Suasana Driving Range Pringgondani pada Ramadan 1438 Hijjriyah (Juni 2017). (Toto Prawoto)

Sulitnya Mengelola Driving Range di Jakarta

Loading

JAKARTA (IndependensI.com) – Sejak beberapa waktu belakangan ini di ibukota ada dua driving range yang tutup. Kedua driving range tersebut masing-masing yang berada di SCBD dan driving range yang letaknya di seberang Polda Metro Jaya.

Kedua driving range tersebut tutup bukan lantaran tidak laku tapi semata karena lahannya akan dipakai untuk kepentingan lain. Secara kalkulasi ekonomi dan bisnis, keuntungannya akan jauh lebih besar dibanding jika lahan tersebut hanya dipergunakan sebagai tempat orang berlatih memukul bola golf.

Seperti diketahui di kedua driving range tersebut terdapat puluhan teaching pro lokal yang mengais rezeki. Sudah pasti mereka kehilangan mata pencaharian untuk menopang kehidupan keluarga mereka sehari-hari.

Betul bahwa mereka bisa mengajar di driving range. Tapi persoalannya tidak semudah seperti membalikkan telapak tangan. Masalahnya, di driving range lain tersebut pun sudah ada rekan sesama teaching pro yang mengais rejeki di situ. Dan, diakui atau tidak, kehadiran mereka di driving range lain tersebut pun belum tentu diterima dengan tulus dan ikhlas.

GM Driving Range Pringgondani, Novianne Petra (kiri), berbincang dengan Dhientje dari bagian pemasaran, dan head pro Cholid Anwar.

Maka, daripada nanti terjadi “gesekan” di antara teman sendiri di kemudian hari, tidak sedikit teaching pro yang “Home Base” mereka tutup itu melakukan “Jemput Bola”:mereka rajin menelepon para murid dan klien mereka – atau sebaliknya.Tapi tindakan “Jemput Bola” yang mereka lakukan mendapat respon. Dan, kalau berhasil, pun harus mengikuti kemauan sang murid atau klien mereka dalam menentukan driving range mana yang bakal mereka jadikan tempat practice.

Sudah pasti “numpang” mengais rejeki di “Home Base” orang lain tentu tidak senyaman jika dibandingkan dengan mengais rejeki di tempat sendiri. Selain waktu untuk mengajar dibatasi mereka juga kena charge sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh pengelola driving range tersebut.

Betul bahwa hal-hal yang berhubungan dengan charge tersebut memang tidak terlalu memusingkan, karena murid atau klien mereka seringkali memberi tips lebih agar honorarium yang mereka terima tidak berkurang jumlahnya.

Tapi, seperti kata selarik syair lagu “Rocker Juga Manusia”, teaching pro juga manusia yang memiliki perasaan, sehingga setiap kali dia datang membawa murid dan klien – baik lama maupun baru – dia sadar bahwa kehadirannya di “Home Base” orang lain itu, diakui atau tidak, sering menimbulkan rasa iri.

Itulah ironi kehidupan di kalangan para teaching pro yang, kalau diungkap lebih dalam bakal menimbulkan debat panjang yang menyimpang jauh dari ini permasalahan atau substansi yang sesungguhnya…

Tapi tidak selamanya pro yang tidak punya “Home Base” tetap tersebut tidak merasa nyaman saat mereka mengajar di “Home Base” orang lain. Paling tidak kenyamanan itu bisa mereka rasakan saat mereka mengajar murid dan klien – baik baru maupun lama – di driving range Pringgondani, Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur.

“Kami sangat terbuka terhadap kehadiran mereka di sini.Tapi dengan syarat, selama mereka sedang mengajar di sini, mereka diwajibkan memakai name tag agar para guest yang akan practice di sini tahu bahwa teaching pro tersebut berasal dari luar.”

Hal tersebut diungkapkan oleh Ibu Petra – General Manager driving range Pringgondani – saat hunting guna melihat situasi dan kondisi di driving range yang telah berdiri sejak duapuluh tahun lalu itu, terkait dengan bulan Ramadan.

Saat ini di driving range dua lantai yang mengabadikan Kraton kediaman Raden Gatotkaca itu sebagai “Trademark”, ada enam orang teaching pro. Mereka adalah Cholid Anwar (Head Pro), M Sirat, M Yusup, Taufik Hidayat, Rohib, dan Robi Cahyadi.

Sebagai penghuni lama di driving range Pringgondani, keenam teaching pro tersebut – seperti yang diungkapkan oleh Cholid Anwar sebagai Head Pro – mereka menerima dengan tangan terbuka, tulus, ikhlas atas kehadiran teaching pro dari luar “Home Base” mereka.

“Sebab, bagaimanapun juga mereka adalah teman-teman kita.Jadi, siapa yang akan peduli sama mereka kalau bukan kita.

Selain mereka-mereka itu teman sejawat, secara pribadi saya juga membayangkan kalau saya berada pada posisi yang sama seperti mereka saat ini,” tutur Cholid Anwar dengan suara tertahan.

Oleh karena itulah maka Head Pro yang telah banyak “melahirkan” pegolf ternama di negeri ini, itu selalu berusaha meyakinkan pihak management dan rekan-rekan sesama teaching pro yang ber-”Home Base” di driving range Pringgondani bahwa kehadiran teaching pro dari luar tersebut tidak akan mengganggu ketenangan dan kenyamanan kerja mereka. ”Rezeki kan Allah SWT yang mengatur. Kenapa kita mesti khawatir?!” katanya.

Dari situlah akhirnya lahir peraturan bahwa mereka dengan tangan terbuka menerima kehadiran teaching pro dari luar dengan syarat mereka harus pakai name tag saat mengajar.

”Kalau sudah selesai mengajar sejam dua jam, mau langsung pulang, nggak apa-apa.Tapi kalau mau ngobrol-ngobrol dulu sama kami di sini, sepanjang kami juga tidak sedang sibuk mengajar, juga tidak dilarang. Namanya juga rekan sejawat.  Yang dilarang adalah mereka tidak boleh mengajar murid yang bukan mereka bawa dari luar… Alhamdullilah mereka tidak cuma mengerti tapi paham, Mas,” ujar Cholid Anwar.

Menjawab pertanyaan, apakah teaching pro dari luar tersebut kena charge selama mereka “numpang” tempat di driving range Pringgondani, dengan tegas Cholid Anwar mengatakan bahwa management driving range Pringgondani tidak memungut biaya administrasi sepeser pun kepada mereka. Hal ini pun dibenarkan oleh Ibu Petra.

Bang Cholid, demikian sapaan akrabnya, adalah TeachingPro pertama ber-”Home Base” di driving range Pringgondani. Dan, sebagai Head Pro, tugas Bang Cholid selain mengkoordinir lima orang rekannya, juga mengawasi, membimbing dan mengarahkan para caddy yang bekerja di driving range tersebut agar mereka ramah dan santun kepada para guest.

Caddy yang ada di driving range Pringgondani berjumlah empat puluh dua orang lelaki dan perempuan.Seperti halnya caddy pada umumnya, mereka bukan karyawan tetap. Income mereka selain mendapat tip dari tamu, juga mendapat uang transport, caddy fee, uang makan dan service charge. Oleh pihak management mereka juga diikutsertakan dalam program BPJS Ketenagakerjaan dan kesehatan.

Menurut ibu Petra, kepedulian pihaknya terhadap caddy tersebut dilakukan. “Agar mereka tenang saat mereka menjalankan tugas mereka dalam meberikan service kepada para tamu yang practice di sini,” tukas GM driving range Pringgondani yang bergelar Insinyur dan memiliki nama lengkap Novianne Petra, itu, serius.

Selain sangat memperhatikan kesejahteraan para caddy dan terbuka atas kehadiran teaching pro dari luar, pengelola driving range Pringgondani juga mendukung pembinaan pegolf muda yang menjadi bagian dari program pembinaan Pengprov PGI DKI Jakarta.

Tahun lalu saat tim golf PON DKI mempersiapkan diri untuk tampil di PON XIX Jawa Barat 2016 di Bandung, pengelola driving range Pringgondani memfasilitasi mereka Senin sampai Jumat practice dan gratis 200 bola untuk empat orang atlet putra dan tiga putri.

Tak hanya mereka, pegolf pemula (beginner) dari kalangan pelajar dan mahasiswa serta pegolf junior yang namanya terdaftar dalam komunitas klub golf di bawah naungan Pengkot/Pengkab dan Pengprov PGI pun mendapat discount 50% jika mereka practice di driving range Pringgondani.

“Syaratnya?”

“Mereka cukup menunjukkan kartu pelajar kalau masih sekolah dan kartu mahasiswa kalau mereka masih kuliah.Demikian juga untuk pegolf junior,” kata Dhientje, pemasaran driving range Pringgondani.

Pada bulan Ramadan tahun ini – seperti tahun-tahun sebelumnya – driving range Pringgondani tidak menghelat event khusus. Namun, seperti driving range lainnya yang tersebar di kawasan Jakarta dan sekitarnya, tetap menyediakan tajil gratis untuk para guest yang practice.