JAKARTA (IndependensI.com) – Di hadapan 3.000 mahasiswa baru (maba) Universitas Widyatama, Bandung, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Pol. Drs. Suhardi Alius, MH memberikan kuliah bertema “Resonansi Kebangsaan” (6/9/2018).
Penguatan semangat kebangsaan menjadi sangat penting khususnya di kalangan generasi muda agar terhindari dari pengaruh paham radikal dan ideologi kekerasan yang dapat memecah belah kesatuan bangsa.
Dalam paparannya, Suhardi mengingatkan beberapa negara yang berkonflik di Timur Tengah dapat menjadi bukti bahwa perpecahan antar-sesama anak bangsa dapat berakibat fatal. Dalam kondisi masyarakat yang rentan konflik sangat mudah ditunggangi oleh ideologi radikal terorisme.
“Indonesia ini negara majemuk, mempunyai ratusan suku dan bahasa dapat bersatu, inilah yang harus kita syukuri, namun kemajemukan ini akan remuk jika kita sebagai anak bangsa tidak dapat merawatnya,” tegasnya.
Karenanya, mantan Sekretaris Lemhanas ini mengingatkan tanggung jawab generasi muda untuk merawat kemajemukan dengan menjauhi ideologi radikal terorisme. Memperkuat paham kebangsaan merupakan modal untuk memperkuat daya tangkal terhadap ideologi radikal terorisme.
“Jika berbicara terkait kebangsaan gunakanlah hati, jangan menggunakan akal saja karena hati akan lebih menyentuh,” ujar Suhardi.
Republik ini, menurutnya, bukanlah kepunyaan perseorangan, tetapi kepunyaan anak cucu yang diperlukan pengelolaan yang bijak. Di sini sebagai generasi muda bangsa saat ini harus mampu bekerja keras agar kelak menjadi tumpuan bangsa. Salah satu yang harus dihindari sejak dini paham radikal terorisme yang dapat merusak wawasan kebangsaan.
Memang diakui Suhardi berbicara istilah radikal harus berhati-hati karena radikal tidak selalu bermakna negatif, namun juga bermakna positif. Makna radikal positif adalah seperti perjuangan para founding father yang memperjuangkan kemerdekaan dan mendirikan Indonesia, itulah makna radikal yang positif.
“Radikal yang bermakna negatif adalah Intoleransi, anti-Pancasila, anti-NKRI dan penyebaran paham takfiri itulah radikalisme yang sebenarnya menurut BNPT,” ungkap Suhardi.
Lebih lanjut ia mengingatkan proses penyebaran paham radikal ini sudah merambah ke dunia Maya. Berbagai konten negatif bernuansa kekerasan dan radikal kini bertebaran di dunia maya. Masyarakat terlebih mahasiswa harus cerdas menggunakan media sosial dengan tidak asal langsung share sebelum dikroscek kebenaran berita atau konten yang tersebar di dunia maya.
“Menurut hasil survey masyarakat Indonesia minimal 128 menit menggunakan gadget, peluang inilah yang dimanfaatkan oleh kelompok radikal terorisme menyebarkan pahamnya dan merekrut anggota, itulah yang dinamakan lone wolf (serigala tunggal) karena dia terpapar melalui dunia maya,” ujar mantan Kapolda Jawa Barat tersebut.
Selain memberikan kuliah umum, dalam kesempatan itu Kepala BNPT diminta sekaligus meresmikan gedung baru Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) Widyatama. Suhardi berharap PKM ini dapat menjadi wadah agar kegiatan mahasiswa dapat dimonitoring, sehingga infiltrasi penyebaran paham radikal terorisme yang menunggangi kegiatan mahasiswa dapat dihindari.