JAKARTA (IndependensI.com) – Ketua Komisi IV DPR RI Edhy Prabowo menyatakan bahwa pihaknya saat ini masih tetap untuk menyepakati moratorium proyek pembangunan reklamasi di kawasan Teluk Jakarta. Sedangkan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Uno menyatakan, pihaknya belum membahas lebih lanjut dengan pengembang.
“Komisi IV DPR yang salah satunya membidangi masalah kelautan dan perikanan masih dalam status memoratorium reklamasi Teluk Jakarta,” kata Edhy seperti dikutip dari Antara, Rabu (25/10). Politisi Partai Gerindra itu menyangsikan apakah proses untuk memenuhi analisis dampak lingkungan (Amdal) telah benar-benar selesai.
Selain itu, ujar dia, Teluk Jakarta itu berada dalam wilayah kawasan strategis nasional sehingga harus dikeluarkan perizinan alih fungsi lahan. “Sebagian besar Pulau G, itu terdapat obyek vital nasional, yang jika Pulau G itu dibangun, maka obyek vital nasional akan terganggu,” papar Edhy.
Lebih jauh Edhy juga menyoroti adanya larangan nelayan memasuki wilayah pembangunan proyek tersebut. Padahal laut merupakan jalan nasional dan bukannya lahan pribadi. Sejauh ini, lanjutnya, sudah banyak keluhan atau protes dari berbagai pihak tentang dijalankannya kembali proyek pembangunan reklamasi di kawasan Teluk Jakarta.
Sebagaimana diwartakan, Wakil Gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Uno mengatakan, posisinya sudah jelas soal reklamasi yang ada dalam 23 janji kerja Anies-Sandi, yaitu menghentikan reklamasi di Jakarta. Wagub DKI Jakarta ini mempertanyakan proyek pembangunan pulau reklamasi sebenarnya diperuntukan bagi siapa dan lapangan pekerjaan yang tersedia di sana juga untuk siapa.
Sampai saat ini, Sandiaga mengaku belum membahas hal tersebut dengan pengembang, karena akan dikaji secara pelan-pelan. “Posisi kami jelas, tidak perlu diragukan lagi. Tapi ini sudah ada yang terbangun itu yang akan kami selesaikan,” kata Sandiaga, Jumat (20/10).
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mempersilakan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta menghentikan proyek reklamasi di Teluk Jakarta. “Kalau sesuai aturan ya kita ikuti. Tidak ada kepentingan saya di situ. Kalau aturannya memang demikian, kita hidup dengan aturan, bukan emosi dan sekadar wacana. Saya sesuai kewenangan saya ya saya kerjakan. Kalau mau dia hentikan, dia batalkan, ya silakan saja,” kata Luhut, Selasa (17/10).
Menurut Luhut, keputusan untuk mencabut moratorium reklamasi Teluk Jakarta dilakukan bukan tanpa alasan. Pencabutan itu dilakukan setelah pengembang memenuhi persyaratan yang diminta pemerintah guna melanjutkan proyek di Pulau C, D, dan G.
Butuh Restorasi
Sementara itu dalam kesempatan berbeda, ahli oseanografi Institut Pertanian Bogor (IPB) Alan Frendy Koropitan menilai, yang dibutuhkan Teluk Jakarta adalah restorasi bukan reklamasi pulau agar perekonomian bisa tumbuh secara berkelanjutan. Menurut dia, kondisi Teluk Jakarta mirip dengan Chesapeake Bay, Maryland di AS, yang memiliki fasilitas pelabuhan dengan kondisi padat penduduk.
“Tapi mereka berhasil membangkitkan ekonomi baru setelah merestorasi Chesapeake Bay. Ekonomi baru yang muncul luar biasa. Saya yakin tidak kalah dengan ekonominya reklamasi. Maka saya usulkan Teluk Jakarta ini solusinya bukan (melakukan) reklamasi, tapi restorasi,” katanya dikutip Antara.
Dosen Ilmu dan Teknologi Kelautan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB itu mengatakan wilayah Teluk Jakarta perlu dikembalikan fungsinya seperti sedia kala agar tumbuh roda perekonomian baru. Bisnis perikanan tangkap, perikanan budidaya dan pariwisata bisa hidup kembali dan memiliki nilai berkelanjutan jika wilayah Teluk Jakarta direstorasi.
Alan juga menegaskan, reklamasi sedianya adalah mengembalikan lahan yang mengalami penurunan muka tanah menjadi daratan yang bisa dimanfaatkan untuk kehidupan. Ia menjelaskan berdasarkan kajian Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Kementerian Lingkungan Hidup pada 2012 disebutkan bahwa keberadaan 17 pulau reklamasi akan menghambat kecepatan arus.
Kondisi demikian menyebabkan kemampuan teluk untuk mencuci material sekitar pesisir secara alami akan berkurang. Akibatnya, proses pengenceran sedimen, logam berat dan bahan organik akan semakin lama. Dengan kondisi tersebut akan menyebabkan peningkatan sedimentasi di pesisir dan muara sehingga berpotensi terjadi penyumbatan dan meningkatkan banjir di daratan.
Selain itu, rendahnya kandungan oksigen di pesisir mengakibatkan aktivitas bakteri dalam menguraikan limbah organik menurun sehingga terjadi pembusukan dan meningkatnya kandungan logam berat karena perlambatan arus.