Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto. (Humas Budidaya KKP)

KKP Siapkan Program Prioritas Perkuat Struktur Ekonomi Pembudidaya Ikan

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memastikan program prioritas di TA. 2019 secara langsung diarahkan untuk peningkatan struktur ekonomi masyarakat pembudidaya ikan dan mendorong perekonomian nasional.

Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto, dalam keterangannya di Jakarta, Senin (18/2) usai membuka Rakornas Program Prioritas 2019, mengatakan bahwa program prioritas TA. 2019 masih sama dengan tahun sebelumnya. Hal ini menurutnya, berdasarkan pertimbangan kinerja program tahun 2018 yang berjalan efektif dan memberikan dampak positif, khususnya terhadap struktur ekonomi pembudidaya ikan, sehingga program-program tersebut perlu dilanjutkan.

” Benar, tahun 2019 kita tetap akan alokasikan program sejenis dan langsung bisa dirasakan masyarakat. Tahun ini, kita akan lebih pertajam tolak ukurnya sesuai rencana strategis yang ada. Fokus kita yakni peningkatan produksi untuk suplai pangan domestik dan ekspor; memperbesar kontribusi subsektor budidaya terhadap PDB; dan perbaikan struktur ekonomi”, jelas Slamet.

Sebagaimana diketahui, Tahun 2019, KKP akan mengalokasikan berbagai program prioritas yakni : (1) dukungan pengembangan minapadi sebanyak 400 paket tersebar di 6 Propinsi; (2) dukungan pengembangan budidaya lele bioflok sebanyak 250 paket tersebar di 10 Propinsi; (3) dukungan escavator sebanyak 20 unit tersebar di 8 Propinsi; (4) Pengelolaan irigasi tambak partisipatif (PITAP) sebanyak 10 paket di 10 Propinsi; (5) dukungan kebun bibit rumput laut (KBRL) hasil kultur jaringan sebanyak 80 paket di 4 Propinsi; (6) bantuan mesin pakan mandiri sebanyak 55 paket di 10 Propinsi; (7) bantuan benih berkualitas sebanyak 213,9 juta ekor di 34 Propinsi; (8) bantuan induk unggul sebanyak 1,1 juta ekor di 34 Propinsi; (9) Pembangunan sarpras perbenihan sebanyak 18 unit di 4 Propinsi; (10) Pengembangan Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu di 3 lokasi; (11) Asuransi Pembudidaya Ikan untuk meng-cover lahan 5.000 ha di 14 Propinsi; (12) bantuan pakan mandiri sebanyak 1.250 ton; dan (13) Monitoring residu dan sertifikasi untuk ekspor sebanyak 4.860 di 14 Propinsi.

Kinerja 4 (empat) Tahun Subsektor Perikanan Budidaya Positif.

Dalam 4 (empat) tahun terakhir (2015- angka sementara 2018) tercatat produksi perikanan budidaya tumbuh rata-rata 3,36%, dimana Peningkatan signifikan untuk komoditas nila (14%) dan lele (43%). Hingga triwulan III tahun 2018 produksi perikanan budidaya mencapai 13,17 juta ton meningkat 4,37% dibanding produksi periode yang sama tahun 2017 sebesar 12,61 juta ton. Sementara angka sementara produksi ikan hias tahun 2018 tercatat sebanyak 1,42 milyar, dimana produksi dalam 4 (empat) tahun terakhir rata-rata tumbuh sebesar 3,35%.

Disisi lain, dukungan konkrit yang langsung menyentuh pembudidaya ikan, juga telah berdampak positif terhadap perbaikan struktur ekonomi pembudidaya ikan.

Indikator keberhasilan tersebut yakni pencapaian nilai tukar pembudidaya ikan (NTPi) selama 4 (empat) tahun terakhir (2014 – 2018) yang tumbuh rata-rata pertahun sebesar 0,38 persen. Tahun 2018 angka NTPi tercatat sebesar 100.8 atau naik sebesar 1,74 persen dibanding tahun 2017 yang mencapai 99.08. Ini mengindikasikan adanya peningkatan daya beli yang dipicu oleh kenaikan pendapatan usaha di atas ambang batas kelayakan ekonomi. Angka NTPi juga akan memicu naiknya nilai saving rate untuk re-investasi, sehingga mendorong kapasitas usaha yang lebih kuat.

Kinerja lainnya yakni peningkatan nilai tukar usaha pembudidaya ikan (NTUPi) sepanjang tahun 2014 – 2018 tumbuh sebesar 1,7 persen. Tahun 2018 NTUPi mencapai angka 113,26 atau tumbuh 2,75 persen dibanding tahun 2017 yang mencapai 110,23. Capaian ini mengindikasikan bahwa usaha akukakultur semakin efisien dan visible. Rata-rata nilai pendapatan pembudidaya ikan secara nasional tahun 2018 sebesar Rp. 3,38 juta per bulan atau naik 13,04% dibanding tahun 2015 yang mencapai Rp 2,99 juta per bulan. Angka pendapatan ini jauh melampaui rata-rata UMR nasional yang hanya Rp. 2,25 juta per bulan.

Kinerja positif sub sektor akuakultur di atas, tentu tidak terlepas dari upaya Pemerintah dalam memberikan dukungan langsung berbagai program yang fokus pada penciptaan efisiensi usaha dan social inclusiveness, sehingga secara langsung menjadi katalisator pergerakan ekonomi masyarakat.

Berbagai program prioritas tersebut diantaranya program gerakan pakan mandiri (Gerpari) yang telah memberikan dampak positif terhadap peningkatan efisiensi produksi budidaya dan nilai tambah keuntungan usaha. Dengan adanya program pakan mandiri, pembudidaya ikan skala kecil mampu mendapatkan nilai tambah keuntungan minimal 30 persen. Disamping itu program ini juga dapat mendorong penggunaan sumber bahan baku lokal dan menekan impor bahan baku, utamanya tepung ikan dan kedelai.

Program lainya seperti pengembangan usaha budidaya lele sistem bioflok. Inovasi ini terbukti mampu menggenjot produktivitas hingga 10 kali lipat dibanding teknologi konvensional melalui pemanfaatan lahan dan sumberdaya air yang sangat efisien. Pengembangan lele bioflok di berbagai daerah, juga sangat strategis dalam meningkatkan ketahahan pangan nasional, khususnya dalam mencegah permasalahan “stunting” pada generasi bangsa.