IndependensI.com – Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli) semakin sering semakin menarik juga bagi masyarakat dan berbagai pendapat juga muncul.
Ada menanggapi, untung ada KPK, kalau tidak ada kita tidak tahu lagi bagaimana kelangsungan hidup bangsa ini. Pendapat lain, memang ada yang tidak korupsi para pejabat apalagi yang menghadapi Pemilu, yang tertangkap itu hanya karena sial saja.
Dengan seringnya OTT itu semakin kabur juga artinya, pada hal tidak ada bukti kejahatan ditangkap dari yang bersangkutan. Tetapi karena KPK mengatakan hasil OTT diamini saja.
OTT terakhir agak menonjol mungkin karena seorang wanita dan cantik lagi, sehingga menjadi magnit bagi pers.
Kalau dilihat dari jumlah dugaan suap yang terkena OTT tidak besar-besar amat mungkin Rp. 200 juta sampai Rp. 300 juta, apakah karena untuk kepentingan rumah sakit dan menyangkut kesejahteraan masyarakat sehingga Walikota Tegal Hj Siti Marsitha Soeparno itu menjadi pusat pemberitaan?
Walikota yang menjabat sejak 23 Maret 2014 ini menurut berita mau mencalonkan diri lagi periode berikutnya dan dalam kaitan dana pemenangan itulah dana yang diduga suap yang ter OTT itu.
Ada yang menarik dan paling lucu tentang OTT sekali ini, begitu sang Walikota ter OTT, ada pegawai negeri sipil di daerahnya yang bersujud-syukur atas kejadian yang menimpa atasannya, benar atau tidak termasuk alasannya, menjadi pertanyaan mengapa sampai sebegitu beratnya.
Masalah dana Pilkada sebenarnya, kalau dirunut sejak reformasi, di mana rakyat memilih langsung Bupati/Walikota, Gubernur dan para wakil rakyat di DPRD Kabupaten/Kota/ Propinsi dan DPR RI, dengan banyaknya partai pengusung calon kepala daerah maupun legislatif, masalah pengumpulan uang sudah merupakan hal rutin bagi sang calon baik yang baru apalagi inkumben.
Setiap calon sering mengeluhkan uang mahar ke partai pengusung, mulai dari pengurus cabang sampai pusat dan kalau dua-tiga yang mengusung harus juga di-mahar-i atau di kasih mahar. Mengingat banyaknya partai, maharnya juga banyak ditambah lagi biaya kampanye serta untuk “membeli suara” apalagi kalau jumlah penduduk suatu daerah besarnya harus besar juga suara rakyat yang harus dikumpulkan agar dapat menang atau dapat kursi.
Alasannya, sang pejabat harus mengembalikan dana yang telah habis merebut jabatan bupati atau walikota (juga berlaku untuk gubernur) sekaligus dana untuk persiapan merebut masa jabatan periode kedua.
Masih menurut para pengamat itu lagi, seorang bupati begitu menjabat langsung mengganti pejabat lama dengan pejabat baru baik di pemerintahan termasuk jabatan lain yang pengaturannya menjadi wewenang Bupati/Walikota.
Dalam rangka pergantian pejabat itulah terjadi “tawar-menawar” serta “lelang jabatan” siapa cepat dan tepat dia dapat. Dan pola itu menurut analisa hampir merata di semua daerah apalagi daerah miskin dan jauh dari sudut kerling mata pejabat.
Satu posisi atau jabatan (katanya) bisa diisi sampai tiga kali selama lima tahun, dengan puluhan jabatan yang menggiurkan dapat di”jual” dan akan jadi tambang emas sang pejabat. Selain menjadikan sumber daya manusia sebagai objek juga sumber daya alam sebagai cara untuk mengumpulkan “kekuatan”.
Dengan cara seperti itu terutama daerah-daerah “miskin” dana yang keluar dalam pencapaian periode pertama sekaligus persiapan “peluru” untuk meraih pediode kedua hampir dirasakan masyarakat, walaupun sulit membuktikannya.
Pejabat yang “membeli” jabatan itupun pasti melakukan hal yang mirip-mirip yang dialaminya, harus mengembalikan dana yang dikeluarkan untuk “membeli” jabatan tersebut, sehingga menjadi lingkaran setan.
Apakah mungkin hal seperti itu yang terjadi pada Walikota Tegal, dan kalaupun dia ter OTT seperti itu karena sial saja, sebab sulit mengatakan hanya dia yang melakukan hal seperti pengumpulan dana.
Pertanyaannya,mengapa hanya Walikota Tegal yang tertangkap apakah hanya dia yang menerima suap? Ataukah karena petugas KPK yang sedikit serta alat sadapnya terbatas?
Bagaimanapun kejadian yang sebenarnya serta apapun alasannya, yang jelas bagi rakyat banyak tetap berharap KPK semakin giat menangkap para koruptor, tidak pandang bulu, tidak pilih bulu, tidak pilih kasih dan tidak pilih tebang. (Bch)