JAKARTA (Independensi.com) – Mahkamah Agung (MA) di tingkat peninjauan kembali (PK) dengan Nomor 79/2017 akhirnya memutuskan menyerahkan penyelesaian dualisme kepengurusan PPP pada Mahkamah Partai DPP PPP, selaku lembaga penyelesaian internal PPP.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum PPP Muktamar Jakarta Djan Faridz mengatakan bahwa hasil putusan tersebut akhirnya memperkuat kubunya lembaganya.
Akan tetapi, Menkumham Yasonna Laoly kembali belum juga merespon dengan cepat untuk mencabut SK Romahurmuziy dan menerbitkan SK kepengurusan Djan Faridz.
Djan Faridz menilai, sikap Menkumham sangat bertentangan dengan Undang-Undang yang ada, serta melanggar sumpah jabatan sebagai pejabat publik.
“Beliau (Menkumham) mengerti sebagai menteri mempunyai sumpah jabatan untuk taat dan menjalankan UU 1945, Undang-undang yang berlaku di Indonesia. Nah sekarang UU menyatakan Muktamar Jakarta adalah yang sah, tapi beliau tidak mengeluarkan (SK) malah berani melanggar sumpah jabatan,” tegas Djan kepada Wartawan di Jakarta, Selasa (3/10/2017).
Tak hanya itu, Djan juga menuturkan bahwa sikap Yasonna yang belum menerbitkan SK untuk muktamar Jakarta juga telah membuat masyarakat khususnya kader PPP mempertanyakan kebijakan yang diambil Menteri yang berasal dari PDIP ini.
“Apakah ini bertindak untuk dan atas nama pribadi, menteri atau pejabat negara, Karena perbuatan beliau secara terang benderang, secara kasat mata oleh umat Islam Indonesia dilihat sebagai pemerkosaan terhadap hak-hak Partai Islam,” tegas dia.
Dengan situasi demikian, Djan menduga Yasona ingin menghilangkan PPP dan membuat partai yang menjadi rumah besar umat Islam itu tidak eksis lagi di Indonesia serta membuat kader PPP menjadi bingung.
“Bayangkan kemana umat Islam menyampaikan aspirasinya. Dan itu sudah terjadi. Contohnya, pada Pilkada lalu ada 269 Pilkada, tidak ada satupun calon dari PPP yang minta dukungan ke PPP, karena mereka merasakan PPP itu tidak bermanfaat untuk mereka,” keluh Djan. (tyo pribadi)