Independensi.com – Setelah lima hari peristiwa penembakan karyawan BUMN PT (Persero) Istaka Karya yang mengerjakan jembatan Kali Aworak dan Kali Yigi di ruas jalan Trans Papua di Kabupaten Nduga masih simpang siur jumlah korban yang wafat, yang melarikan diri serta yang masih belum ditemukan.
Kita berharap jenazah yang wafat hendaknya cepat ditemukan agar dapat segera dimuliakan sesuai dengan iman dan kepercayaan masing-masing dan kepada keluarga yang ditinggal kita yakin dan percaya akan diberikan Tuhan Yang Maha Pengasih penghiburan sejati yang dari padaNya.
Para korban itu sewajarnya dihormati sebagai pahlawan kemanusiaan untuk kemajuan masyarakat Papua, sebab dengan pembangunan jalan itu kehidupan di pegunungan akan semakin mudah memperoleh pelayanan umum baik dari pemenuhan kebutuhan sehari-hari terutama penyaluran kebutuhan pokok yang menjadi tanggungjawab pemerintah.
Terlepas dari kepentingan dan hak politik, yang merupakan hak azasi setiap orang, kelompok maupun komunitas, namun menurut hemat kita adalah tidak pada tempatnya “membasmi” para pekerja yang melakukan tugas pembangunan yang hasilnya adalah untuk masyarakat setempat.
Sebab tidak ada dari mereka yang ditembaki itu akan menetap atau memperoleh manfaat dari lancarnya transportasi serta arus barang dan penumpang ke Nduga. Pekerja hanya menjual keringat dan mendapat upah. Intinya, mereka-mereka adalah pekerja yang baik dan tulus ikhlas menyelesaikan tugasnya membangun trans Papua.
Dilihat dari usia menurut pemberitaan media sebagian besar adalah anak-anak muda yang masih hijau dan terbebas dari tujuan dan pengaruh politik dan kekuasaan.
Dalam kaitan itu, kita berharap agar Tokoh Masyarakat Papua, Kepala Suku, Pemuka Agama dan Tokoh Gereja harus berupaya menyadarkan saudara-saudara kita yang masih ada di hutan dan pegunungan untuk bertindak dengan berperikemanusiaan. Dengan ikutnya berperan Tokoh Masyarakat, Kepala Suku, Pemuka Agama dan Gereja agar mereka yang masih belum kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi, paling tidak merasakan isak tangis dan duka nestapa keluarga dan handai taulan yang ditinggal oleh orang-orang yang mereka tembaki itu.
Adalah sangat bijaksana apabila tokoh masyarakat dan agama serta gereja mencari jalan damai agar proses penyelesaian konflik di Papua tidak menggunakan senjata dan semua pihak berkewajiban untuk menempuh perdamaian dengan penyelesaian konflik bersenjata ke meja perundingan dengan penuh kasih dan semangat kebangsaan dan persaudaraan.
Kalau sejak tahun 1995 nama pemimpin Organisasi Papua Merdeka (OPM) Daniel Yudas Kogoya dan Kelly Kwalik mencuat di dunia internasional saat berita penyanderaan peneliti Belanda, Jerman, Inggris dan Indonesia yang tergabung dalam Tim Lorentz 1995 dan World Wildlife Fund yang meneliti Taman Nasional di Mapenduma disandera OPM Kelompok Daniel Yudas Kogoya.
Ternyata sampai sekarang Daniel Yudas Kogoya juga masih memimpin kelompok yang menembaki ke-31 karyawan PT Istaka Karya di Nduga tersebut sebagaimana keterangan Juru Bicara Tentara Pembebasan Tanah Papua (OPM) Sebby Sambom adalah Pimpinan Egyanus Kogoya, yang menurut Sydney Jones adalah sempalan dari Kelly Kwalik sebagai sayap militer OPM.
Artinya sejak 22-23 tahun lalu persoalan konflik bersenjata di Papua tidak terselesaikan, bahkan kondisi masyarakat di pegunungan seolah bukan bagian wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam pelayanan kepentingan masyarakat oleh Pemerintah akibat dari kondisi keamanan yang tidak memungkinkan.
Di era Pemerintahan Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla, peningkatan kesejahteraan masyarakat pegunungan Papua menjadi perhatian khusus Presiden terutama menyamakan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) antara pegunungan dengan perkotaan, termasuk harga bahan bangunan seperti semen.
Menurut hemat kita, siapapun kita, dan apapun tujuan serta keyakinan politik kita, tidaklah layak tutup mata atau menafikan apa yang telah dan sedang dilakukan oleh Pemerintah saat ini di Papua, terutama membangun jalan lintas pegunungan Papua.
Oleh karena itu, adalah tidak manusiawi apabila ada pihak atau kelompok yang tidak berupaya menurunkan ketegangan di Nduga dan Papua pada umumnya, sebab tidak ada persoalan yang tidak dapat diselesaikan dalam kasih.
Peranan pemuka agama dan gereja serta tokoh masyarakat dan Kepala Suku jauh lebih ampuh dan bermanfaat, dibanding kekuatan senjata dalam menyelesaikan konflik yang berkepanjangan di Papua, sebab sepanjang sejarah, tidak ada yang diuntungkan dalam suatu konflik dan pertumpahan darah. (Bch)
Nice posts! 🙂
___
Sanny