Presiden Jokowi di Debat Capres Kedua, Minggu (18/2). Ist

Di Debat Kedua, Jokowi Apresiasi Petani Jagung dan Padi

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Calon Presiden Nomor Urut 01 Ir. Joko Widodo (Jokowi) mengapresiasi peran para petani jagung di sejumlah daerah yang telah bekerja keras meningkatkan angka produksi jagung hingga 3,3 juta ton, sehingga Indonesia mampu mengurangi impor secara drastis.

“Terimakasih pada para petani jagung karena Indonesia berhasil produksi 3,3 juta ton jagung, sehingga impor kita turun drastis dari 3,5 juta ton/tahun, menjadi 180 ribu ton tahun lalu,” kata Jokowi dalam debat Pilpres di Hotel Sultan, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Pusat, Minggu (17/2) malam.

Menurut Jokowi, para petani sangat berjasa karena telah berkontribusi besar pada stabilnya harga dan terpenuhinya pasokan stok. Di samping itu, keberhasilan ini mampu ditopang oleh kerja keras pemerintah yang memotong rantai pasok komoditas pertanian.

“Semua itu kami kerjakan agar petani dan konsumen menikmati harga yang sangat layak,” katanya.

Jokowi mengaku bangga karena usaha petani dan kerja keras pemerintah mampu bersinergi secara baik untuk mewujudkan cita-cita Indonesia sebagai lumbung pangan dunia pada tahun 2045. Apalagi, produksi jagung selama empat tahun terakhir sudah mencukupi kebutuhan pakan ternak secara menyeluruh di seluruh daerah.

Selain jagung, Jokowi juga mengapresiasi petani padi yang juga berhasil menurunkan impor pada tahun 2014. Kemudian situasinya berubah drastis karena Indonesia mampu mencapai swasembada sesuai ketetapan Food and Agriculture (FAO), dimana produksi Indonesia sudah 90 persen mencukupi kebutuhan.

“Di bidang beras sejak tahun 2014 impor kita turun dan produkai beras kita sudah swasembada. 2018 produksi 33 juta ton beras, konsumsi kita 29,6 juta. Artinya ada surplus sebanyak 3 juta ton. Kemudian kenapa kita impor, kebijakan itu untuk stok dan cadangan ketika kita mengalami gagal panen, bencana dll,” katanya.

Menurut Jokowi, tantangan pemerintah yang perlu diselesaikan secara cepat adalah menjaga keseimbangan harga. Langkah menstabilkan harga perlu agar para perani senang dan untung.

“Kalau kita hanya menaikan harga, masyarakat pasti menjerit. Disinilah fungsi pemerintah agar 22 nya mendapat keuntungan,” katanya.

Seperti diketahui, sejak tahun 2014 rekomendasi pemasukan jagung sebagai pakan ternak mencapai 3,16 juta ton. Tapi angka itu menurun pada tahun 2015 menjadi sebesar 13,34 persen atau 2,74 juta ton. Selanjutnya menurun drastis pada 2016 sebesar 67,73 persen atau 884,6 ribu ton. Kemudian zero impor pada tahun 2017.

Sektor jagung sebagai salah satu komponen bahan pakan telah berkontribusi besar hingga 40 bahkan 50 persen. Setidaknya diperlukan jagung sebanyak 7,8 juta ton untuk industri pakan dan 2,5 juta ton untuk peternak mandiri dari total produksi pakan tahun 2018 yang mencapai 19,4 juta ton.

Sebagaimana rujukan data, dalam kurun waktu 22 tahun terakhir (1993-2015) Indonesia mengalami pergeseran sentra produksi jagung, dari pulau Jawa ke Sumatera dan wilayah Timur Indonesia seperti: Sulawesi, Kalimantan dan Nusa Tenggara. Meskipun dominasi produksi jagung tetap di pulau Jawa, namun terjadi pergeseran dari 62,26 persen (1993), menjadi 54,1 persen (2015).

Di pulau Sumatera, kenaikan produksi jagung dari 16,27 persen (1993) menjadi 21,7 persen (2015); dan Sulawesi dari 11,86 persen (1993) menjadi 14,1 persen (2015). Sementara itu dari 90 pabrik pakan saat ini masih terpusat di 2 (dua) pulau besar yaitu Jawa (65 pabrik atau 72,2 persen dan Sumatera 19 pabrik atau 21,1 persen.

Terkait statment calon presiden 01, yang juga incumben Presiden Joko Widodo Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan, I Ketut Diarmita dalam keterangan tertulisnya menjelaskan secara detil bahwa sejak 2014 rekomendasi pemasukan jagung sebagai pakan ternak mencapai 3,16 juta ton. Rekomendasi itu dikeluarkan Dirjen PKH Kementan.

“Jadi saya yang tahu datanya, sejak 2014 rekomendasi impor terus menurun dan pada tahun 2018 kami hanya mengeluarkan rekomendasi impor jagung pakan ternak sebanyak 73 ribu ton yang digunakan sebagai cadangan pemerintah melalui Rakortas dengan pelaksana impor jagung adalah Bulog,” kata Diarmita.

Diarmita mengatakan, data impor jagung yang dipublikasikan oleh BPS maupun Kementerian Pertanian terdiri dari beberapa kode Harmonized System (HS) dan bukan merupakan produk tunggal. Dengan demikian, data impor secara keseluruhan bukan sebagai bahan pakan. Menurut dia, data impor yang ada adalah jagung segar maupun olahan.

“Jagung segar itu bisa berupa jagung bibit, jagung brondong dan jenis jagung segar lainnya. Sedangkan jagung olahan bisa berupa maizena, jagung giling, pati jagung, minyak jagung, sekam, dedak, bungkil dan residu. Inilah yang perlu kita pahami bersama bahwa tidak ada kode HS khusus jagung yang digunakan untuk pakan dan penggunaan jagung segar,” katanya.

Menurut Diarmita, jagung sebagai komoditas pangan strategis kedua setelah padi, juga sebagai salah satu bahan pakan utama dalam formulasi pakan, sampai dengan akhir 2017 rekomendasi pemasukannya melalui Kementerian Pertanian cq. “Yang jagung untuk Pakan rekomendasi dikeluarkan oleh Kementan, sedangkan selain untuk pakan rekomendasi impor oleh Kementrian lain”, ujarnya.