JAKARTA (IndependensI.com) – Banjirnya produk pangan impor seperti terigu membuat masyarakat Indonesia kini lebih terbiasa mengkonsumsi mie berbahan baku impor tersebut. Kondisi tersebut membuat perhatian terhadap pangan lokal pun menjadi terabaikan. Padahal potensi sumberdaya pangan lokal yang bisa menjadi bahan baku mie cukup besar.
Jika melihat pola konsumsi masyarakat Indonesia saat ini, mie merupakan sumber karbohidrat kedua yang banyak dikonsumsi setelah beras. Bahkan hasil penelitian, ternyata pola konsumsi masyarakat mulai bergeser ke terigu dan mie.
Mie sendiri umumnya dibuat dari terigu yang merupakan produk impor. Alasan utama terigu menjadi bahan baku utama pembuatan mie adalah teksturnya yang kenyal dan tidak mudah patah karena mengandung gluten.
Nah, guna mengurangi ketergantungan terhadap produk impor, kini dikembangkan mie dari bahan pangan lokal. Kementan melalui Balai Besar Pascapanen Pertanian, Badan Litbang Pertanian, telah memiliki teknologi pengolahan mie berbahan baku tepung dalam negeri, seperti ubi kayu, shorgum, sagu dan anjeli.
“Kita ini bukan produsen terigu, hampir 11 juta ton kita impor terigu tiap tahun. Karena itu kita perlu memperhatikan kembali pangan lokal. Bahkan sesuai UU Pangan kita punya kewajiban mengembangkan pangan lokal,” kata Peneliti Balai Besar Pascapanen Pertanian, Heni Herawati.
Menurutnya, potensi ubi kayu sebagai bahan baku tepung mie cukup besar dari ujung barat hingga timur Indonesia. Dari mulai Sumatera Utaran, Bangka Belitung, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Tenggara, NTB, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah dan Maluku.
Potensi lainnya ungkap Heni adalah jagung. Komoditas tersebut banyak ditanam petani di Jawa Tengah, Jawa Timur, Gorontalo, NTT, NTB. Sedangkan potensi ubi jalar berada di Aceh, Sumatera Utara, Riau, Bengkulu, Banten dan Papua. Belum lagi potensi sagu yang tersebar di Riau, Pulau Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua.
Penanganan Khusus
Dengan potensi pangan lokal yang sangat besar itu, BB Pascapanen Pertanian telah menghasilkan teknologi pengolahan mie dari tepung lokal.
Namun demikian Heni mengakui, pengolahan mie berbahan baku tepung lokal memerlukan penanganan secara khusus. “Karena tidak mengandung gluten yang memiliki sifat fungsional dan elastistis tinggi perlu cara sendiri dalam membuat mie lokal,” ujarnya.
Heni mengungkapkan, jika yang ada hanya kandungan pati, maka akan berpengaruh terhadap tekstur mie. Karena itu untuk membuat mie bahan baku lokal harus melalui tahap glatinisisasi. “Proses glatinisasi ini menjadi titik kritis saat mencetak olahan mie,” katanya.
Sementara itu peneliti BB Pascapanen Pertanian lainnya, Elmi Kamsiati menambahkan, salah satu kelemahan bahan baku lokal untuk membuat mie adalah teksturnya tidak kenyal, sehingga mudah patah karena tidak mengandung gluten. Karena itu formulanya harus dibuat secara tepat agar bisa menghasilkan produk mi yang sesuai diinginkan.
“Biasanya terigu masih ada yang menggunakan untuk campuran dalam jumlah tertentu dalam pembuatan mie dari bahan pangan lokal untuk memperoleh tekstur yang baik,” kat Elmi.
BB Pascapanen Pertanian telah mengembangkan metode Sheeting untuk membuat mie pangan lokal. Dalam metode ini, adonan yang diformulasi, dicetak berbentuk lembaran yang kemudian dipotong menjadi untaian mi.
Metode lainnnya adalah Ekstrusi. Proses yang melibatkan pemberian tekanan dan daya dorong terhadap suatu bahan pangan pada kondisi (panas dan tekanan) melewati die plate (tahanan) untuk memberikan bentuk yang diinginkan.
Elmi mencontohkan cara pembuatan mie singkong dengan mencampurkan tepung ubikayu dengan garam, aduk sampai rata. Lalu Tambahkan kuning telur, campur sampai rata. Tambahkan air, campur sampai rata. Kemudian letakkan pada kain saring, padatkan, kukus selama 25 menit. Proses dan cetak dengan ekstruder. Keringkan, suhu 50°C, 3 jam. Mi singkong pun jadi.
Untuk masyarakat wilayah Indonesia Timur, menurut Elmi, bisa juga membuat mie dari bahan baku tepung sagu. Bahan bakunya 1 kg tepun sagu dan air sebanyak 300 ml. Cara pembuatan mi sagu juga tak sulit. Campur tepung sagu dengan air sampai rata, lalu letakkan pada kain saring, padatkan dan kukus selama 30 menit. “Proses dan cetak dengan ekstruder, serta keringkan dengan suhu 50°C selama 3 jam,” ujarnya.
Untuk membantu masyarakat mengolah mie lokal, BB Pascapanen Pertanian siap memberikan bimbingan teknis.