Jakarta (Independensi.com)
Pemerintah Indonesia berhasil memenangkan gugatan Arbitrase yang diajukan Indian Metal Ferro & Alloys Limited (IMFA) terkait tumpang tindih Izin Usaha Pertambangan (IUP) setelah Pengadilan Arbitrase di Den Haag Belanda dalam putusannya pada Agustus 2018 menolak gugatan IMFA.
Pengadilan Arbitrase bahkan menghukum IMFA untuk mengembalikan biaya yang dikeluarkan selama proses arbitrase kepada Pemerintah RI sebesar 2,975,017 dolar AS dan GBP 361,247.23.
“Putusan pengadilan Arbitrase di Den Haag yang memenangkan pemerintah RI tersebut baru saja diterima pada hari Jumat ini,” kata Kapuspenkum Kejaksaan Agung Mukri di Jakarta, Jumat (29/3/2019).
Mukri menyebutkan keberhasilan pemerintah RI diwakili Jaksa Pengacara Negara (JPN) pada JAM Datun Kejagung sebagai Leading Sector memenangkan gugatan Arbitrase juga telah menyelamatkan keuangan negara sebesar 469 juta dolar AS atau sekitar Rp6,68 triliun.
Dikatakannya menghadapi gugatan Arbitrase sebelumnya Pemerintah RI memberi surat kuasa khusus (SKK) kepada Tim Terpadu yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2016 tentang Tim Penanganan Gugatan Arbitrase IMFA.
“Adapun Jaksa Agung sebagai leading sector yang telah diberi kuasa khusus dari Presiden RI selanjutnya memberi kuasa substitusi kepada Tim JPN dan Kantor Hukum Simmons & Simmons yang bekerja sama dengan Kantor FAMS Lawyer,” kata Mukri.
Adapun gugatan yang diajukan IMFA terhadap Pemerintah RI pada 24 Juli 2015 dengan alasan adanya tumpang tindih IUP (Izin Usaha Pertambangan) yang dimiliki PT SRI dengan tujuh perusahaan lain akibat adanya permasalahan batas wilayah yang tidak jelas.
Adanya tumpang tindih IUP, IMFA mengklaim Pemerintah RI telah melanggar BIT India-Indonesia dan mengklaim Pemerintah RI untuk mengganti kerugian kepada IMFA sebesar 469 juta dolar AS atau senilai Rp6,68 Triliun
PT SRI sendiri adalah sebuah badan hukum Indonesia. Tapi Pemegang saham saham PT SRI adalah Indmet Mining Pte Ltd (Indmet) Singapura yang seluruh sahamnya dimiliki Indmet (Mauritius) Ltd. Sedang saham dari Indmet (Mauritius) Ltd itu sendiri dimiliki IMFA.
Mukri menyebutkan majelis Arbiter dalam putusannya telah menerima bantahan Pemerintah RI mengenai temporal objection yang pada pokoknya menyatakan permasalahan tumpang tindih maupun permasalahan batas wilayah merupakan permasalahan yang telah terjadi sebelum IMFA masuk sebagai investor di Indonesia. Sehingga dalam hal IMFA melakukan due diligence dengan benar maka permasalahan dimaksud akan diketahui oleh IMFA.
“Oleh karenanya Pemerintah RI, sebagai negara tuan rumah, tidak dapat disalahkan atas kelalaian investor itu sendiri,” ucap Mukri mengutip putusan Arbitrase.(MUJ)