Independensi.com – Selang beberapa waktu terakhir ini kita tidak lagi mendengar terjadinya keributan, apalagi bentrokan fisik, baik antar perorangan maupun kelompok seperti perkelahian antar kampung maupun tawuran antarpelajar, yang sering mengganggu pengguna jalan raya.
Tetapi tiba-tiba bagaikan petir di siang bolong, di awal bulan ini terjadi perlakuan tidak berperi kemanusiaan di mana seorang yang diduga mencuri, bernama MA dibakar hidup-hidup oleh massa. MA dibakar hidup-hidup karena dituduh sebagai pelaku pencurian amplifier milik mushala Al-Hidayah di Desa Hurip Jaya, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi.
Menurut keterangan saksi mata yang diberitakan media, MA datang ke mushala dan ambil air wudhu, lalu sholat. Seusai sholat karena dia membawa amflifier, MA kemudian ditengarai telah mengambil amplifier mushala dan ditegor serta disuruh untuk mengembalikannya. Karena terus didesak dan merasa terancam, MA kabur dan langsung dikejar massa.
Setelah tertangkap, massa memukuli MA hingga babak belur. Ada massa yang mencoba melerai, tetapi ada juga yang berteriak “bakar saja”, “bakar saja”. Meski ada yang melarang dan berupaya menyelamatkan MA agar tidak dianiaya dan dibakar. Tetapi niat menyelamatkan MA gagal, karena kalah banyak dengan massa yang emosi dan menghasut.
Istri MA yang sedang hamil empat bulan (anak kedua) mengatakan, bahwa dia tidak yakin suaminya mencuri amplifier. Suami saya tukang reperasi amflifier. Tapi kalaupun seandainya dia mencuri tidak harus dibakar hidup-hidup. “Suami saya bukan binatang,”katanya.
Kita sependapat dengan istri MA tersebut, mengapa mereka begitu tega membakar hidup-hidup, apa penyebab sehingga emosi mereka tidak terkendali. Semoga sekarang mereka sudah sadar bahwa tidak ada hasil yang diperoleh dari perlakuan brutal dan tidak berperikemanusiaan itu.
Malah yang terjadi adalah kesusahan bagi mereka (para pelaku-red), sebab akhirnya dikejar-kejar penegak hukum. MA sebagai sesama manusia dan sesama ciptaan Tuhan, berhak untuk dikasihi apapun kejahatannya dan tidak ada yang berwenang menghilangkan nyawa MA, selain Sang Pencipta yang memberikan nyawa dan kehidupan itu kepadanya.
Apa dan sekeji apapun kejahatan yang dilakukan MA, tidak sepantasnya dia dibakar hidup-hidup. Memang berapa harga pakai satu amplifier . Keberadaan sebuah amflifier di suatu mushala yang dibutuhkan banyak orang tersebut sangat tinggi, tetapi tidak seharusnya ditebus dengan hilangnya nyawa MA.
Kita berterima kasih kepada orang-orang yang berusaha menyelamatkan nyawa MA walaupun kalah tenaga dan suara, itu menunjukkan bahwa masih ada diantara kita yang mengasihi sesamanya manusia sebagai sesama ciptaan Tuhan dan memiliki nilai-nilai kemanusiaan.
Bercermin dari kejadian yang menimpa MA oleh sekelompok massa di satu pihak, dan yang mengasihinya dan berupaya menyelamatkan di pihak lain, walau kalah suara/tenaga/jumlah, ingin kita gugah masyarakat, bangsa dan negara/Pemerintah supaya berupaya mencegah kejadian tersebut. Kita berharap agar kasus yang memilukan dan memalukan itu tidak terjadi berulang.
Memilukan, karena seorang anak manusia dibakar hidup-hidup oleh sekelompok sesamanya menyaksikan bagaimana korban merintih dan mengelepar- gelepar sampai dia tidak berkutik?
Memalukan, gara-gara satu amplifier harus membakar seseorang di jaman teknologi canggih di mana amplifier yang mudah dibeli dimana-mana, di jaman sekarang ini masih ada manusia yang berperilaku seperti singa terhadap manusia?
Belajar dari pengalaman, sudah waktunya kita kembali menggalakkan pemahaman terhadap nilai-nilai kemanusiaan serta penerapannya dalam kehidupan kita sehari-hari, sehingga semakin banyak dan bertumbuh rasa kasih sayang terhadap sesama seperti mereka yang berupaya menyelamatkan MA agar tidak diperlakukan seperti terjadi di Kabupaten Bekasi tersebut.
Sudah perlu ditingkatkan lagi kegiatan Gerakan Pramuka, aksi Bela Negara dan hal-hal positif lainnya agar anak-anak kita lebih banyak kembali ke alam menikmati ciptaan Tuhan dengan panorama yang indah daripada menyaksikan ciptaan manusia dengan kegemerlapan mall dan pertokoan mewah. Yang sedikir banyak atau pelan tapi pasti menggiring anak-anak ke sifat komsumtif.
Kehadiran pemerintah dan penegak hukum ternyata masih kurang efektif di mata massa pelaku atau mereka belum sadar hukum sehinggga main hakim sendiri. Atau bisa saja mereka sadar hukum namun merasa mereka lebih tinggi lebih berkuasa dan lebih berwenang dari pada pihak berwajib sehingga para pelaku merasa lebih memiliki otoritas untuk menghakimi?
Apapun alasannya, perbuatan main hakim sendiri apalagi tidak berperikemanusiaan, harus dipertanggungjawabkan di muka hukum. Menjadi tugas nasional, masyarakat dan pemerintah serta alim ulama dan tokoh masyarakat harus bersatu padu untuk mencegah perlakuan main hakim sendiri serta berupaya agar masyarakat dan bangsa kita tidak kehilangan nilai-nilai kemanusiaan. (Bch)