Ketua DPR RI Bambang Soesatyo saat menerima lima mahasiswa perwakilan FH UI

Ketua DPR: UUD 1945 Buka Ruang Rumuskan Mekanisme Penyelenggaraan Pilkada

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Bambang Soesatyo mengatakan Undang-Undang Dasar 1945 membuka peluang untuk merumuskan mekanisme penyelenggaraan pemilihan kepala daerah yang berbeda dengan pemilihan presiden.

Bambang menyebutkan peluang tersebut bisa dilihat dari bunyi pasal 18 ayat (4) UUD 1945 yang berbunyi: ‘Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota dipilih secara demokratis’.
“Artinya UUD 1945 atau konstitusi mengamanahkan pilkada dilakukan secara demokratis yang membuka ruang bagi kita merumuskan mekanisme penyelenggaraan pilkada, baik secara langsung maupun tidak langsung,” katanya Rabu (6/2/2019) saat menerima perwakilan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia, di ruang kerja Ketua DPR RI.

Disebutkannya penyelenggaraan pilkada secara tidak langsung melalui DPRD bisa jadi hal yang demokratis. Karena sila ke-4 Pancasila jelas menyebutkan ‘Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan’. Artinya, kata dia, sistem perwakilan juga merupakan bagian dari jati diri bangsa Indonesia. “Tapi pilkada langsung atau tidak langsung, semua dikembalikan kepada kesepakatan bangsa Indonesia yang dirumuskan para wakilnya di DPR,” ucap Bamsoet demikian biasa dia disapa.

Bamsoet mengakui tentu akan ada perdebatan dari banyak kalangan mengenai apakah pemilihan tidak langsung itu bentuk lain dari demokrasi sebagaimana yang dituliskan dalam UUD 1945.

“Disinilah pentingnya ahli hukum untuk menjelaskan lebih jauh,” kata Bamsoet seraya menyebutkan pilkada berbeda dengan Pilpres yang dengan lugas ditulis dipilih secara langsung oleh rakyat sesuai pasal 6A UUD 1945.

Bamsoet sebelumnya kepada perwakilan mahasiswa fakultas hukum Universitas Indonesia mengatakan dalam merancang undang-undang, pemerintah dan DPR RI senantiasa berlandaskan filosofis, sosiologis, dan yuridis.

“Ketiganya merupakan satu kesatuan yang saling mengikat satu sama lain. Tanpa ketiganya, sebuah undang-undang yang dihasilkan akan kehilangan ruhnya,” katanya seŕaya menyebutkan para pakar dan praktisi hukum punya kompetensi tinggi untuk menelaah aspek yuridis dalam setiap pembahasan undang-undang.

“Karena itu sebagai mahasiswa hukum, kalian jangan lelah menimba ilmu pengetahuan di kampus ataupun melalui ruang-ruang pembelajaran lainnya. Masa depan undang-undang maupun produk hukum lainnya berada di tangan kalian semua,” ujar Bamsoet.

Politisi Partai Golkar ini menjelaskan, melalui pemikiran para praktisi hukum diharapkan sebuah produk undang-undang tidak menabrak UUD 1945. Disisi lain, berbagai ketentuan yang tercantum dalam UUD 1945 juga perlu ditafsirkan lebih lanjut oleh para praktisi hukum. (M Juhriyadi)