JAKARTA (IndependensI.com) – Kementerian Pertanian bersama dengan FAO meluncurkan 3 buku panduan dalam menghadapi ancaman penyakit Infeksi Baru/Berulang (PIB) dan Zoonosis (penyakit hewan yang menular ke manusia). “Buku panduan ini difokuskan untuk menguatkan kapasitas petugas di lapangan dalam mendeteksi, mencegah dan mengendalikan wabah penyakit dan juga membantu para pembuat keputusan di tingkat lokal (daerah) dan nasional (pusat) melalui pendekatan One Health”, kata Direktur Kesehatan Hewan Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Fadjar Sumping Tjatur Rasa dalam acara peluncuran buku hari ini Selasa (29/01) di Hotel Aston Simatupang Jakarta.
Ia sebutkan bahwa ketiga dokumen yang diluncurkan hari ini yaitu: 1). Strategi Komunikasi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Infeksi Baru/Berulang dan Zoonosis Tertarget dengan Pendekatan One Health; 2). Modul Pelatihan Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis dan Penyakit Infeksi Baru untuk Petugas Lapang Tiga Sektor dengan Pendekatan One Health; 3). Buku Panduan Praktis Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis dan Penyakit Infeksi Baru (PIB) melalui Optimalisasi Fungsi Puskeswan dengan Dukungan Dana Desa.
Fadjar Sumping menjelaskan, Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan mempunyai 2 (dua) tusi (tugas dan fungsi), yaitu pertama meningkatkan produksi peternakan dalam rangka penyediaan protein hewani. Kedua bertugas meningkatkan status kesehatan hewan, diantaranya untuk melindungi sumber daya hewan atau ternak itu sendiri dan melindungi kesehatan manusia, serta penghidupannya
“Buku-buku ini adalah dokumen penting yang berisi panduan bagaimana kita bisa mengerahkan semua kemampuan kita dalam menghadapi ancaman terjadinya wabah”, ungkap Fadjar Sumping. “Ini merupakan hasil dari kolaborasi, koordinasi dan komunikasi kita bersama”, tambahnya.
Lebih lanjut Fadjar Sumping mengungkapkan, banyak masyarakat Indonesia yang selama ini hanya mengenal bencana dalam konteks alam seperti banjir, tanah longsor, gempa bumi dan sebagainya. Padahal menurutnya, ada bencana non alam, yaitu wabah penyakit yang juga tidak kalah mengkhawatirkan, jika Indonesia tidak bersiap dalam menghadapinya.
“Kita pernah merasakan wabah flu burung tahun 2003 lalu, dimana penyakit tersebut sempat menyebabkan kematian pada manusia”, sebutnya. “Hal ini tentunya harus kita antisipasi dan jangan sampai terulang kembali”, imbaunya.
Pada kesempatan yang sama, Asisten Deputi Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Kementerian Koordinasi Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Naalih Kalsum menyampaikan, epidemi Ebola yang terjadi di Afrika pada tahun 2016 dan kematian manusia yang disebabkan oleh penyakit Zoonosis setiap tahun, mengindikasikan hubungan kuat antara kesehatan manusia, kesehatan hewan dan lingkungan. Untuk itu, Ia berpendapat, pendekatan multisektoral menjadi penting untuk mendeteksi, mencegah dan mengendalikan ancaman tersebut, atau yang dikenal dengan sebutan pendekatan One Health.
Senada dengan Naalih, Siti Ganefa dari Kementerian Kesehatan mengatakan, beban untuk menghadapi ancaman penyakit, terlebih PIB dan Zoonosis (yang ditularkan melalui hewan) tidak bisa ditanggung oleh Kementerian-nya sendiri. Ia juga berpendapat perlu adanya koordinasi lintas sektor, lintas disiplin ilmu, baik di tingkat lokal, nasional bahkan global untuk menghadapinya, sehingga pendekatan One Health menjadi sangat penting karena pasti sulit menghadapi ancaman ini sendiri,” jelasnya.
Sementara itu, Indra Exploitasia Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyambut positif langkah yang diambil Kementerian Pertanian bersama dengan Lembaga internasional seperti FAO ECTAD Indonesia, dalam merangkul berbagai pihak untuk bersama-sama bersiap siaga menghadapi ancaman pandemi (wabah yang sebarannya lintas negara).
Ia sebutkan bahwa KLHK juga terlibat di empat wilayah percontohan petugas lapangan dimana One Health diterapkan bersama dengan Kementerian Pertanian dan Kementerian Kesehatan.
“Keempat daerah tersebut yaitu Kabupaten Bengkalis di Riau, Kabupaten Boyolali di Jawa Tengah, Kabupaten Ketapang di Kalimantan Barat, dan Kabupaten Minahasa di Sulawesi Utara”, ungkap Indra. “Kita sama-sama belajar apa yang harus kita lakukan saat ada ancaman PIB dan Zoonosis, serta bekolaborasi, berkoordinasi dan berkomunikasi untuk menghadapi ancaman tersebut,” tambahnya.
Di tempat yang sama, FAO ECTAD Team Leader, James McGrane menegaskan, dalam peningkatan kapasitas pemerintah Indonesia untuk mencegah, mendeteksi, dan merespon ancaman kesehatan global yang baru atau yang muncul kembali, dan “berpindah” ke manusia melalui populasi hewan, maka FAO mendukung pemerintah Indonesia melalui program EPT2 yang didanai oleh USAID.
Semoga dengan kehadiran tiga dokumen ini, kita dapat melindungi masyarakat Indonesia dan sumber penghidupannya,” pungkas James.