modal dan bisnis syariah,” imbuhnya. (dny)