BALI (IndependensI.com) – Lembaga Advokasi dan Bantuan Hukum Indonesia (LABHI)- Bali, telah menjadi kuasa hukum dari Tersangka Septyani dalam kasus pembunuhan terhadap 3 orang anaknya beberapa waktu lalu, mengingatkan bahwa kliennya hampir dipastikan mengalami guncangan mental yang mengakibatkan hal tersebut sehingga dianggap tidak cakap di mata hukum.
LABHI-BALI yang terdiri dari 10 orang kuasa hukum atas permintaan dari keluarga tersangka Septyani, sebelumnya telah melakukan pendampingan terhadap tersangka Septyani yang pemeriksaannya, pada hari jumat tertanggal 2 maret 2018 dan Senin 26 Maret 2018, dimana pemeriksaan hari ini dari jam 10.00 sampai jam 12.35 Wita.
“Dalam hasil pemeriksaan, dikemukakan fakta bahwa klien kami telah mengalami kekerasan rumah tangga secara psikis, mengalami trauma luar biasa, luka psikis yang amat dalam, dan gangguan kejiwaan,” kata I Nyoman Yudara melalui rilis media yang diterima IndependensI.com, Senin (26/3/2018).
Adanya tindakan tersangka Septyani yang bertindak diluar akal sehat tersebut, adalah hasil dari luka psikis dan trauma luar biasa, luka psikis yang amat dalam. Selama hidupnya caci maki, pelecehan harga diri, kekerasan, pengucilan dari lingkungan yang dialaminya setiap saat sebagaimana tertuang dalam BAP di kepolisian.
“Kami sedang memikirkan sesegera mungkin mengungkap fakta tersebut dengan melakukan pelaporan pidana atas Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang dialami Septyani,” terangnya.
Menurutnya, Siapa yang diduga sebagai pelakunya kami akan sampaikan pada saat pelaporan nantinya. “Sebab ada dugaan tersangka adalah korban kekerasan psikis yang menyebabkan tersangka di luar kendali akal sehatnya, sebagai penyebab mengapa klien kami melakukan pembunuhan kepada anaknya,” tambah Nyoman.
Beban pikiran, perubahan psikis atau kejiwaan maupun beban mental yang tersangka rasakan sebenarnya terlalu besar bahkan secara psikologis sebenarnya tidak mampu diwakili dengan kata-kata.
“Oleh karena penyidikan masih berlanjut maka kami meminta masyarakat untuk memandang permasalahan ini secara objektif sebab pada dasarnya pilihan dari tersangka itu adalah hidup mati bersama anak-anaknya dan kondisi hidup sekarang ini beban mental itu pastinya semakin bertambah,” pungkasnya. (hidayat)