JAKARTA (Independensi.com) – Wasekjen PPP Muktamar Jakarta, Sudarto meminta, agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) dapat konsisten dengan menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal verifikasi faktual Partai Politik. KPU, jangan hanya sekedar melihat keputusan Menkumham.
Sudarto mengatakan hal tersebut lantaran selain di Yogyakarta, PPP pimpinan Romahurmuziy juga tidak mempunyai kepengurusan yang lengkap, baik di DPC serta PAC.
Diketahui, PPP di bawah Pimpinan Romahurmuziy (Romy) terancam tidak lolos dalam verifikasi faktual lantaran KPU belum bisa mendatangi kantor Dewan Pimpinan Wilayah PPP Yogyakarta Kubu PPP Muktamar Jakarta yang mempunyai kantor dan basis massa.
“Kalau kita melihat putusan MK soal Verifikasi faktual itu tidak hanya sampai pada tingkat cabang saja tapi juga sampai anak cabang dan kecamatan,” ujar Sudarto saat dihubungi oleh wartawan, Jumat (2/2/2018).
Tidak hanya itu, kata Sudarto, PPP Muktamar Pondok pimpinan Romy sebenarnya juga tidak lolos dalam verifikasi faktual di tingkat pusat lantaran ada beberapa syarat yang tidak terpenuhi.
“Hal itu karena kantor DPP PPP di Jalan Ponegoro, Jakarta Pusat itu masih dalam sengketa dan lagi pula kantor yang di DPP Ponegoro juga bukan ditempati oleh Kubu Romy tapi ditempati oleh Preman,” beber Sudarto.
Dengan kondisi demikian, Sudarto meminta, agar KPU tdaik main – main dalam menentukan syarat verifikasi faktual.Verifikasi faktual harus berjalan dengan objektif.
“Tidak ada istilah partai yang mempunyai kursi di DPR di loloskan pemilu dan jelas kasus ini secara otomatis melegitimasi bahwa kubu Romy tidak punya basis dan tidak sah secara strukturalnya,” jelas Sudarto.
“Permasalahan ini juga membuktikan bahwa Romy telah berfikir egois hanya untuk kelompoknya bukan untuk kepentingan PPP. Dan apa yang Romy lakukan sangat merugikan PPP dan bisa membunuh konsistensi PPP di pemilu di 2019,” tandas Sudarto.
Sementara itu, Pengamat Politik Universitas Al-Azhar Ujang Komarudin menilai, bahwa KPU harus dapat menunggu selesainya konflik dualisme kepengurusan PPP ini sebelum melakukan verifikasi faktual.
KPU, kata Ujang, juga sebaiknya hormati keputusan mahkamah konstitusi karena pelanggaran – pelanggaran akan menyebabkan proses pemilu cacat hukum dan rawan tuntutan.
Perlu diketahui, kemenangan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di pilpres 2014 diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi yang kemudian dijalankan seluruh rakyat Indonesia dan lembaga tinggi negara.
“KPU harus bekerja profesional sesuai ketentuan UU,” tandas Direktur Eksekutif Political Review (IPR),