IndependensI.com – Hampir setiap minggu ada yang terkena OTT KPK dan selalu menarik perhatian masyarakat walaupun sudah mungkin bosan menontonnya di televisi. Tetapi masih lebih baik ditonton dibanding politisi dan elit partai yang gitu-gitu aja dari dulu, kadang egois dan narsis serta bawa perasaan (baper) atau curhat.
OTT minggu lalu menarik, KPK menciduk Kalapas Sukamiskin, tempat petinggi bangsa di-“masyarakatkan”, mulai dari koruptor puluhan juta rupiah sampai triliunan kerugian negara. Pertanyaannya, mengapa baru sekarang Lapas Sukamiskin disasar, dari dulu aroma “pembiaran” itu berlangsung.
Aneh dan lucunya adalah dugaan adanya sel palsu yang ditempati Setya Novanto dan Nazaruddin, disebut palsu karena sederhana atau standard tidak seperti sel Lutfi Hasan Ishaq dan Prof. Dr. OC Kaligis berperalatan lain dari biasa. Kecurigaan karena ada parfum wanita, dengan kata lain bahwa kamar Setnov itu adalah kamar wanita, paling tidak ada wanita bermukim.
Ada dugaan rencana razia Dirjen bocor, jadi sempat Setnov dan Nazaruddin dipindah, sebenarnya menurut orang awam, gampang saja pasti ada daftar nama penghuni siapa menghuni sel nomor berapa. Apa dibalik semua itu ada berpura-pura atau LP Sukamiskin seperti angkot tidak punya daftar penumpang?
Kembali tentang OTT minggu ini, masyarakat menunggu karena yang terkena OTT kali ini agak lain, kalau minggu lalu ada artis Inneke Koesherawaty dan suaminya Fahmi Darmansyah, kali ini Bupati Lampung Selatan, Dr. H Zainuddin Hasan SH M Hum Ketua DPW PAN, adik kandung Ketua MPR Zulkifli Hasan yang juga Ketua Umum PAN.
Berpegang pada asas praduga tidak bersalah, tidak ada kaitan dengan Partai, apalagi dengan Ketua MPR walau itu abangnya. Tidak dapat disalahkan masyarakat bila beranggapan OTT KPK kali ini menohok “jantung”, mengapa tidak? Adik Ketua MPR. Seharusnya keluarga dekat pejabat tinggi dan pimpinan lembaga negara itu seyogyanya menjaga harkat dan martabat anggota keluarganya, tidak sebaliknya aji mumpung seperti masa lalu, kerabat pejabat belum masuk pesawat, penerbangan akan tertunda. Itulah penyebabnya berita OTT Bupati Lampung Selatan ini ditunggu masyarakat.
Seorang bupati akan rontok tragis hanya dengan uang suap Rp 700 juta akan hancur harkat dan martabat, nama baik, keluarga serta karier. Kok tidak kapok-kapoknya serta tidak sadar bahwa KPK itu memiliki alat canggih untuk menyadap alat-alat komunikasi. Sebagai bupati masih tetap saja kekurangan.
Kembali ke pertanyaan, siapa yang salah kalau sudah terjadi seperti ini? Apakah KPK yang melakukan OTT, yang memang tugasnya memberantas korupsi sesuai dengan peraturan perundang-undangan atau individu yang serakah terkena OTT itu sendiri yang melanggar etika, moral, sumpah jabatan dan hukum?
Yang terkena OTT Ketua Wilayah, adik Ketua Umum partai/Ketua MPR, apalagi dalam proses penggodokan Calon Wakil Presiden untuk Pilpres 2019 untuk mendampingi Prabowo Subianto belum mengerucut, serta PAN sendiri masih menimbang-nimbang mungkin ke mana lebih nyaman.
Dalam kaitan itu KPK tidak salah kalau masyarakat “mempertanyakan” apakah OTT itu murni atau ada pesanan? Untuk itu KPK harus benar-benar menunjukkan dirinya sebagai lembaga anti korupsi independen serta tidak menjadi dan tidak akan menjadi alat kekuasaan dan penguasa, sehinggga OTT itu benar-benar menegakkan aturan. Sebaiknya uraian dugaan peristiwa pelanggaran sampai OTT itu cepat diumumkan agar masyarakat tidak berprasangka lain. OTT sebagai upaya tangguh memberantas korupsi, ada baiknya dikembang-luaskan.
Selain itu juga KPK harus gencar mensosialisasikan kepada masyarakat bagaimana cara-cara melapor apabila ada dugaan penyelewengan di suatu proyek atau daerah selain prosedur termasuk perlindungan hukum bagi sang pelapor. Juga laporan yang disampaikan ke KPK tidak semua ditindak lanjut kecuali yang memiliki fakta dan bukti hukum.
Dengan keterbatasan KPK harus didukung partisipasi masyarakat dalam mengawasi pelaksanaan pembangunan di daerah, sebab dengan tidak keikut sertaan masyakat, pemberantasan korupsi tidak akan menyeluruh. Buktinya OTT masih terus ada, artinya para pejabat itu tidak gentar.
Keikutsertaan masyarakat sangat penting, sebab belum tentu lebih buruk penyelenggaraan pemerintahan di Lampung Selatan disbanding daerah lain, tetapi mengapa bupati daerah lain tidak terkena OTT KPK, bisa saja masyarakat bertanya demikian. KPK sendiri yang bisa menjawab itu. (Bch)