JAKARTA (Independensi.com) – Komisi III DPR RI mendukung aplikasi smart pengawasan aliran kepercayaan atau pakem dan meminta kepada sejumlah pihak yang menolak dan meminta aplikasi tersebut dihapus untuk tidak khawatir dan apriori lebih dahulu.
Menurut anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan adanya pro kontra terhadap semua ide bagus dan ide hebat seperti pada aplikasi smart pakem yang diluncurkan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta adalah merupakan hal yang wajar.
“Tapi ya saya katakan coba dululah. Karena kalau itikad baik ini dilandasi dengan niat baik dan kerja-kerja baik, semua akan baik-baik juga,” kata Arteria di Kejati DKI Jakarta, Jumat (14/12/2018) sore seusai pertemuan Komisi III DPR dengan Kajati DKI dan jajaranya, Ketua Pengadilan Tinggi Jakarta serta Kakanwil Kemenkumham DKI Jakarta dalam masa reses.
Dia pun meyakini walau aplikasi smart pakem berpotensi menjadi sarana persekusi dan memecah belah bangsa, namun semua kekhawatiran sejumlah pihak bisa diminimalisir dan direduksi.
“Karena kejaksaan punya jaksa-jaksa hebat. Kita punya intel-intel kejaksaan yang luar biasa hebat yang bisa mencermati itu semua. Sehingga kekhawatiran kita, bisa kita minimalisir atau kita reduksi,” tutur politisi asal PDI Perjuangan ini.
Sementara Direktur (B) Sosial Budaya Kemasyarakatan pada JAM Intel Yusuf mengatakan keberadaan aplikasi smart Pakem memang tidak perlu dikhawatirkan karena masyarakat sudah diingatkan untuk tidak bertindak sendiri jika mengetahui ada dugaan aliran kepercayaan masyarakat yang melanggar atau menyimpang.
“Jadi sebenarnya tidak perlu ada kekhawatiran ada persekusi. Justru aplikasi pakem dalam rangka kita melakukan edukatif, koordinatif persuasif dan preventif,” tutur Yusuf dalam acara press gathering dengan Forum Wartawan Kejaksaan (Forwaka), Jumat (14/12).
Oleh karena itu, kata dia, masyarakat bisa melapor atau mengadu kepada pihak kejaksaan melalui aplikasi Pakem jika mereka menemukan indikasi penyimpangan dilakukan aliran-aliran kepercayaan masyarakat.
Dikatakan Yusuf hal tersebut juga disampaikan kepada sejumlah aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) yang mengadakan pertemuan dengan pihaknya belum lama ini di Kejaksaan Agung.
Diakuinya dalam pertemuan tersebut para aktivis HAM menilai keberadaan aplikasi Smart Pakem berpotensi melanggar hak asasi manusia dan memecah belah bangsa. “Tapi setelah saya jelaskan kepada mereka (aktivis HAM–Red), termasuk adanya lembaga Bakor Pakem yang berwenang dan bukan kejaksaan, mereka akhirnya malah mendukung keberadaan aplikasi Pakem,” tutur mantan Asdatun Kejaksaan Tinggi Jawa Barat ini.
Dikatakan Yusuf bahwa Bakor Pakem atau Badan Koordinasi Pengawasan Aliran Kepercayaan yang di dalamnya terdapat unsur pemerintah, penegak hukum dan aparat keamanan adalah yang berwenang memutuskan suatu aliran kepercayaan masyarakat menyimpang dan melakukan pelanggaran atau tidak.
“Jadi bukan pihak kejaksaan. Karena itu jika ada laporan pengaduan masyakarat masuk ke aplikasi Pakem tidak langsung diputus oleh kejaksaan. Tapi laporan atau pengaduan masyarakat akan ditindaklanjuti ke Bakor Pakem,” ujarnya. (MJ Riyadi)