Foto bertanggal 21 September 2016 ini memperlihatkan Penasihat dan Menteri Luar Negeri Myanmar, Aung San Suu Kyi, berpidato di depan Sidang Umum PBB di New York, AS. (AFP)

Suu Kyi Didesak Atasi Krisis Rohingya

Loading

JAKARTA (IndependensI.com) – Aung San Suu Kyi didesak segera mengatasi krisis kemanusiaan di Myanmar.

Warga minoritas Rohingya berbondong-bondong meninggalkan negeri itu karena menjadi korban pertikaian antara militan ARSA dan tentara pemerintah.

Desakan itu disampaikan sejumlah negara sebelum Suu Kyi menyampaikan pidatonya pada Selasa (19/9/2017). Menteri Luar Negeri Inggris, Boris Johnson, mengusulkannya pada pertemuan khusus untuk membahas krisis Rohingya di sela-sela Sidang Umum PBB di New York.

Johnson, pada pertemuan yang juga dihadiri Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB Nikki Haley dan deputi menlu Myanmar, mengingatkan bahwa kekerasan di negara bagian Rakhine sebagai “cacat di Myanmar” yang baru saja menjadi negara demokratis.

“Untuk alasan itu, Burma tidak perlu terkejut dengan desakan internasional dalam pertemuan Dewan Keamanan,” kata Johnson merujuk pada nama Myanmar dulu.

“Seperti yang selalu saya katakana, tidak ada yang ingin militer kembali berkuasa. Jadi penting buat Aung San Suu Kyi dan pemerintahan sipilnya memastikan dihentikannya tindak kekerasan,” ujarnya.

Haley mengatakan pertemuan ini “produktif” tapi dia belum yakin dengan penerapannya di lapangan.

“Amerika Serikat terus mendesak pemerintah Burma untuk menyelesaikan operasi militer, memberikan akses untuk bantuan kemanusiaan, dan berkomitmen membantu warga sipil ke rumahnya masing-masing,” kata Haley.

Negara lain yang menyertakan wakilnya di pertemuan itu antara lain Bangladesh, yang menjadi tujuan utama pengungsi Rohingya, Australia, Kanada, Denmark Swedia, Turki, dan Indonesia.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pekan lalu sudah mengingatkan Suu Kyi bahwa pidatonya hari ini adalah “peluang terakhir” untuk melakukan perubahan.

Kemenangan Suu Kyi lewat pemilihan umum dua tahun lalu dipandang sebagai kemenangan untuk demokrasi. Tapi pemimpin sipil itu, yang punya hubungan rumit dengan tantara Myanmar, nyaris bungkam setelah tantara “memaksa” lebih dari 410.000 orang Rohingya mengungsi.