JAKARTA (IndependensI.com) – Lonjakan populasi hama wereng batang cokelat (WBC) dikhawatirkan terjadi pada periode tanam Oktober 2018 hingga Maret 2019, dan akan memengaruhi capaian luas panen serta produktivitas padi nasional. Sebagai upaya memitigasi resiko serangan hama tersebut, Kementerian Pertanian (Kementan) sejak awal mendorong pengembangan budidaya tanaman sehat.
Direktur Perlindungan Tanaman Pangan Kementan Yanuardi menyebutkan penerapan budidaya tanaman sehat dilakukan melalui perbaikan fisik dan kimia tanah, penggunaan bahan organik hayati dan ramah lingkungan, serta peningkatan kapasitas petani. “Untuk itu, kami memperbaiki kesuburan lahan, penggunaan varitas unggul tahan WBC, serta menanam refugia,” ungkap Yanuadi dalam keterangan pers yang diterima hari Kamis (27/9).
Agar pelaksanaan budidaya tanaman sehat dapat berjalan sesuai tujuannya, Kementan memberi bantuan sarana produksi berupa benih, dolomit dan pestisida hayati. Tak hanya itu, Kementan juga memberikan bantuan pendukung seperti agens pengendali hayati dan tanaman refugia. Keberadaan agens pengendali hayati dan tanaman refugia diharapkan dapat melindungi tanaman padi dari serangan hama WBC.
Kementan mendorong pengembangan budidaya tanaman sehat dengan pertimbangan bahwa peningkatan populasi hama WBC justru disebabkan tingginya ketergantungan terhadap pestisida kimia. Penggunaan pestisida kimia secara berlebihan ditenggarai dapat menimbulkan resistensi dan resurgensi hama.
Hasil dari pengembangan budidaya tanaman sehat yang dilakukan pada tahun 2017, menunjukkan bahwa petani yang awalnya gagal panen menjadi dapat berproduksi rata-rata sebesar 11 ton per hektare, jauh lebih tinggi dibandingkan budidaya normal yang rata-rata produksinya sebesar 8 ton per hektare. Pada tahun ini, program budidaya tanaman sehat dikembangkan seluas 24.000 hektare di daerah endemis serangan WBC.
Selain itu, Ditjen Tanaman Pangan Kementan pada tahun ini juga memberikan bantuan sarana transportasi kepada semua petugas Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT) sejumlah 1.037 unit roda dua dan 85 unit kendaraan roda empat. “Langkah ini diambil untuk memperkuat sistem surveilence dan deteksi dini serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT),” tandas Yanuardi.