JAKARTA (IndependensI.com) – Dengan berkembangnya informasi yang begitu cepat di era digital sekarang ini, keragaman yang dimiliki bangsa Indonesia tentunya bisa menjadi titik rawan dari provokasi dan fitnah bernafas kebencian di media sosial (medsos).
Kerukunan dapat berubah menjadi konflik, sementara persatuan dapat menjadi perpecahan akaibat adanya penyebaran ujaran kebencian (hate speech) dan berita bohong (hoax). Akibatnya gesekan antaranggota masyarakat di dunia nyata menjadi rawan akibat provokasi kebencian di dunia maya tersebut.
Ketua Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia (Mafindo), Septiaji Eko Nugroho, meminta masyarakat Indonesia untuk sama-sama membersihkan medsos dari ujaran kebencian untuk menjaga kedamaian dan keberagaman yang ada di Indonesia. Apalagi di tahun 2019 ini Indonesia akan mengadakan pemilihan umum raya yaitu pemilihan presiden dan pemilihan anggota dewan legislatif.
“Tahun 2019 ini sangat penting buat kita ini karena di negeri yang demokrasinya masih baru ini kita akan menapaki tahap lanjutan dalam bentuk Pemilu dan Pilpres. Tentu saja dalam konteks bagaimana masyarakat sekarang cara berkomunikasi dan pertukaran informasi itu terjadi. Sekarang ini kita dihantui dengan maraknya penyebaran hoax yang menghancurkan pikiran dimana membuat orang jadi sakit jiwa kemudian membuat permusuhan. Lebih kita sebarkan konten tentang cinta dan damai di medsos agar negeri kita menjadi sejuk dan tentram,” ujar Septiaji di Jakarta, Senin (14/1/2019).
Agar medsos terbebas dari ujaran kebencian dan hoax, dirimya meminta kepada masyarakat untuk duduk bersama menyepakati bahwa dalam konteks pertarungan demokrasi itu orang dipersilakan untuk berdebat, berargumen, berkompetisi. Namun satu hal yang tidak boleh dilakukan yakni kita tidak boleh mentolelir kebohongan serta kebencian dan menyebarkannya melalui medsos. Karena hal tersebut sebenarnya sudah dilarang baik melalui norma hukum, agama, sosial maupun budaya.
“Jadi di tahun 2019 ini seharusnya menjadi titik tolak kita bersama untuk dapat bersama-sama melanjutkan hidup kita di Bumi Pertiwi ini tanpa menggunakan kebencian, kebohongan, hasut, fitnah di medsos. Dan justru sebaliknya, semua teknologi yang sudah kita bisa gunakan itu seharusnya justru bisa mempercepat kita menjadi negara maju,” ujarnya.
Dirinya juga meminta kepada masyarakat untuk bisa menahan diri agar tidak mudah terprovokasi terhadap hasutan kebencian baik di medsos ataupun dunia nyata. Hal ini bisa dilakukan masyarakat untuk perlu berlatih dan mempraktekkan pengendalian diri ketika menerima informasi atau pun hendak menulis dan mau menyebarkan ulang segala informasi yang diterima
Pengendalian diri ini, kata Septiaji, sangat penting sehingga masyarakat tidak kemudian menjadi reaktif atau kemudian mudah dikompori oleh informasi-informasi yang kadang mengandung unsur hasut atau kebenaran separo atau yang sifatnya itu mengadu domba untuk membenci orang lain. Pengendalian diri itu menjadi hal yang harus ditekankan bersama.
Apalagi menurutnya, semua masyarakat Indonesia ini memiliki keberagaman. Dan ketika melihat konteks politik, maka sejatimya politik yang ada di Indonesia yakni mewakili keberagaman tersebut.“Yang perlu dipahami masyarakat adalah tidak ada yang namanya hitam putih dalam politik, misalnya ada suatu kelompok pendukung suatu partai, atau suatu figur yang lalu menjadi kandidat, maka kita harus memahami bahwa semua orang yang berada dalam panggung politik itu tentunya semua memiliki kelebihan dan kekurangan,” ucapnya.
Ketika ada kontestasi politik seperti Pemilu atau Pilpres, tegas Septiaji, maka masyarakat dipersilahkan untuk mendukung calon tersebut dengan sekuat tenaga. Tetapi tidak boleh menggunakan hoax dan ujaran kebencian apalagi menyebarkannya melalui medsos.