JAKARTA (IndependensI.com) – Peraturan atau regulasi tentang standar emisi gas buang Euro 4 akan diberlakukan 2018 mendatang. Pembahasan mengenai standar emisi Euro 4 pun semakin ramai dibahas beberapa waktu terakhir.
Pertanyaannya, siapkah masyarakat menghadapi pemberlakuan regulasi tersebut? Jawabannya tentu tidak mudah. Hal itu mengingat Indonesia saat ini masih menerapkan emisi gas buang berstandar Euro 2.
Fakta dan kondisi itu pula yang menggugah sejumlah mahasiswa dan dosen Fakultas Teknik Mesin Universitas 17 Agustus 1945 (UTA45) Jakarta untuk meneliti sekaligus mensosialisasikan regulasi tersebut ke masyarakat belum lama ini. Sosialisasi tersebut sebagai bentuk kepedulian kampus terhadap permasalahan lingkungan.
Harus diakui, pesatnya pertumbuhan kendaraan bermotor mengakibatkan meningkatnya penggunaan bahan bakar. Penggunaan bahan bakar yang tinggi berdampak pada lingkungan, karena emisi gas buang mengandung polutan, sehingga mempertinggi pencemaran udara.
Pencemaran udara saat ini dapat dipastikan semakin meningkat dan kualitas udara menurun hampir 70 persen. Fakta ini disebabkan karena emisi gas buang kendaraan bermotor yang melebihi ambang batas yang telah ditentukan. Kalau dibiarkan maka akan merusak lingkungan dan juga kesehatan manusia.
Sehubungan dengan kondisi udara yang semakin tercemar karena tingkat polutan yang cukup tinggi (SOx,COx dan NOx) maka berbagai upaya untuk mengatasi telah dilaksanakan, bukan hanya di Indonesia tapi juga di negara-negara lain.
Badan manajemen lingkungan telah mengeluarkan dua jenis standar lingkungan yaitu ESC (Europan Steady Cycle)/EURO dan EPA (Enviromental Protection Agency) standard. Dan standar EURO menjadi acuan pabrik otomotif. Tahun 1993, standar Euro diterapkan dengan beberapa ketentuan serta berdasarkan klasifikasi kendaraan.
Euro memberi syarat bahwa semua kendaraan yang baru diproduksi harus mempunyai kadar gas buang yang berada dibawah ambang batas tertentu. Sampai saat ini Indonesia masih menggunakan standar Euro 2 (CO = 4.0; HC = 7.0; NOx = 1.1 dan PM = 0.15), dan kondisi ini sudah harus ditinggalkan. Sebab, akan berbahaya bagi lingkungan dan manusia, disamping itu dari sisi industri, produksi kendaraan dibuat dengan standar euro 2 untuk dalam negeri dan euro 4 untuk ekspor.
Menyikapi kondisi tersebut, maka untuk tahun 2017, pemerintah melalui Permen LHK Nomor 20/2017, sudah mengharuskan penerapan bahan bakar standar Euro 4 (CO = 1.5; HC = 3.5; NOx =0.46 dan PM = 0.02), dan industri kendaraan bermotor diberi waktu 18 bulan (September 2018) untuk penyesuaian produk keluaran kendaraan berbahan bakar bensin dan diesel/solar dalam waktu empat tahun.
Pelaksanaan standar Euro 4 memang sudah harus dilaksanakan, walaupun bahan bakar belum diproduksi oleh Pertamina. Dan untuk itu pemerintah (Kemetrerian ESDM) telah mengijinkan untuk adanya impor minyak oleh Pertamina.
Hal ini disampaikan dalam sosialisasi pengaruh pencemaran udara akibat gas buang kendaraan dan standar bahan bakar kepada siswa-siswa SMK Perguruan Cikini Jakarta Utara khususnya yang mendalami bidang otomotif, pada Rabu, 10 Mei 2017.
Sosialisasi ini dilaksanakan dengan tujuan agar para siswa memahami efek emisi gas buang terhadap lingkungan dan manusia serta pelaksanaan standarisasi bahan bakar untuk kendaraan yang berlaku di Indonesia, khususnya standar Euro 4.
Foto bersama Tim Sosialisasi dengan Siswa SMK Perguruan Cikini Jakut
Sosialisasi ini merupakan kegiatan pengabdian masyarakat yang rutin dilaksanakan setiap semester. Selanjutnya sosialisasi ini akan dilaksanakan untuk kelompok masyarakat di wilayah Jakarta Utara.
Turut hadir dalam acara ini adalah kaprodi Teknik Mesin FT UTA’45 JAKARTA, Fajri Hidayat,MT, dan tim sosialisasi yaitu Audri Deacy C, Yos Nofendri , Didit Sumardiyanto, Andi Saidah, Sri Endah S, dan Harini. Kegiatan ini turut menunjang program pemerintah untuk menciptakan lingkungan bersih dan sehat.
Menyikapi hal tersebut, maka Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, meminta Pertamina agar segera memproduksi bahan bakar minyak dengan standarisasi Euro 4.
Pertamina untuk sementara direkomendasikan agar mengimpor BBM standar Euro 4 untuk kebutuhan transportasi dan perkembangan otomotif, sementara Pertamina menjamin bisa memproduksi di tahun 2021. Menyikapi hal tersebut, maka pemerintah (Kementerian Peridustrian dan ESDM) menyetujui impor BBM standar Euro 4.
Dengan demikian dalam produksi kendaraan, Indonesia cukup memproduksi kendaraan dengan standar Euro 4, tidak seperti saat ini dimana produksi harus dibuat standar Euro 2 untuk domestic dan Euro 4 untuk ekspor. (Audri Deacy C, pengajar di Fakultas Teknik UTA’45)