IndependensI.com – Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia (HAM) Dr. Yasona Hasiholan Laoly SH Senin lalu di Bern Swiss menandatangani Perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik atau Mutual Legal Assistance (MLA) antara Pemerintah RI dengan Pemerintah Swiss.
Dengan MLA tersebut, aparat penegak hukum Indonesia akan dapat melakukan tindakan hukum atas harta-harta warga negara Indonesia yang ada di bank-bank Swiss baik hasil kejahatan seperti korupsi maupun hasil perdagangan narkoba, termasuk yang tidak mematuhi peraturan perpajakan.
Sebagaimana diketahui selama ini diduga bank-bank Swiss tempat dana-dana ilegal ditempatkan pemiliknya yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
Upaya perburuan dana-dana yang diduga sebagai hasil korupsi oleh Pemerintah Indonesia sudah sejak Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono, yang dikoordinir oleh Menkopolhukan Widodo AS, yang dipimpin oleh Wakil Jaksa Agung Basrief Arief SH waktu itu dan sempat pergi ke Swiss dan Hongkong, akan tetapi perburuan itu tidak membuahkan hasil yang memuaskan, sampai Basrief Arief pensiun.
Kemudian tugas perburuan koruptor dan dana hasil korupsi tersebut dilanjutkan oleh Wakil Jaksa Agung Mochtar Arifin, namun tetap tanpa hasil sampai kepada penggantinya Abdul Hakim Ritonga, malah Pemburu Harta Koruptor itu diminta dibubarkan oleh International Corruption Watch (ICW) karena lebih besar biayanya daripada hasilnya.
Dengan perjalanan panjang pemerintah akhirnya baru memperoleh kunci pembuka Kotak Pandora untuk membongkar dana-dana yang diduga masih ribuan triliun rupiah disimpan para koruptor di Swiss, yang selama ini tidak bisa disentuh.
Dengan MLA tersebut, tekad pemerintah untuk mengembalikan dana-dana milik Negara yang digerogoti para koruptor selama ini akan dapat dimulai. Sebab dengan MLA yang bersifat retroaktif atau (berlaku surut sebelum penandatanganan) tersebut, aparat penegak hukum Indonesia akan dapat melakukan tindakan hukum untuk mengungkap dana-dana tersebut termasuk jumlah, pemilik serta asal usul dananya.
MLA disebut sebagai kunci pembuka kotak Pandora, karena MLA tersebut masih harus diratifikasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat RI menjadi Undang-undang sehingga dapat digunakan Polri, Kejagung dan KPK sebagai dasar hukum untuk melacak, membekukan, menyita dan merampas asset yang diduga dana yang keberadaannya diduga melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara Indonesia.
Mungkin upaya selama ini tidak berhasil adalah karena tidak ada dasar hukum yang mengikat kedua negara serta memberi kewenangan untuk mengusut, dan menelusuri dana-dana ilegal yang disimpan WNI di Swiss, serta negara-negara penampung dana-dana yang dicurigai melanggar ketentuan hukum Indonesia. Kegigihan Presiden Joko Widodo mengejar para koruptor maka dengan MLA tersebut tidak hanya menguntungkan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia tetapi juga pihak-pihak yang selama ini diduga menyembunyikan hartanya di Swiss, seperti halnya Mantan Presiden Soeharto menyimpan hartanya di Swiss. Demikian juga apa yang disebut Dana Revolusi oleh Presiden Soekarno yang disimpan di Swiss.
Pernah juga perwakilan ahli waris tokoh nasional Adam Malik, yang katanya memiliki harta yang disimpan di sebuah Bank di Zurich sehingga menggugat bank Swiss di Pengadilan California AS. Mantan Wakil Presiden era Pak Harto itu katanya memiliki harta yang tidak bisa dicairkan di Swiss.
Artinya melalui MLA antara Pemerintah RI dengan Swiss tersebut berbagai persoalan yang selama ini misterius akan bisa terbuka, walaupun masih melalui jalan panjang serta pekerjaan berat.
Sebab adanya niat baik dari Pemerintah Jokowi tersebut, masih memerlukan dukungan moril dan tekad dari semua pihak terutama DPR, serta kerja keras penegak hukum, Polri, Kejaksaan dan KPK sekaligus meningkatkan kemampuan personalia, kualitas dan kuantitas serta anggaran.
Kejahatan lintas batas dan menyangkut hukum negara lain, tidaklah dapat ditangani apa adanya, harus dengan persiapan matang, sebab perlawanan dari mereka yang merasa dirugikan dengan adanya MLA ini akan semakin meningkat.
Penandatanganan MLA oleh MenkumHAM Yasonna Laoly dengan Menteri Kehakiman Swiss Karin Keller Sutter tersebut, suatu langkah awal sekaligus tantangan untukditindak lanjuti sesuai tujuan dan makna dari MLA tersebut. MLA yang lain juga dibutuhkan apalagi dengan Singapura yang diduga tempat menumpuk dana-dana ilegal warga Indonesia. (Bch)