Independensi.com – Tugas berat terhampar di depan Menkopolhukam Prof. Dr. Mahfud MD SH MH. Mulai dari perencanaan, pembentukan, pelaksanaan dan pengawasan atas penegakan hukum terutama penertiban para penegak hukum itu sendiri.
Mengenai pembentukan hukum (legislasi) akan lebih mudah kalau benar dibentuk Badan Legislasi Nasional, sehingga akan ada sinkronisasi hukum dan peraturan perundang-undangan secara nasional, Undang-undang Pokok dengan Undang-undang pelaksana, Undang-undang dengan Undang-undang, Undang-undang antar sektor serta Undang-undang dengan peraturan pelaksananya, apalagi Undang-undang dengan Peraturan Daerah, termasuk antar daerah.
Tentang penegak hukum, belakangan menjadi masalah dan fokus perhatian secara nasional adalah Revisi UU KPK yang dituntut banyak pihak untuk dianulir melalui Perpu. Kelihatannya belum ada kepastian, Presiden akan mengeluarkan Perpu atau akan menunggu Judicial Review dari Mahkamah Konstitusi.
Setelah disahkan DPR, Revisi UU KPK tersebut ditengarai akan melemahkan komisi anti korupsi itu yang dulu sebagai lembaga independen menjadi lembaga negara, sebelumnya boleh menyadap tanpa minta izin dari siapa-siapa dengan revisi UU harus mendapat izin dari Dewan Pangawas, sebelumnya tidak mengenal SP-3, belakangan diberi kewenangan untuk mengeluarkan SP-3 bagi perkara yang tidak cukup bukti dalam jangka waktu tiga tahun.
KPK sebagai lembaga negara, wadah pekerja akan menjadi Aparat Sipil Negara (ASN) harus menyesuaikan diri dengan sistem kepegawaian negara dengan terutama pengorganisasiannya. Selama ini yang muncul ke permukaan, Wadah Pegawai KPK memiliki hak previlege di banding pegawai di instansi pemerintah lainnya. Dan selama ini berpegang pada SOP kelihatannya harus ditinjau.
Sinyalemen Revisi UU KPK tersebut melemahkan pemberantasan korupsi di tanah air, masih menunggu bukti dalam penerapannya. Dalam waktu dekat adalah akan berkurang OTT atau tidak, sebab harus seizin Dewan Pengawas, apakah dewan ini akan menambah enerji atau memangkas kewenangan. Dalam kondisi sekarang KPK masih perlu melakukan pencegahan bersamaan dengan penindakan.
Sangat disayangkan kalau KPK mengurangi OTT termasuk kalau Dewan Pengawas tidak mempermudah izin untuk menyadapan. Kenyataan membuktikan bahwa sebagian dari pejabat dan masyarakat ini masih berperilaku dan bahkan berupaya untuk korupsi.
Prof. Mahfud kita yakini telah memiliki resep-resep untuk menangkal segala akal bulus para penghambat pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui perilaku korup.
Menyangkut instansi Kepolisian Negara, Prof. Mahfud MD pasti tahu dan sadar apakah Kepolisian Negara sudah melaksanakan reformasi birokrasi secara penuh dan berkelanjutan, demikian juga Kejaksaan Agung yang sempat terganggu akibat pengaruh partai. Pada hal, siapapun yang memimpin kalau sistem dan mekanisme sudah jalan, tidak masalah. Kalau ada pengaruh partai, artinya sistemnya belum baik. Dengan ketegasan Prof. Mahfud yang tidak kenal “tedeng aling-aling” akan mudah mengembalikan instansi ke tugas, fungsi dan kewenangan yang sebenarnya sesuai Undang-undang.
Menyangkut Kementerian Hukum dan HAM selama ini persoalan yang lebih menonjol adalah masalah Pemasyarakatan yang seolah-olah tidak tertangani dengan segala problemnya. Dengan kembalinya Prof. Dr. Yasonna H Laoly SH, mungkin akan lebih mudah menanggulanginya terutama daya tampung LP serta peraturan remisi yang selama ini dibedakan.
Tetapi yang jauh lebih mendesak untuk diperhatikan Menkopulhukam adalah pembenahan Organisasi Advokat (OA) yang menurut Undang-undang Advokat adalah juga penegak hukum, sama seperti penyidik, penuntut umum dan hakim. Akan tetapi kondisi Advokat dan Organisasi Advokat sekarang sangat mengkhawatirkan dan bahkan menurut seorang advokat sudah bagaikan “organisasi preman yang jumlahnya kurang lebih 30-an termasuk perilaku anggotanya, serta sifat jor-joran memperbanyak anggota.
Suka atau tidak suka, pemerintah harus turun tangan melalui peraturan perundang-undangan yang kesemuanya untuk tegaknya hukum dan terwujudnya keadilan.
Sungguh memalukan adanya OA menggugat OA lainnya sebagai organisasi tidak sah. Ternyata sang penggugat justru dinyatakan Majelis Hakim yang diketuai Sunarso SH sebagai Penggugat yang tidak memiliki legal standing alias tidak mempunyai kedudukan hukum sebagai penggugat.
Upaya banding terbuka atas putusan itu, namun penggugat sadar atas gugatannya , namun sebagai OA kumpulan para ahli hukum, mungkin melangkahi nuraninya sehingga OA “berantakan” seperti sekarang.
Dengan kehadiran Prof. Dr. Mahfud MD, Menkopolhukam sebagai orang sipil dan akademisi pertama menduduki kursi “panas” itu, diharapkan akan membawa keadilan dan kebenaran bagi nusa dan bangsa serta seluruh rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke. (Bch)
mantap, indonesia