Jakarta (Independensi.com)
Mantan Walikota Surabaya yang kini jadi anggota DPR RI Bambang DH diperiksa tim penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Jawa Timur terkait kasus dugaan korupsi penggelapan aset milik Pemkot Surabaya oleh pengurus Yayasan Kas Pembangunan (YKP).
“Pemeriksaan Bambang hari ini dalam kapasitasnya sebagai mantan Walikota Surabaya. Dia diperiksa sebagai saksi,” kata Kepala Kejaksaan Tinggi Jatim Sunarta kepada Independensi.com, Selasa (25/6/2019).
Disebutkan Sunarta bahwa keterangan Bambang sangat diperlukan dan penting bagi tim penyidik. Dari keterangan yang telah disampaikan saksi semakin mendukung pembuktian jaksa.
“Tadi saksi menyebutkan ketika dia menjadi Walikota sudah meminta aset-aset Pemkot Surabaya di YKP dikembalikan. Tapi ternyata tidak dikembalikan pengurus YKP,” tutur Sunarta.
Sebelumnya tim penyidik juga memeriksa Walikota Surabaya Tri Rismaharini dalam kapasitas sebagai pelapor dan Ketua DPRD Kota Surabaya Armudji.
“Keterangan dari Bu Risma selaku pelapor juga semakin menguatkan bukti-bukti yang kita miliki,” kata mantan Kepala Kejaksaan Negeri Palembang ini.
Dalam kasus YKP dan PT Yekape, pihak Kejati sudah mengajukan permohonan pencegahan ke luar negeri selama enam bulan terhadap lima pengurus YKP dan Direksi PT Yekape kepada Imigrasi.
Ke limanya yaitu Catur Hadi Nurcahyo Ketua Pengurus YKP periode 2015-2020, Mentik Budiwijono Direktur PT Yekape Surabaya, Surjo Harjono selaku Pembina, Sartono dan Chairul Huda mantan Direktur Yekape pada tahun 2000-2002.
“Permohonan pencegahan sudah diajukan sekitar dua minggu lalu,” ucap Sunarta seraya menyebutkan guna mendapat bukti-bukti pihaknya juga menggeledah kantor YKP dan PT Yekape.
Kasus yang disidik Kejati Jatim berawal ketika Pemkot Surabaya membentuk YKP pada 1951 dengan seluruh modal dan aset awal berupa tanah sebanyak 3.048 persil tanah atau surat ijo berasal dari Pemkot.
Tahun 1971 juga ada suntikan modal Rp 15 juta dari Pemkot, dan sebagai bukti YKP milik Pemkot untuk jabatan Ketua YKP dijabat rangkap Walikota Surabaya hingga tahun 1999
Namun karena ketentuan UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah menyebut Kepala Daerah tidak boleh rangkap jabatan, akhirnya tahun 2000 Walikota Surabaya waktu itu Sunarto mengundurkan diri.
Dia kemudian menunjuk Sekda Yasin sebagai ketua. Namun, tiba-tiba tahun 2002, Sunarto menunjuk dirinya lagi dan sembilan pengurus baru memimpin YKP.
Sejak saat itu pengurus baru mengubah AD/ART dan secara melawan hukum memisahkan diri dari Pemkot. Padahal sampai tahun 2007 YKP masih menyetor ke Kas daerah Pemkot Surabaya.(MUJ)