BALIKPAPAN (IndependensI.com) – Pembangunan infrastruktur di kawasan perbatasan menjadi salah satu prioritas Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Hal ini sebagai tindak lanjut mewujudkan Nawa Cita Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk membangun dari pinggiran dalam rangka menjaga NKRI.
Di kawasan perbatasan Kalimantan, Kementerian PUPR saat ini tengah menyelesaikan pembangunan jalan paralel sepanjang 1.920 km. “Jaringan jalan perbatasan ini merupakan infrastruktur yang bernilai strategis bagi NKRI dengan fungsi sebagai pertahanan dan keamanan negara dan mendukung pusat pertumbuhan ekonomi baru di kawasan perbatasan,” kata Menteri Basuki beberapa waktu lalu.
Pembangunan jalan perbatasan secara otomatis akan membuka keterisolasian wilayah. Dampaknya, akses masyarakat jadi lebih terbuka hingga kemudian terbentuk jalur-jalur logistik baru yang mendukung tumbuhnya embrio pusat-pusat pertumbuhan.
Kondisi tersebut akan sangat membantu masyarakat di kawasan perbatasan, dimana barang kebutuhan diperoleh dengan lebih mudah dan murah. Kesenjangan antarwilayah pun juga bisa dikurangi.
Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) XII Balikpapan Ditjen Bina Marga Refly Ruddy Tangkere menyampaikan dari 1.920 km jalan paralel perbatasan di Kalimantan, yang berada di Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) sepanjang 824 km dan Kalimantan Timur (Kaltim) sepanjang 244 km. Jalan tersebut ditargetkan sudah bisa tersambung dan fungsional pada akhir 2019 dengan kondisi sebagian beraspal, sebagian perkerasan agregat, dan perkerasan tanah.
“Dari panjang 1.068 kilometer jalan perbatasan Kaltim dan Kaltara, saat ini masih 185 km yang belum tembus, yakni 126 kilometer di Kaltara dan 59 kilometer di Kaltim,” kata Refly saat melepas Ekspedisi Susur Jalan Perbatasan Kaltara dan Kaltim.
Selain ekspedisi jalan perbatasan, dilaksanakan pula peninjauan terhadap progress pembangunan Jembatan Pulau Balang dan Jalan Tol Balikpapan-Samarinda. “Ekspedisi ini dilakukan sebagai akuntabilitas terhadap anggaran yang diamanahkan kepada Kementerian PUPR dengan memberikan informasi kondisi eksisting dan juga progres pembangunan jalan dan jembatan serta mengetahui harapan masyarakat setempat,” kata Refly.
Menurutnya, pembangunan jalan perbatasan juga memperhatikan kemampuan dana pemerintah. Oleh karenanya, konstruksi jalan perbatasan beraspal diprioritaskan pada ruas jalan yang melintasi pusat kegiatan ekonomi dan pelayanan sosial, seperti permukiman, sekolah, pasar, dan puskesmas. Penanganan jalan perbatasan merupakan program pemerintah yang diselesaikan bertahap dan berkesinambungan.
Pembangunan jalan perbatasan ini bukan tanpa kendala. Refly mengatakan bahwa cukup banyak kendala yang dihadapi di lapangan, misalnya kondisi teknis medan cukup berat. “Ini sama seperti di Trans Papua. Topografinya berbukit-bukit, terutama di perbatasan Kaltim dan Kaltara sehingga mempengaruhi waktu pengerjaan dan biaya konstruksi,” jelas Refly. Faktor non-teknis, yakni kultur budaya masyarakat perbatasan juga menjadi tantangan tersendiri, ditambah dengan cuaca yang cenderung ekstrem pada beberapa bulan terakhir.
Pembangunan jalan paralel perbatasan Kaltim dan Kaltara telah dimulai sejak 2015 dengan melibatkan Zeni TNI-AD untuk pembukaan lahan. Pada tahun 2018 Kementerian PUPR mengalokasikan anggaran total sebesar Rp 839,4 miliar untuk pembangunan dua jalan paralel perbatasan tersebut.
Pada tahun 2018, BPJN Wilayah XII-Balikpapan, Ditjen Bina Marga dan Zeni TNI AD telah melakukan penandatanganan 6 paket pekerjaan pembangunan jalan perbatasan di Provinsi Kaltim dan Kaltara dengan panjang 132 km senilai Rp 330,72 miliar