JAKARTA (Independensi.com)
Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menilai operasi tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap pejabat Universitas Negeri Jakarta (UNJ) di kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mempermalukan KPK sendiri.
Masalahnya, kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman, selain tidak berkelas karena levelnya hanya level kampus. Juga uang yang diduga diterima adalah untuk Tunjangan Hari Raya (THR) dan nilainya sangat kecil sebesar Rp43 juta.
“Apalagi KPK menyatakan tidak ada penyelenggara negaranya terlibat. Sehingga melimpahkan penanganan perkaranya kepada pihak kepolisian,” tutur Boyamin kepada Independensi.com, Jumat (22/05/2020).
Boyamin justru menilai dengan menyebutkan tidak adanya penyelenggara negara, terlihat jelas tidak adanya perencanaan maupun pendalaman dengan baik atas informasi yang masuk ke KPK sehingga hasilnya sejelek ini.
Padahal kegiatan OTT, tuturnya, bukan hal baru di KPK dan biasanya terhadap informasi yang masuk dibahas dan dalami sangat detail.
“Mulai penerimaan pengaduan masyarakat, sampai keputusan untuk OTT. Baik menyangkut
siapa penyelenggara negara, apa modusnya sampai dengan apakah suap atau gratifikasi,” ujar Boyamin.
Sehingga ketika sudah OTT, tuturnya, maka tidak ada istilah tidak ditemukan penyelenggara negaranya yang tentunya juga sangat janggal juga.
“Karena apapun. Rektor itu jabatan tinggi di Kementerian Pendidikan dan merupakan penyelenggara negara yang punya kewajiban melaporkan hartanya melalui mekanisme LHKPN,” ucapnya.
Dia menyebutkan jika KPK sampai menyatakan tidak ada penyelenggara negaranya, maka berarti ada teori baru made in KPK new normal akibat Corona.
Dikatakannya juga bagaimana polisi memprosesnya jika tidak ada penyelenggara negara. “Apa dengan pasal pungutan liar. Ini yang akan menyulitkan polisi menerima limpahan dari KPK,” tegasnya.
“Karena itu KPK semestinya tetap menangani sendiri dan tidak menyerahkan ke polisi,” ucanya seraya menyebutkan
OTT ini hanya sekedar mencari sensasi dan untuk dianggap KPK sudah bekerja.
Dia menyebutkan MAKI dalam waktu dekat akan segera membuat pengaduan kepada Dewan Pengawas KPK atas amburadulnya OTT kali ini.
Sebelumnya dalam OTT yang dilakukan bekerjasama dengan Inspektorat Jenderal Kemendikbud, KPK pada Rabu (20/05/2020) mengamankan
Kabag Kepegawaian UNJ, Dwi Achmad Noor di Kemendikbud serta uang 1.200 dolar Amerika dan Rp 27,5 juta.
OTT berawal dari informasi Itjen Kemendikbud kepada KPK akan adanya penyerahan sejumlah uang diduga dari Rektor Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Komarudin kepada sejumlah pejabat di Kemendikbud.
Komarudin sebelumnya pada 13 Mei 2020 diduga meminta Dekan Fakultas dan Lembaga di UNJ mengumpulkan uang THR masing-masing Rp5 juta melalui Dwi Achmad Noor sehingga terkumpul Rp55 juta.
Kemudian pada 20 Mei 2020, Dwi Achmad Noor membawa uang Rp37 juta ke kantor Kemendikbud. Setelah sempat menyerahkan ke sejumlah pihak di Kemendikbud, Dwi Achmad Noor diamankan tim KPK dan Itjen Kemendikbud.
Namun karena tidak ditemukan penyelenggara negara dari hasil pemeriksaan terhadap sejumlah pihak di Kemendikbud, KPK kemudian melimpahkan kepada kepolisian untuk menanganinya.(muj)