SOLO (IndependensI.com) – Indonesia siap menggelar pesta olahraga atlet difabel Asia bertajuk Asian Para Games (APG) 2018. Adapun pelaksanaannya ditandai dengan pawai obor yang dimulai dari kota Solo, Jawa Tengah, Rabu (5/9/2019). Setelah obor dihidupkan melalui lentera yang diambil dari api abadi, Mrapen, maka Menko PMK Puan Maharani pun menjadi pembawa pertama api dalam lentera tersebut.
Puan menerima lentera dari Wakapolda Jawa Tengah Brigjen Pol Ahmad Lutfi, di depan Balaikota Surakarta didampingi Ketua Indonesia Asian Para Games 2018 Organizing Committee (INAPGOC) Raja Sapta Oktohari, pemangku budaya Gusti Raden Ayu Koestiyah, atlet para atletik Jaenal Aripin, serta Duta Obor Bertrand Antholin.
Meski belum dinyalakan di obor, lentera tersebut tetap krusial karena berisi Api Abadi Mrapen, yang diambil dari langsung Grobogan pukul 10:40 WIB Rabu (5/9/2018). Setibanya di Solo, lentera api lebih dulu dibawa ke Kantor National Paralympic Committee (NPC) Indonesia di Jalan Ir. Sutami sekitar pukul 13:00 WIB.
Tiba di Balai kota, Puan menerima lentera sekitar pukul 15:40 WIB dan dibawa masuk ke Balaikota Solo disaksikan Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo. Penari tradisional Bedoyo dan musik Gamelan pun menyambut kedatangan rombongan di panggung utama.
“Asian Para Games merupakan rangkaian acara setelah Asian Games. Di mana Asian Games sudah sukses penyelenggaraan, prestasi dan opening closing. Setelah ini ada Asian Para Games ketiga, mulai 6 sampai 13 Oktober,” kata Puan dalam sambutannya.
“Api obor ini melambangkan semangat kekuatan dan semangat inspirasi Asia. Maskot Asian Para Games bernama Momo (Motivation dan Mobility), arti namanya motivasi dan pergerakan. Harapannya sukses Asian Games disertai sukses Asian Para Games, target finis ketujuh, harus kita dukung,” pungkasnya.
Pukul 16:25 WIB, Torch Relay Asian Para Games 2018 secara resmi dibuka oleh Puan. Selanjutnya, rangkaian Torch Relay Asian Para Games 2018 akan melanjutkan agenda menyalakan obor dari lentera api abadi di Ternate, Minggu (9/9).
Solo dipilih sebagai kota pertama karena memiliki sejarah olahraga Paralimpik. Selain itu, di Solo juga tempat Pelatnas atlet Indonesia yang akan berlaga di Asian Para Games 2018. Setelah Solo, kirab obor Asian Para Games 2018 akan melanjutkan rangkaian perjalananannya di kota Ternate di Maluku Utara lanjut ke Makassar di Sulawesi Selatan, kemudian bergerak ke kota Pontianak di Kalimantan Barat.
Setelah dari Kalimantan, arak-arakan obor ini menuju Bali, Pangkal Pilang Provinsi Belitung, kemudian menuju kota Medan di Sumatera, dan berakhir di Jakarta pada tanggal 30 September. Di Jakarta, obor diinapkan hingga pelaksanaan Asian Para Games 2018 yang secara resmi dimulai pada tanggal 6 September.
Klasifikasi dan Kualifikasi
Pelaksanaan Asian Para Games (APG) ternyata lebih rumit ketimbang Asian Games. Pasalnya, sebelum bertanding, setiap atlet harus melewati fase klasifikasi dan kualifikasi, Tahap ini untuk mengecek kondisi tubuhnya sesuai dengan klasifikasi nomor yang digeluti atau tidak. Dari sinilah para atlet baru bisa turun ke medan laga membela negara jika lolos kualifikasi. Tahapan ini dilakukan dua hari sebelum APG dilaksanakan pada 6-13 Oktober mendatang.
“Bisa dikatakan, pertarungan di APG dimulai sejak klasifikasi, bukan saat pertandingan. Pada tahapan klasifikasi, atlet bisa saja tidak turun di nomor yang telah dipersiapkan dalam latihan karena impairment-nya atau bahkan gagal bertanding,” ungkap Christopher Muliadi Siagian selaku direktur Klasifikasi INAPGOC, Rabu (5/9/2017).
INAPGOC sendiri mendatangkan orang-orang yang paham soal klasifikasi dari federasi internsional masing-masing cabang olahraga untuk mengecek kesiapan atletnya. Sedikitnya 18 cabang olahraga dipertandingkan dengan total emas 568. Dari 2.888 atlet para games Indonesia. Perhelatan APG 2018 adalah kali ketiga digelar dan untuk kali pertama Indonesia menjadi tuan rumah.
Tercatat 1.000 atlet di antaranya akan menjalani klasifikasi yang 30 persen di antaranya atlet penyandang tuna netra. Berbagai cara pun dilakukan agar para atlet yang sudah dibina lolos klasifikasi. Salah satunya adalah mendatangkan internasional clasifier dengan kualifikasi sudah mengenal atlet tersebut. Karena itu sangat penting try out agar atlet bersangkutan sudah pernah melewati masa kualifikasi di single event.
“Jika ada yang protes, boleh banding dengan bayar US$200,” kata Christopher.
Sementara itu dalam kesempatan yang sama, Binpres NPC Indonesia Waluyo, atlet Indonesia pernah merasakan tidak lolos klasifikasi saat di APG 2014 Incheon, Korea Selatan. Saat itu dua atlet tuna grahita
yang mengalami. Imbasnya mereka tidak bisa main. Situasi itu harus dihadapi Indonesia karena sistem melakukan klasifikasi membolehkan atlet masuk duku baru dokumen pelengkap menyusul.
Untuk APG 2018, semua administrasi harus lengkap di depan. “Tapi kalau di APG III ini kan kualifikasi untuk Olimpiade. Jadi kecil kemungkinan terjadi karena data klasifikasi menyesuaikan data sebelumnya di single event yang diapproved IPC (Dean Paralimpiade Dunia),” ujarnya.
Foto: Menko PMK Puan Maharani (tengah) berfoto bersama Ketua Inapgoc Raja Sapta Oktohari (kedua dari kanan) dan Walikota Surakarta FX Hadi Rudyatmo seusai acara torch relay Asian Para Games 2018 di halaman Balaikota Surakarta, Solo, Jawa Tengah, Rabu (5/9/2018).