JAKARTA (Independensi.com) – Hasil pemantauan tim Direktorat Jenderal Perhubungan Udara disejumlah lokasi dipastikan bahwa hingga saat ini belum ada maskapai yang melanggar tarif batas atas penerbangan yang sudah ditetapkan Pemerintah.
Demikian disampaikan Dirjen Perhubungan Udara Polana B Pramesti menanggapi adanya informasi di masyarakat yang menyebutkan tiket ke beberapa rute penerbangan domestik mencapai puluhan juta rupiah.
Ada yang menyebutkan bahwa tarif yang di patok maskapai lokal melalui agen penjualan online untuk rute Bandung-Medan mencapai Rp 21 juta lebih. Setelah ditelusuri, ternyata penerbangan tersebut bukan penerbangan langsung, namun transit di beberapa tempat.
“Penerbangan transit itu berarti penumpang membeli beberapa tiket beberapa rute untuk sampaik ke rute tujuan, sehingga harganya menjadi tinggi. Kalau penerbangan langsung, tarifnya terkendali dalam aturan pemerintah,” ujar Polana.
Polana mengajak masyarakat untuk lebih teliti dalam membeli tiket penerbangan pada periode libur Lebaran tahun ini. Terutama saat melakukan pembelian di agen travel maupun secara daring (online).
Beberapa hal yang perlu diteliti di antaranya adalah jenis-jenis biaya yang dibebankan serta jenis penerbangannya apakah langsung satu rute atau transit.
Menurut Polana, semua biaya dalam tiket sudah diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan no. PM 20 tahun 2019 tentang tentang tata cara dan formulasi perhitungan tarif batas atas penumpang pelayanan kelas ekonomi angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri, dan KM 106 tahun 2019 tentang Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri.
“Dalam KM 106 itu ada tarif tertinggi tiap rute langsung (bukan transit) untuk rute domestik kelas ekonomi. Jadi silahkan masyarakat mengecek tarif pesawatnya sebelum membeli tiket,” ujar Polana.
Polana bahkan menyatakan bahwa tarif yang tertera di KM 106 tersebut lebih rendah 12-16 persen dibanding tarif yang tertera di aturan sebelumnya.
“Maskapai tidak boleh menjual tarif pesawat di atas yang sudah ditetapkan Pemerintah tersebut. Maskapai yang melanggar akan dikenakan sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku ,” lanjut Polana
Namun Polana memaparkan bahwa tarif tersebut bukan harga tiket. Untuk jadi harga tiket, tarif itu masih ditambah pajak, asuransi dan biaya pelayanan bandara atau dikenal sebagai passenger service charge (PSC).
Selain itu, tarif tersebut juga harus disesuaikan dengan layanan di maskapai. Untuk maskapai full service seperti Garuda dan Batik Air, boleh menjual tarif itu sebesar 100 persen. Untuk medium service seperti Sriwijaya dan NAM air boleh menjual maksimal 90 persen dan LCC seperti Lion, Citilink dan Indonesia AirAsia boleh menjual maksimal 85 persen dari tarif batas atas.
Untuk mengawasinya penerapan tarif ini, Ditjen Hubud sudah menyebar inspektur dari Direktorat Angkutan Udara dan Kantor Otoritas Bandar Udara di seluruh Indonesia untuk melakukan pengawasan terkait tarif ini. Pengawasan juga dilakukan melalui agen tiket dan pengawasan secara online.
Polana juga meminta masyarakat ikut mengawasi penjualan tiket pesawat ini. Jika melihat ada pelanggaran jangan takut untuk melaporkan melalui kontak center 151atau sosial media instagram, facebook, twitter @djpu151. Penumpang juga bisa melaporkan ke posko lebaran di tiap-tiap bandar udara. (hpr)