Pilgub Jabar dan Peluangnya

Loading

Oleh : Adlan Daie

IndependensI.com – Jika politik dimaknai seni mengelola kemungkinan, setidaknya ada empat kemungkinan pasangan cagub cawagub dalam kontestasi Pilgub Jabar 2018. Yakni pasangan Sudrajat- Syaikhu (Gerindra, PKS, PAN). Pasangan Ridwan kamil- Uu Ruzhanul Ulum (Nasdem, PPP, PKB, Hanura). Pasangan Dedi Mulyadi- Deddy Mizwar (Golkar, Demokrat). Terakhir pasangan Anton Charliyan-Maman Imanulhaq (PDIP).

Pertanyaannya, pasangan manakah yang akan menang, dan variabel-variabel apa saja yang mendorong kemungkinan peluang menangnya? Tulisan ini terlalu singkat untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas kecuali sekedar catatan kecil yang barangkali berguna untuk deteksi dini kemungkinan-kemungkinannya ke depan.

Pertama, pasangan Sudrajat-Syekhu. Dari sisi koalisi partai pengusungnya, yakni Gerindra, PKS dan PAN paket pasangan ini sangat solid dan menjanjikan. Romantisme succes story di Pilkada DKI 2017 akan coba dihidupkan kembali oleh koaliasi partai ini dengan menamakan diri ” koalisi reuni” sebagai brand magnit elektoralnya.

Tantangannya, tentu bukan soal mudah menghadirkan ”sukses DKI” ke Pilgub Jabar karena variabel-variabel sosialnya berbeda dan momentumnya pun berbeda pula. Kehadiran Sudrajat sebagai cagub yang diusung koalisi ini secara personal value sangat berbeda denga figur Deddy Mizwar.

Sudrajat tidak memiliki chemestry dan konektivitas branding dengan koaliasi partai pengusungnya. Sehingga kinerja partai yang solid sekalipun tidak selalu memiliki efek elektoral pada figur pasangan yang diusungnya. Inilah pekerjaan rumah berat untuk koalisi partai pengusung pasangan ini untuk memenangkan kontestasi Pilgub Jabar 2018.

Kedua, pasangan Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul. Dari konfigurasi partai pengusungnya merepresentasikan keragaman sosial masyarakat Jawa Barat. Titik lemah terberatnya pasangan ini terletak pada panjangnya proses titik temu pasangan ini yang melibatkan banyak elemen dan menguras energy public antara lain karena faktor lemahnya komunikasi politik Ridwan Kamil sendiri.

Inilah yang menyebabkan kejenuhan publik terhadap sosok Ridwan Kamil yang implikasi politiknya bisa menyasar pada hilangnya momentum dan merosotnya elektabilitas yang selama ini di sejumlah lembaga survey Ridwan Kamil selalu di posisi teratas.

Ketiga, pasangan Dedi Mulyadi dan Deddy Mizwar (atau dibalik). Pasangan yang diusung Partai Golkar dan Partai Demokrat ini melalui proses drama politik cabut mencabut dukungan partai pengusung. Ketegaran figur keduanya dalam melewati prosesnya akan menuai insentif elektoral jika diikuti kemampuan memadukan kekuatan elektoral Deddy Mizwar dan kepiawaian Dedi Mulyadi dalam mengerakkan mesin partai secara masif dan sistemik dalam kapasitasnya sebagai Ketua DPD I Golkar Jawa Barat dengan segala isu branding turunannya.

Keempat, kemungkinan pasangan Anton Charlyan dan Maman Imanumhaq yang diusung PDI Perjuangan. Pasangan ini mengingatkan penulis pada kemunculan pasangan Ahmad Heryawan- Dede Yusuf di Pilgub Jawa Barat sepuluh tahun lalu yang tidak masuk dalam arus utama perbincangan publik Jawa Barat dan para pengamat, akan tetapi justru mmenangkan kontestasi Pilgub Jawa Barat 2008.

Pasangan Anton-Maman memiliki kans dalam kemungkinan ini karena beberapa hal :

1. Diusung partai pemenang pemilu yang solid secara struktural dan kegotongroyongan kader-kadernya di semua tingkatan.

2. Perpaduan Anton-Maman adalah representasi public Jawa Barat, nasionalis religius dengan kompetensi yang memadai di bidangnya.

3. Baik partai maupun pasangan yang diusungnya selama ini tidak memproduksi kegaduhan yang melelahkan dan menjenuhkan ruang-ruang public dan karenanya relatif mudah untuk melakukan penetrasi ke ruang-ruang publik dengan ide-ide segar dan substantif untuk kesejahteraan dan kemaslahatan masyarakat Jabar.

Masalah yang tersisa hanyalah, mungkinkah pasangan ini ikut mendaftar ke KPUD Jawa Barat nanti? Wallahu a’lamu bish showab !

Penulis adalah Wakil Sekretaris PWNU Jawa Barat